36. PACARNYA BOO

128K 13.3K 3.1K
                                    

UP LAGI YEY!

SEBELUM BACA, TOLONG DIPERSIAPKAN MENTALNYA. YANG GAK SUKA BERBAU SAD, MUNDUR AJA, CUKUP SAMPAI SINI. KARENA PART BERIKUTNYA AKAN BANYAK LUKA YANG AKAN KALIAN LIHAT.

CERITA INI AKAN MEMBUKA LUKA LAMA SEKALIGUS KENANGAN LAMA.

MAU CEPET UPDATE KAN? JANGAN JADI SIDERS, CUKUP BAYAR PAKE BINTANG UDAH BISA BACA.

1000 VOTE dan 1000 komen untuk next part!

HAPPY READING!


...

"Kamu sudah siap untuk kemoterapi pertamanya?" dokter Vanya bertanya, berdiri tepat di samping brankar Saffiyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu sudah siap untuk kemoterapi pertamanya?" dokter Vanya bertanya, berdiri tepat di samping brankar Saffiyah.

Sebelum melakukan kemoterapi, Vanya sudah memastikan dan memeriksa kondisi Saffiyah yang siap untuk dilakukan kemoterapi.

Saffiyah belum menjawab, gadis itu masih was-was. Ada sebuah perasaan tidak enak yang menyergap hatinya. "Kalau boleh tahu efek sampingnya apa, dok?" tanya Saffiyah.

"Efek sampingnya, kamu ngalamin rambut rontok, mual, muntah, pusing, nyeri dan mimisan. Tapi, kamu tenang aja, meskipun efek sampingnya sedikit berbahaya. Saya yakin kamu akan sembuh." Vanya tersenyum, memberikan keyakinan pada Saffiyah.

"Selain kemoterapi apa ada lagi cara untuk nyembuhin penyakit ini?" tanya Saffiyah.

"Ada. Transplatansi sumsum tulang bekalang. Biasanya harus cari pendonor yang cocok dengan kamu."

Saffiyah mengangguk-anggukkan kepalanya. Untuk transplantansi sumsum tulang belakang itu terasa sulit untuk Saffiyah. Ia rasa tidak akan ada orang yang mau mendonorkan sumsum tulang belakang untuknya. Maka dari itu Saffiyah lebih memilih menjalani kemoterapi dengan segala efek samping yang akan diterima.

"Yaudah, kemoterapi aja," jawab Saffiyah.

Dokter Vanya mengangguk. Kemudian membantu Saffiyah turun dari brankar dan berpindah ke kursi roda yang ada di sampingnya.

"Kamu harus semangat ya untuk sembuh." Vanya mulai mendorong kursi roda Saffiyah keluar ruangan menuju satu ruangan steril yang memang digunakan untuk kemoterapi.

"Pasti semangat. Soalnya Saf mau bahagia sama Papa dan Kak Jeff. Kasian Papa kalau Saf nggak sembuh, soalnya dia udah bayarin semua biaya pengobatan Saf."

"Kak Jeff itu sayang banget sama kamu. Dia rela lakuin apapun untuk kamu. Dokter salut sama dia."

Saffiyah mendongakkan kepalanya untuk melihat dokter Vanya yang berada di belakang. Mendorong kursi rodanya. Senyum di bibir Saffiyah mengembang. "Dokter sama Kak Jeff pacaran ya?" tebak Saffiyah.

Vanya tertawa ringan. "Kakak kamu nggak mau pacaran dulu katanya. Soalnya mau utamain kamu. Dia pernah bilang terakhir kali sebelum ke Singapura tadi pagi kalau dia rela kehilangan nyawanya asal kamu bahagia dan sehat."

PACARNYA BOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang