Aksa membawa Vega ke apartemen, cowok itu memarkirkan motornya "Ayo," Aksa memberi arahan kepada Vega agar cewek itu naik diatas punggungnya.
"Gakpapa, gue bisa jalan sendiri."
"Lo bisa tambah terluka kalau jalan sendiri."
"Enggak,"
"Kalau lo aja apa-apa sendiri, terus apa gunanya punya pacar?"
Tanpa persetujuan Vega, Aksa menggendongnya di atas punggung. Melewati lobi, dan lift. Sampai disana Aksa menurunkan Vega diatas sofa.
"Bentar, gue ambilin obat." sementara Aksa mengambil obat, Vega merebahkan tubuhnya.
Suara bel berbunyi, Vega mengerutkan keningnya, siapa yang malam-malam datang.
Vega yang hendak berdiri dihentikan Aksa "Lo duduk, biar gue."
Aksa mengerutkan keningnya saat membuka pintu. Vega yang mengintip dari sela-sela terkejut kenapa Andre bisa kesini?
"Saya mau bicara dengan Vega,"
"Nggak." bantah Aksa.
"Saya mohon, ada hal penting."
"Ada apa?" Vega memberanikan diri untuk muncul.
"Saya mau bicara." Vega menatap Aksa untuk meyakinkannya. Aksa mengangguk.
"Bicara diluar saja." kata Andre.
Aksa dengan kesadaran penuh, memberi kesempatan mereka untuk mengobrol. Ia memberikan tatapan tajam kepada Andre sebelum menutup pintu.
"Kenapa?" tanya Vega.
"Kenapa kamu pergi sebelum acara selesai?" tanya balik Andre.
"Lo kenapa kesini?" tanya Vega sekali lagi.
"Vega, saya sudah berbicara dengan Bima terkait pertunangan itu, tapi Melati terus memaksa agar dipercepat. Apa kamu mau kembali kerumah seteleh saya bernegosiasi dengan Bima?"
"Maksudnya?"
"Bima akan membatalkan pernikahannya dengan Melati, tapi ada syaratnya, kamu harus setidaknya masuk rangking tiga besar dan di akhir semester nanti kamu harus mau ke Jerman. Kamu lanjutin sekolah disana. Vega, kalau persyaratan itu tidak terpenuhi Bima akan menikah dengan Melati, kamu tahu sendiri Melati bagaimana kan? Bima tidak akan pernah bahagia. Vega, dia satu-satunya keluargamu yang kamu punya."
"Tidak ada syarat lain?" tawar Vega, mendengar penjelasan Andre hatinya terasa berat.
"Tidak ada."
"Ndre, akhir semester kurang beberapa hari lagi gue ujian, dan gimana bisa gue mampu untuk itu?"
"Bisa, saya yakin kamu bisa melewatinya."
"Jerman itu jauh, Ndre. Kenapa nggak opsi luar kota aja, sih?"
"Justru itu, karena jauh...biar jauh...dan..." Andre sedikit menjeda kalimatnya, "Biar tidak ada yang merasa kehilangan."
"Maksudnya?"
"Kamu hanya mempunyai waktu sedikit, Vega. Saya pamit." Andre menepuk bahu Vega.
Bagaimana bisa dengan waktu yang singkat itu Vega mampu menyelesaikan semuanya? Vega saja mendapat rangking, meskipun urutan pertama dari bawah saja dia bersyukur.
Vega duduk di sofa, menghela napas, pikirannya runyam.
"Ada apa?" tanya Aksa sambil mengusap kaki Vega yang terluka sebelum diobati.
"Bima..."
"Kamu tahu Bima kan?" tanya Vega, Aksa mengangguk. Lelaki yang sudah bermain kasar kepada seorang yang disayanginya, mana bisa Aksa melupakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISHARMONI
Teen Fiction[Ps: Baca cerita ini sampai konflik, semakin menuju konflik semakin asik] "Nggak! Gue nggak mau!" bantah Vega. "Kalau gue yang mau sama lo gimana?" Aksa mendekat, semakin mengikis jarak. *** Vega Jolana pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya...