20. BALAPAN

16.1K 2.1K 53
                                    

Mobil Aksa sudah meninggalkan pekarangan rumahnya.

Sementara Vega masih terdiam kaku.

"Senyum lo manis."

Tiga kalimat itu sukses membuat jantung Vega berdegup kencang. Tidak! Ia tidak boleh baper hanya karena kalimat Aksa barusan. Ayolah, Ve, sadar. Vega menepuk jidatnya.

Pintu garasi tertutup, Bima pasti sudah pulang. Meski sekalipun lelaki itu melakukan perjalanan bisnis kemanapun, atau bahkan keluar negeri sekalipun. Lelaki yang berusia hampir 26 tahun itu akan tetap pulang ke rumah. Ia lebih memilih pulang ke rumah daripada menginap di hotel atau apartemen. Dan biasanya tanda jika lelaki itu sudah pulang adalah pintu garasi yang tertutup dan terkunci. Vega hafal itu.

Vega menghela napas, berharap tidak ada pertengkaran nantinya.

Ponselnya berdering, ada nomor tidak dikenal yang menghubungi. Vega langsung mengangkatnya, siapa tahu penting, pikirnya.

"Halo?"

"Halo, Vega. Ini Tante, maaf ya hubungi kamu malem-malem." Vega bernapas lega saat tahu suara Bunda Aksa.

"Iya, Tante, ada apa?"

"Kamu sudah sampai rumah kan? Kamu nggak diapa-apain sama Aksa kan? Tadi Tante mau buatin teh hangat buat kamu, tapi kamu keburu pulang duluan." entah mengapa suara itu membuat Vega damai. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Iya, Tante, Vega udah sampe, Vega baik-baik aja. Makasih udah bantuin Vega."

"Vega kalau ada apa-apa kabarin Tante ya, sebisa mungkin Tante bantu."

"Iya, Tan, sekali lagi terimakasih banyak."

"Aduh, udah atuh makasihnya, sekarang kamu tidur gih, udah malem."

"Iya, Tan, Vega tutup dulu teleponnya." Vega menutup sambungan teleponnya.

Meraih gagang pintu, namun pintunya tak kunjung terbuka. Sial, jadi Vega dikunci. Ia juga tak ingin menggedor-gedor pintu, jika itu terjadi Bima akan marah kepadanya dan akan memukulnya habis-habisan. Dia tidak ingin ribut untuk sekarang.

Vega mendengus, ia duduk di sebuah kursi taman. Dinginnya besi kursi ditambah angin malam membuatnya harus mengusap tangannya beberapakali.

Ya, untuk malam ini, sepertinya ia harus tidur di luar. Mau tidur di hotel juga ia tidak membawa uang.

Vega tidur di kursi, dengan salah satu tangannya dijadikan bantal. Menatap langit-langit yang penuh bintang. Ia jadi rindu orang tuanya, andai mereka masih hidup, mungkin Vega tidak menderita sekarang dan kakaknya tidak akan pernah memukulinya.

"Mah, Yah, di langit bintangnya indah ya? Semoga Vega cepat kesana." ujar Vega bermonolog.

Dress selutut ini membuat tubuhnya makin dingin.

"Bisa-bisa gue mati kedinginan, tapi nggak pa-pa. Lebih cepat lebih baik."

***

Sengaja Vega berangkat pagi agar cewek itu tidak telat. Ia juga memilih jalanan yang masih sepi kendaraan lalu lalang sebab menghindari kemancetan. Ia membasahi bibirnya yang kering dan pucat, mungkin akibat dari Vega kedinginan semalam. Bahkan saat Vega tidur diluar pun, Bima tidak peduli.

Dari kejauhan beberapa orang yang duduk di atas motor menghadang jalanan.

Ketika Vega mulai mendekat, mereka turun dari motor, membentuk baris horizontal untuk menutup jalan.

DISHARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang