Halo, aku update lagi!
Sebelumnya aku mau ngingetin kalo gak lama lagi cerita ini akan menjadi versi buku. Yang dimana versi buku lebih spesial dan ada kejutan!
Untuk part ini jangan lupa ramein dengan VOTE DAN KOMENTAR YA!
Kadang kesel liat yang baca banyak tapi votenya dikit :(
Happy Reading!
Kalo lupa silahkan baca ulang part sebelumnya.
..
"Halo, Yah?" sapa Boo begitu panggilannya dengan Arsen terhubung."Kamu jadi pulang hari ini? Maafin, Ayah sama Bunda, ya, yang nggak bisa hadir di acara wisuda kamu."
Boo mengambil kemeja hitamnya dari dalam lemari, membawanya ke ranjang. "Nggak apa, Yah. Cukup tunggu Al pulang ke rumah."
"Pasti, nak. Oh, ya, boleh Ayah ngomong sesuatu?"
"Ngomong apa, Yah?" kemudian Boo melanjutkan berjalan ke arah lemari.
"Kamu mau nerima Tania?"
Gerakan Boo yang memilih baju terhenti, cowok itu menatap kosong ke dalam lemari yang terbuka. Kalimat yang Arsen lontarkan mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Menerima Tania?
"Yah..." lirih Boo, cowok itu berbalik badan dan duduk di bibir ranjang bersama koper hitamnya di samping.
"Ayah tahu, Nak, kamu belum bisa gantiin posisi Saffiyah. Tapi, sampai kapan harus kayak gini? Atau kalau kamu nggak mau sama Tania, apa kamu punya perempuan lain yang kamu suka?" tanya Arsen di sebrang sana.
"Al Cuma mau Saffiyah, Yah," jawab Boo membuat Arsen mendesah di balik telepon.
"Nak, perlahan, ya, terima Tania. Ayah yakin kamu bakal ngerasa dekat sama Saffiyah karena mata Tania adalah mata Saffiyah."
Kepala Boo tertunduk lesu dengan satu tangan yang memijat pangkal hidungnya. Ia belum yakin apa menerima Tania adalah pilihan yang terbaik atau bukan. Namun, apa yang Arsen katakan ada benarnya. Mau sampai kapan seperti ini? Mengharapkan sesuatu yang sudah jelas-jelas tidak akan kembali.
"Yah, Al tutup dulu. Al mau siap-siap." Boo terpaksa berkata seperti itu agar Arsen tidak mendesaknya untuk menjawab.
"Hati-hati, nak."
Panggilan mati. Cowok itu langsung memilih duduk di pinggir ranjang memikirkan perkataan Arsen.
Ia belum siap menerima orang baru. Masa lalunya belum selesai. Ah, lebih tepatnya Boo belum bisa berdamai dengan keadaan.
Boo hanya takut akan menyakiti Tania nantinya, karena kenyataannya hati, cinta dan sayang cowok itu masih untuk Saffiyah.
Tidak mau memikirkan hal itu. Boo membuka kembali layar ponselnya. Melihat tangkapan layar dari chatnya bersama Saffiyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACARNYA BOO
Teen FictionSatu hari sebelum mawar putih layu dia pernah berkata, "Jangan takut kehilangan. Karena sejatinya hidup adalah tentang kembalinya ke pelukan Tuhan." Saffiyah adalah gadis yang menduduki peringkat akhir di sekolah hal itu membuat Saffiyah mendapatkan...