Beberapa hari kemudian kaki Vega sudah pulih. Dia bisa masuk sekolah seperti biasa. Berita tentang kecelakaan dan kemenangannya sudah menjamur. Komentar-komentar manis hingga pedas sudah Vega baca. Ada yang melihatnya sebagai perempuan yang hebat dan kuat karena sudah mau bertanding hingga selesai dan ada juga komentar iri karena perempuan itu harusnya sudah mati. Vega tidak ambil pusing ketikan orang-orang, selagi tidak merugikannya, tak masalah. Toh, sekarang ia masih hidup.
"Kak Aksa!" panggil Sherly tersenyum sumringah berdiri di depan pintu sambil membawa cokelat.
Vega menatap Aksa yang hanya diam mematung.
"Dipanggil fans, tuh." senggol Vega.
"Selamat ya kak!" Sherly memberikan cokelat kepada Aksa.
"Eh oiya kak Vega, selamat juga ya!" ujarnya hanya menjabat tangan Vega.
"Em... Kak, maaf soal....waktu itu ya."
"Soal apa?" tanya Vega dan Aksa bersamaan.
"Kiss yang–"
"Nggak usah dibahas." potong Aksa cepat.
"Yaudah kalian ngobrol dulu aja, gue mau masuk kelas." kata Vega, dengan cepat Aksa menarik tangan Vega untuk masuk kelas.
"Nih, gue nggak suka manis." Aksa memberikan cokelat itu kepada Vega.
"Giliran lo dikasih cokelat, gue cuman dikasih tangan doang."
***
Dimana? Satu pesan masuk dari Aksa membuat senyum tipis terukir diwajahnya.
"Cieeelahhhh udah mode bucin terus nih." goda Rosa sambil menyenggol lengan Vega.
"Gakpapa yang penting membawa dampak positif. Bukannya bucin doang gak jelas." timpal Kania mendukung Vega.
Vega sengaja ke kantin terlebih dahulu meninggalkan Aksa, karena cowok itu sedang mengobrol dengan Sherly yang membuat hatinya sedikit panas.
"Jangan dibiarin nempel terus tuh si ulet bulu." kata Berta mampu membaca situasi.
"Bener Ve, cewek kayak gitu kalau dikasih hati minta jantung."
"Terserah aja gue sekarang, gimananya Aksa. Gue udah males ngurusin yang begituan." jawab Vega santai.
"Eh bentar lagi ujian, mana materi nggak ada yang masuk otak lagi." keluh Rosa.
"Iya lagi anjir, pusing gue." tambah Bella.
"Belum juga ngerjain ujiannya." kata Kania.
Vega menghela napas berat. Ia jadi teringat oleh ucapan Bima jika sampai ia mendapatkan nilai jelek siap-siap akan dipindahkan ke luar negeri. Padahal disini Vega sudah nyaman dengan lingkungannya. Apalagi kasus Rara belum menemukan pelakunya. Dengan kemampuan yang terbatas apakah Vega bisa untuk mendapatkan nilai bagus? Terlebih lagi tahta tertinggi paralel adalah kekasihnya sendiri, mana mampu ia menyaingi.
"Kalian nggak mau belajar sama-sama gitu? Seenggaknya biar nilai kita nggak anjlok banget." saran Vega.
"Boleh banget tuh, tutornya Kania."
Mendengar namanya disebut cewek itu langsung menoleh ke arah Bella.
"Kok jadi gue?" tanyanya menunjuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISHARMONI
Teen Fiction[Ps: Baca cerita ini sampai konflik, semakin menuju konflik semakin asik] "Nggak! Gue nggak mau!" bantah Vega. "Kalau gue yang mau sama lo gimana?" Aksa mendekat, semakin mengikis jarak. *** Vega Jolana pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya...