26. MILIK AKSA

17.1K 2K 169
                                    

Dengan napas memburu, Galang terus-menerus meninju samsak dengan perasaan yang bergemuruh. Melampiaskan seluruh kemarahannya.

"Udah dari tadi, lo nggak capek?" tanya Aksa sambil meminum cola yang ia bawa.

Melihat Aksa, seketika kekesalan Galang bertambah. Adegan saat Aksa memeluk dan mencium Vega masih terlintas di otak Galang. Galang memukul samsak lebih cepat.

"Arghh! Anjing!" Galang berhenti, memukul sekali lagi dengan keras lalu mengumpat.

"Lo nggak bilang kalau lo mau nembak Vega!" nada bicara Galang tinggi.

"Harus?" tanya Aksa dengan wajah tanpa dosa.

Sungguh, melihat wajah Aksa yang malah anteng-anteng saja membuat Galang ingin menonjok wajah kakak yang tidak tahu diri itu.

"Bang! Gue suka sama Vega! Lo tahu itu!" Galang mengacak rambutnya frustasi.

"Terus?"

"Bangsat!" Galang mencengkeram kerah baju Aksa dengan mata memerah. Jika Aksa bukan kakaknya, sudah dari tadi ia memukul Aksa habis-habisan.

Cengkeraman tangan Galang makin kuat hingga tubuhnya bergetar, menandakan bahwa dia serius.

"Gue udah janji sama diri gue sendiri waktu pertama kali ketemu sama Vega. Gue janji gue nggak akan mainin cewek lagi. Dan gue udah serius sayang sama Vega! Baru kali ini gue serius sama cewek!"

"Mungkin itu karma buat lo." dengan entengnya Aksa berkata demikian. Galang menggertakkan giginya. Napasnya naik turun sebab ia harus mengontrol agar tidak meninju Aksa.

Tangan Galang terkepal di udara. Beberapa detik, ia menurunkan tangannya sambil menghela napas.

"Apes banget gue punya abang kayak lo!"

"Sialan! Kalau bukan karena gue inget lo sebagai saudara, udah gue habisin lo, Bang!"

"Fuck! Padahal gue udah terlanjur sayang banget sama Vega!" Galang menjambak rambutnya.

"Mau gimana pun lagi, Vega hak paten punya gue. Lo jangan berani sentuh dia." setelah mengatakan itu, Aksa meninggalkan Galang yang mengepalkan tangannya. Mengapa di saat Galang serius menyayangi seseorang malah harus berakhir seperti ini.

***

Vega membuka pagar rumahnya, hendak mengeluarkan motor. Pagi-pagi ia sudah dikejutkan dengan pemandangan sosok Aksa yang berdiri bersandar di motornya.

"Ngapain kesini?"

Aksa tak menjawab pertanyaan Vega, ia menyodorkan helm. Vega hanya menatap uluran tangan Aksa.

"Pakai." pinta Aksa. Vega mengangkat salah satu alisnya. Kemudian menghela napas.

"Gue bisa naik motor sendiri."

"Berangkat sama gue."

"Gue maunya berangkat sendiri."

Aksa mendengus.

"Nggak ada bantahan, sayang." ucap Aksa tiba-tiba yang mampu membuat tubuh Vega kaku. Bahkan detak jantungnya berdegup cepat.

"Dih, apaan, sih! Manggilnya sayang-sayang!" Vega berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Nggak boleh? Lo pacar gue."

DISHARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang