"Maafin Sherly ya tadi pas dikamar mandi ninggalin Kak Aksa. Jadi abbak belur gini. Makasih tadi udah nyuapin Sherly."
Nyuapin?
Vega mengangkat salah satu alisnya menatap Aksa, isyarat penjelasan.
"Maaf kak Vega tadi kak Aksa cuman bantuin aku pas lagi sakit."
"Nggak usah manggil gue kak, harus gitu nyuapin lo?" nada bicara Vega barusan sangat terdengar tidak enak. Ia sudah marah ditambah mendengar itu jadi tambah kesel.
Sherly sedikit terkejut. Ia hanya menunduk.
"Ve, lo nggak perlu marahin Sherly gue cuman bantuin dia, kenapa jadi lo marahin dia?" entah sekarang suasananya sangat panas dan Aksa ikut terpancing.
"Jangan mancing emosi gue." emosi Vega belum surut dan ditambah suasananya jadi runyam seperti ini.
"Sayang kendaliin emosi kamu ya." Aksa menghembuskan napas panjang, ia menarik tangan Vega mengusap tangan gadisnya.
Sherly langsung mengalihkan pandangannya, ada sorot mata tidak enak yang ia tunjukan. Kenapa melihat kak Aksa ke kak Vega kayak gitu aku nggak terima?
"Maaf kak," kata itu keluar dari mulut Sherly namun matanya masih belum berani menatap Aksa dan Vega.
"Kak Aksa baik, tadi dia bantuin aku makan karena aku lemes, pegang sendok aja tadi aku gemetaran makanya tadi dibantuin nyuapin, terus pas aku ijin ke kamar mandi, pas aku balik kak Aksa udah nggak ada dan aku kaget tiba-tiba sekolah diserang dan aku khawatir karena kak Aksa tadi sempet ngilang. Aku nggak bermaksud buat kalian berantem, maaf ya ini salah aku."
Vega mengeratkan pegangan tangannya ke Aksa. Menghembuskan napasnya perlahan, berusaha tenang.
"Sorry kalau perkataan gue nggak enak tadi." kata Vega.
"Sher, mending biarin gue sama Vega disini." ucap Aksa. Sherly melengos, ia berdecak namun dalam hati. Ia mengangguk dan pergi.
"Kenapa lo bisa kesini? Gue suruh lo buat istirahat di rumah."
"Gue yang bikin rusuh sekolah ini, jadi mau nggak mau gue harus ikut tanggung jawab."
"Bukan salah lo, mereka yang pengecut."
"Aksa gue nggak mau lo keluar OSIS, gue nggak mau lo lepas jabatan cuman karena gue."
"Ssttt diem."
"Gue nggak mau, Sa. Gue nggak mau hidup lo berantakan gara-gara gue. Jadi tolong, jangan keluar osis."
"Diem."
"Sa...pliss..."
"Sayang diem." Aksa menempelkan jari telunjuk ke bibir Vega. Mengisyaratkan agar cewek itu berhenti berbicara seperti tadi.
"Ayo pulang." Aksa beranjak berdiri.
"Tapi..."
"Nggak ada tapi tapian."
"Keadaannya lagi kayak gini, gue nggak bisa ninggalin sekolah gitu aja."
"Ve! Lo bisa dibilangin nggak sih?!" sekali gertakan, Vega langsung terdiam seketika.
"Ikut gue pulang, obatin luka gue."
Vega tidak bisa berkata-kata lagi kalau Aksa sudah mode seperti ini. Ia hanya menuruti kemana Aksa akan membawanya.
Di koridor mereka bertemu dengan Radit dan Edo.
"Sa, lo nggak papa?" tanya Radit.
"Gue nggak papa, gue mau anterin Vega. Gue serahin semuanya sama lo." Aksa menepuk pundak Radit setelah mengucapkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISHARMONI
Teen Fiction[Ps: Baca cerita ini sampai konflik, semakin menuju konflik semakin asik] "Nggak! Gue nggak mau!" bantah Vega. "Kalau gue yang mau sama lo gimana?" Aksa mendekat, semakin mengikis jarak. *** Vega Jolana pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya...