Sakit itu ketika kamu tidak dihargai dikeluarga sendiri
***
Mendengar kabar bahwa polisi mendatangi markas Clevior, Vega dan ketiga sahabatnya, juga Aksa datang ke markas.
"Anak-anak kemana?" tanya Kania, melihat markas yang sudah berantakan dan sepi.
"Mereka di bawa polisi." Berta yang baru saja mengecek handphone berujar panik.
"Kita ke kantor polisi." tangan Vega terkepal kuat, teman-temannya tidak bersalah, malah terkena imbasnya.
Mereka akhirnya pergi ke kantor polisi. Dan benar saja disana beberapa anggota Clevior ada disana dan juga mantan Queen Clevior, Rima.
"Kata polisi gimana?" tanya Aksa kepada Rima.
"Ada yang laporin kalau Clevior terlibat tawuran dan beberapa korban ada luka."
"Perasaan kita nggak mulai duluan, cuman Aster doang yang punya dendam sama Clevior." kata Rosa.
Vega masih terdiam.
"Tapi Aster nggak mungkin lakuin hal itu, dia nggak mungkin laporin kita, karena kalau Aster yang laporin dia juga pasti di interogasi." ucap Rosa.
"Pasti ada orang lain yang pengen jatuhin Clevior." duga Rima.
"Tuntutannya belum dicabut." lanjut Rima.
"Gue akan kelarin masalah ini, gue pergi sebentar." pamit Vega.
"Sama gue." ujar Aksa mengentikan langkah Vega.
"Jagain mereka, gue cuman sebentar, setelah itu gue balik." jawab Vega menepuk pundak Aksa.
***
Vega mendobrak pintu ruang kerja Bima.
"Lo apain temen-temen gue?" tanyanya tanpa basa-basi. Bima berdiri dadi kursinya.
"Udah jelas kan? Lo keluar dari geng nggak jelas itu!"
"Jabut tuntutannya." tekan Vega dengan mata yang sudah memerah.
"Sekali lagi kalau lo nggak mau nurutin semua perintah gue, geng lo bakalan bubar! Lo nggak pantes!"
"Bukan hanya temen-temen lo yang akan dipenjara, tapi lo juga! Lo juga harus rasain rasanya penderitaan Ve!"
Vega menahan emosi, mengepalkan tangannya.
"Gue! Jangan temen-temen gue, mereka nggak salah!"
Bima menampar keras pipi Vega.
"YA INI SEMUA INI KARENA LO! UNTUNG LO NGGAK GUE ADUIN KE POLISI ATAS KASUS PEMBUNUHAN!"
"Kenapa nggak lo aduin dari dulu? Tampar gue lagi tampar!"
Bima menampar sekali lagi dengan keras pipi Vega.
"Lo nggak guna mending masuk penjara atau mati!"
"Kenapa sekalian aja nggak lo bunuh gue? Karena gue udah bunuh orang tua sendiri?"
"LO!" Bima lagi-lagi menampar pipi Vega dan mendorongnya.
Bima terdiam sejenak, napasnya mulai susah diatur, ia menatap kedua tangannya sendiri. Emosi yang sulit untuk Bima kontrol ketika ia berhadapan dengan Vega.
"Sialan lo!" Aksa yang baru tiba dan melihat kejadian itu menonjok wajah Bima.
Aksa mengelus punggung Vega berusaha menenangkan ceweknya.
"Siapa lo hah?! Berani-beraninya lo nonjok gue! Anak SMA ingusan aja belagu lo! Lo nggak ada urusannya sama hal ini, mending lo angkat kaki dari sini!" Bima membalas pukulan Aksa mengenai sudutnya bibirnya.
"Bima! Stop! Gue bakalan turutin semua perintah lo! Asal lo nggak ganggu orang-orang terdekat gue!"
"Bagus! Harusnya lo sebagai adik sadar diri buat numpang hidup di gue. Gue akan jabut tuntutannya, gue akan bebasin semua temen-temen lo, asalkan lo keluar dari geng Clevior sialan itu!"
"Oh, selain itu, kalau lo nggak bisa dapetin rangking 3 besar, siap-siap lo harus pindah ke Jerman, dan harapan lo buat nemuin siapa pembunuh Rara nggak akan ada kesempatan lagi." ancam Bima menunjuk wajah Vega yang menahan amarah.
Aksa menatap Vega bingung, dari tatapannya ia meminta penjelasan.
"Sekarang lo keluar sama cowok songong ini dari ruangan gue!"
Vega menarik tangan Aksa untuk pergi dari sana.
"Ve, jelasin." saat diparkiran Aksa melepas pelan tangan Vega.
"Dia siapa lo?" Aksa menjeda kalimatnya, teringat lelaki itu memanggil Vega dengan kata adik.
"Dia...kakak lo?" Aksa berusaha menangkup wajah Vega agar ia bisa melihat Aksa, namun Vega menolak.
"Nggak ada urusannya sama lo, Sa."
"Bisa-bisanya dia lukain lo, Ve. Sedangkan gue disini berusaha mati-matian buat jagain lo." nada bicara Aksa berubah.
"Maaf kalau lo harus tau gue dalam keadaan kayak gini."
"Dan selama ini lo diam aja digituin?!"
Vega hanya terdiam menunduk.
"Ve...gue ini cowok lo. Lo bisa cerita apapun ke gue. Bagi rasa sakit lo sama gue, Ve, biar gue juga sama-sama merasakannya. Gue nggak nerima lo saat kita lagi berada di fase bahagia, gue terima lo saat lo sedih, saat lo ngerasa hancur dan berantakan. Ada gue, Ve. Gue disini akan jagain lo." ini untuk pertama kalinya Aksa berbicara panjang lebar.
"Hei, cantiknya Aksa nggak boleh sedih." Aksa mengelus pucuk rambut Vega, mengelus lembut pipi Vega. Perlahan Vega maj menatapnya.
Terlihat jelas, mata gadis yang sangat amat ia cintai ini menyembunyikan lukanya.
"Gue banyak luka, Sa." tak tertahan Vega menitikan air matanya.
"Gue bisa jadi obat penyembuh buat lo, Ve." Aksa memeluk erat Vega. Air mata yang ia tahan tumpah di pelukan Aksa. Cowok satu-satunya yang mau menerima tangisannya setelah ayahnya pergi.
"Lo nggak perlu khawatir lainnya, lo cukup khawatirin diri lo sendiri, biar gue kelarin di kantor polisi." tekan Aksa.
"Selama ini gue menderita, Sa. Gue nggak sebahagia yang orang lain lihat."
"Gue punya banyak kebahagiaan, mau gua kasih. Gue kasih semua kebahagiaan gue ke lo, Ve."
"Gue...bukan cewek yang sempurna, penuh luka, penuh derita, nggak pinter, sering berantem, bahkan kelakuan gue jauh dari kata baik. Cewek lain yang lebih baik dan sempurna dari gue masih banyak, dan lo pilih cewek berandal kayak gue?"
"Kamu ya kamu, cewek lain ya cewek lain. Mau aku pacarin satu persatu cewek di dunia, aku nggak akan bisa temuin cewek kayak kamu."
***
Maaf baru update hehe
Jujur ini aku nulisnya pikiran sama hati lagi berantakan, jadi kata-katanya gitu deh😂
Jadi masih next nih?
Makasih yang udah nungguin. Semoga kalian sehat selalu ya💗
Silahkan kata-kata untuk Vega dan Aksa, atau juga tokoh lainnya
Follow Instagram khusus wattpadku ya
Ig: @rarestade
KAMU SEDANG MEMBACA
DISHARMONI
Novela Juvenil[Ps: Baca cerita ini sampai konflik, semakin menuju konflik semakin asik] "Nggak! Gue nggak mau!" bantah Vega. "Kalau gue yang mau sama lo gimana?" Aksa mendekat, semakin mengikis jarak. *** Vega Jolana pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya...