HAPPY READING :)
..
Saffiyah menggigit kuku jarinya. Gadis itu ketakutan jika Ardi pulang karena tadi sore Ardi meneleponnya. Papa Saffiyah sudah mengetahui ulah apa yang Saffiyah lakukan di sekolah tadi bersama Hara. Seperti yang Saffiyah katakan, ia tidak bersalah melainkan Hara yang bermain drama.
Tangan gadis itu terulur mengambil ponselnya yang berada di atas meja makan. Ia berdiri mematung hendak mengambil nasi. Ia mencari kontak nama Boo di sana. Begitu panggilan terhubung senyum Saffiyah mengembang.
"Halo, Boo."
"Hm?" Saffiyah bisa mendengar nada deheman dari Boo di sebrang sana. Entah kenapa Saffiyah merasa senang jika saat seperti ini ada Boo yang menemaninya.
"Boo bisa ke sini? Aku takut Papa tampar aku lagi karena dia udah tahu kejadian di sekolah tadi," ucap Saffiyah. "Aku nggak salah kok, Boo, aku nggak dorong Hara."
Terdengar hembusan napas di sebrang sana. "Mau gue ke sana?"
"Ngapain?"
"Jelasin ke papa lo kalau lo nggak salah."
"Papa nggak gampang percaya sama orang, Boo," sela Saffiyah, mengingat bagaimana sifat papanya.
"Gue bakal bikin dia percaya."
Ada binar kebahagiaan yang terpancar di wajah Saffiyah mendengar balasan dari Boo. "Aku tunggu kamu dateng, Boo, cepetan, ya!"
"Iya."
Sambungan telepon terputus, Saffiyah menghembus napas lega. Kemudian duduk di kursi menatap makanan yang tersedia di atas meja. Saffiyah memang sedang dihukum, tapi jujur ia sangat lapar malam ini. Bolehkah Saffiyah makan sedikit saja?
Satu jam berlalu Saffiyah sama sekali belum melihat tanda-tanda kedatangan Boo. Padahal sebentar lagi Ardi akan pulang. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Saffiyah. Entah kenapa ketakutannya kali ini semakin terasa.
"SAFFIYAH!"
Teriakan nyaring itu datang dari Ardi - Papa Saffiyah. Pria berumur 40 tahun itu langsung menghampiri Saffiyah yang berada di dapur setelah pulang dari kerja.
"Papa," lirih Saffiyah.
"Bagus! Sudah berani kamu cari masalah di sekolah hah?!"
"PAPA SURUH KAMU BELAJAR JADI ANAK PINTAR BUKAN BODOH DAN BIKIN MASALAH!" Ardi berteriak kencang tepat di depan wajah Saffiyah.
Gadis itu merunduk takut. Semua anggota tubuhnya bergetar hebat. Berusaha menyiapkan kekuatannya jika Ardi bermain tangan.
"Sia-sia selama ini Papa biayain sekolah kamu, rawat kamu sampai sebesar ini. Tapi, ternyata kamu sama sekali nggak berguna!"
Seketika saja dada Saffiyah sesak luar biasa mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Ardi untuknya. Dari awal Saffiyah memang tidak pernah diinginkan.
"Maaf, Pa, kalau Saffi belum bisa jadi yang Papa mau," kata Saffiyah berani sambil menatap mata Ardi yang melotot marah.
"Maaf kamu tidak bisa membuat kamu jadi anak pintar!" balas Ardi murka.
"Apa Papa sama sekali nggak mau Saffi hadir di kehidupan Papa?" tanya Saffiyah dengan bibir bergetar. Matanya berkaca-kaca, menahan sesak sekaligus airmata yang ingin keluar dari persembunyiannya.
"Papa sama sekali tidak menginginkan kamu hadir kalau kamu hadir jadi anak yang bodoh!"
"Saffi nggak bodoh, Pa! Saffi cuma kehilangan kasih sayang Papa!" teriak Saffiyah. Gadis itu sudah sejak lama menahan segala kepedihan di hatinya. Setetes airmatanya jatuh melewati pipi namun dengan cepat Saffiyah menghapusnya dengan telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACARNYA BOO
Teen FictionSatu hari sebelum mawar putih layu dia pernah berkata, "Jangan takut kehilangan. Karena sejatinya hidup adalah tentang kembalinya ke pelukan Tuhan." Saffiyah adalah gadis yang menduduki peringkat akhir di sekolah hal itu membuat Saffiyah mendapatkan...