19. PELINDUNG

15.7K 2K 94
                                    

"Loh Vega?"

"Kamu malem-malem gini kenapa jalan sendiri?"

Wanita yang berumur sekitar 40 tahunan itu keluar dari mobil. Vega terkejut saat tahu wanita itu adalah Bunda Aksa.

"Astaga! Ya ampun! Itu tangan kamu kenapa bisa gitu?" ujarnya heboh.

Vega hanya meringis menahan rasa sakit pada tangannya. Wajahnya masih cemas. Setiap kali Vega melihat tetesan darah, itu selalu mengingatkan pada kecelakaan Ayahnya.

"A-ayah...." ujar Vega dengan bibirnya yang masih bergetar.

"Tan...Tante....Vega ma-mau ketemu Ayah...." sorot mata cemasnya terus mencari sosok yang ia sebut. Air matanya mulai keluar.

"Hei...kamu kenapa?" tanya Rani menangkup wajah pucat Vega.

"Vega....takut." jawabnya dengan gelisah.

Mendengar itu Rani langsung memeluk gadis itu. Menepuk pundaknya pelan untuk memenangkannya.

Wajah Vega semakin pucat, dan Rani semakin khawatir.

Pelukan hangat itu membuat Vega merasa dipeluk oleh Mamahnya yang sudah tiada. Semakin Rani mengencangkan rangkulannya isakan tangis Vega semakin kencang. Vega rindu pelukan ini, sungguh.

Jika Mamahnya masih hidup, mungkin beliau akan melakukan hal yang sama.

"Mamah...." tanpa Vega sadari mulutnya berkata demikian.

Rani mengusap rambut Vega, "Sebentar ya...." Mencari kotak P3K atau tisu tapi tak kunjung ketemu, hanya ada sapu tangan di dalam mobil.

"Pakai ini ya, ayo Tante antar kerumah sakit, luka kamu harus diobati, takutnya kenapa-kenapa." ujarnya seraya membalut tangan Vega.

Vega menggeleng, "Nggak Tan," jawabnya lemah.

"Yaudah Tante antar kamu pulang ya." Sekali lagi Vega menolak.

Jika Vega pulang, ia harus berurusan dengan Bima. Kakaknya itu akan menyalahkannya habis-habisan.

"Yasudah kamu ikut Tante."

"Kemana?" tanya Vega masih dengan bibir yang bergetar.

"Ayok udah ikut aja, kamu aman sama Tante."

Vega mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Bunda Aksa baik, tidak akan mencelakainya. Pertama kali bertemu pun wanita itu sangat ramah padanya, padahal Vega sudah membuat Aksa kecelakaan.

***

Tanpa diduga, Rani membawa Vega ke rumahnya. Ini kedua kalinya Vega menginjakkan kaki di rumah besar ini.

"Ayo masuk Vega, biar Tante obatin lukanya." darah itu sudah merembes ke sapu tangan. Sebelumnya Rani tidak tahu nama gadis itu, tapi Galang selalu menceritakannya dan Rani jadi terbiasa dengan nama Vega.

Melihat Vega hanya mematung di tempat Rani menggandengnya.

"Tunggu disini ya, Tante ambilin obat dulu." Vega duduk di sofa.

Mata Vega menjelajahi setiap sudut rumah ini. Bernuansa klasik tapi sangat ketara sekali vibes rumah sultannya.

Perlahan Vega sudah bisa menetralkan ketakutannya, menyenderkan kepalanya di sofa. Sapu tangan yang membalut tangannya ini sudah penuh dengan darah.

Sosok lelaki yang menggunakan kaos hitam polos dan celana cargo itu turun dari tangga. Dengan rambutnya yang acak-acakan tak Serapi saat ia berangkat sekolah. Ya, orang itu adalah Aksa Garendra.

Aksa menatap kaget pada kehadiran cewek yang duduk di sofa, siapa lagi kalau bukan Vega. Bagaimana cewek itu ada disini?

"Ngapain lo disini?" tanya Aksa dengan nada sengit.

DISHARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang