"Bukankah tidak ada yang bisa kita andalkan selain Tuhan dan diri sendiri?"—Disharmoni
***
Seluruh murid kelas XI MIPA 2 tengah melakukan pemanasan di tengah lapangan, ditemani sinar matahari yang mulai terasa menembus kulit mereka.
"Aduh, ini, Pak Wawan kemana, sih? Yakali kita ditinggal gini aja." gerutu Rosa. Pak Wawan—guru olahraga mereka tadi sempat pamit ke ruang guru sebentar.
"Mana panas lagi, ngeselin banget, deh." gerutu Rosa lagi.
Yang lain ikut pemanasan sedangkan Vega hanya berdiri tanpa mau menggerakkan badannya.
"Lah, Ve, gerak ngapa diem bae." ujar Berta menyenggol lengan Vega.
Vega mendengus, "Males, nanti aja kalau gurunya balik."
"Oh ya, Ve. Gimana udah pertimbangin mau gabung sama Clevior? " tanya Berta.
"Kalau mau pulang sekolah nanti kita ajak ke markas." tambah Kania yang menyipitkan matanya saat matahari mengenai wajahnya.
Vega berpikir sebentar lalu mengangguk, "Sure."
"Good girl, the right choice." tukas Kania.
***
Vega, Rosa, Berta dan Kania serempak menuju parkiran.
"Yang mana motor lo, Ve?" tanya Rosa.
Vega menunjuk motor vespa tosca, "Itu."
"Wih, gila! Berapa miliar, nih?" tanya Berta yang langsung mengenali tipe motor mahal.
"Dua." jawab Vega.
"Gila aja, gue udah ngincer, nih, motor, nggak dapet. Susah bener nyarinya." tukas Berta berdecak kagum.
"Anjay, harus ngepet dulu, nih." ujar Rosa.
"Ngepet aja nggak cukup, jual ginjal, lah, baru cukup." timpal Berta.
"Ginjal lo aja, deh, lo jual. Hanya orang goblok yang jual organnya hanya untuk sebuah barang mahal yang nggak penting. Toh, barang nggak dibawa mati." kata Rosa sarkas.
"Eh, anjay. Skakmat gue. Emang mulut lo tuh senjata paling tajam. Ini kalau lo ikut perang, bisa-bisa lawan kena mental duluan." imbuh Berta.
"Makasih, loh, ya pujiannya. Berguna juga, kan, mulut gue." Rosa menepuk pundak Berta, "Udahlah, yuk, ke markas."
Vega dibuat tersentak sejenak, omongan Rosa memang benar-benar bisa mematahkan nyali lawan, kalau dia beneran ikut perang.
Vega dibuat kaget saat seseorang menendang keras ban motornya.
"Minggirin motor lo." perintah Aksa dingin.
Vega berdecak kesal dan memutar bola matanya malas.
"Lo beneran ketua OSIS?" tanya Vega seakan-akan meremehkan.
"Menurut lo?" Aksa malah balik tanya.
"Sikap lo kayak gini pantes jadi ketua OSIS?" Vega tertawa hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISHARMONI
Teen Fiction[Ps: Baca cerita ini sampai konflik, semakin menuju konflik semakin asik] "Nggak! Gue nggak mau!" bantah Vega. "Kalau gue yang mau sama lo gimana?" Aksa mendekat, semakin mengikis jarak. *** Vega Jolana pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya...