Six

22.8K 2.8K 33
                                    

***

"Laskar tunggu."

Laskar menepi kan motornya ke pinggir jalan. Ia sudah membuka helmnya, ia melirik ke arah rachel yang turun dari motornya. Bingung dengan apa yang di lakukan gadis itu.

"Gue gak tau jalan ke rumah gue." Ucapnya. Laskar menyengrit kan dahinya.

"Gak usah becanda." Ucap laskar tenang.

"Gue gak bercanda." Ucap rachel menggigit bibirnya, ia cemas. Itu adalah kebiasaannya jika ia sedang cemas.

"Gak ada orang yang gak tau rumahnya." Ucap laskar.

"G-gue.. sebenarnya gue.." laskar menaikan satu alisnya, ia menunggu rachel berbicara.

"Gue kehilangan sebagian ingatan gue. Gue gak tau jalan pulang ke arah rumah gue, gue harus gimana dong kar." Ucap rachel lirih. Laskar tentunya terkejut di tempatnya, pantas saja Rachel terasa beda. Ternyata ia hilang ingatan.

"Gue juga gak tau arah jalan ke rumah lo." Ucap laskar. Ucapan laskar tentu membuat rachel tambah cemas. Pasalnya ia tak tahu ia terdampar di kota mana, ia mana tau jalan jalan asing yang berada disini.

"Gimana kalo lo ikut ke rumah gue aja?" Usul laskar. "Lo bisa nge changer hp lo, terus lo pulang di jemput supir lo."

Entah berapa kata yang laskar ucapkan. Tentunya, ia hanya memberikan usulan saja. Ia tak sedingin yang orang orang bicarakan, ia hanya malas berbicara saja.

"Gak ngerepotin?" Tanya rachel yang terlihat ragu.

"Nggak, gue ikhlas bantuin lo."

"Okey."

---

Sesampainya di rumah laskar, Rachel mengikuti laskar dari belakang. Samar samar ia mendengar suara wanita paruh baya yang sedang bernyanyi. Mungkin itu ibunya laskar, fikir rachel.

"Bun, laskar pulang."

"Eh anak bunda udah pulang, loh bawa siapa nih tumben." Ucap mama laskar saat melihat wanita di belakang anaknya. Laskar menuntun tangan rachel agar berada di samping nya.

"Dia rachel, temen laskar." Ucap laskar.

"Siang tante, saya rachel. Temennya laskar." Ucap Rachel tak lupa senyuman manisnya.

"Aduh cantik banget si kamu, jadi gemes deh bunda. Kalian gak ada niatan ke tahap selain temenan?" Tanya bunda laskar. Rachel melirik ke arah laskar yang hanya menampilkan wajah datarnya, dalam hati Rachel menggerutu. Bukannya membantu malah diam.

"Ng—ngak tante. Kita cuma temenan aja ko." Ucap Rachel agak terbata.

"Yah, sayang banget. Panggil bunda aja ya, biar enak, biasnaya bunda di panggil bunda sama temen temen laskar. Masa kamu panggil bunda tante." Ucap bunda laskar.

"Iyah bunda." Ucap Rachel ramah.

"Rachel mau ikut nge changer hp mah. Dia harus nelpon supirnya." Ucap laskar akhirnya angkat suara.

"Loh, kenapa gak kamu yang anterin." Ucap bunda laskar. "Iya loh, laskar mah gitu bun, nggak asa gentel gentelnya." Ucap pria paruh baya di belakang.

"Siang om." Sapa rachel.

"Panggil ayah aja, siapa tau nanti jadi menantu." Ucap ayah laskar. Rachel hanya mengangguk kikuk, ia bingung harus merespon apa.

"Rachel lupa arah jalan kerumah laskar juga gak tau rumahnya dimana." Ucap laskar. Kini rachel jadi pusat perhatian kedua orang tua laskar.

"Itu, anu—"

"Dia hilang ingatan. Ponselnya lowbat, gak bisa nelpon supirnya. Jadi laskar bawa kesini." Potong laskar seaakan tau kegugupan rachel.

"Kamu hilang ingatan?" Tanya bunda laskar terkejut. Rachel menggaruk tekuknya yang tak gatal. "Iya bun."

"Ko bisa?"

"Karna kecelakaan bun, kepala Rachel kejedot aspal. Jadi ya gitu deh." Ucap rachel dengan nada bercandanya. Tadinya mereka merasa iba, tetapi urung kala mendengar nada bicara rachel. Akhirnya mereka tertawa.

"Ada ada saja kamu." Ucap bunda laskar di sela sela tawanya. "Kamu santai banget, padahal kondisi kamu lagi gak baik." Ucap ayah laskar.

"Ya mau gimana lagi o—yah, udah takdir gitu. Lagian ada untungnya juga, bisa melupakan rasa sakit yang di rasakan dan kejamnya kehidupan." Curhat Rachel dengan wajah yang di sedih sedihkan. Mereka kembali tertawa, terkecuali laskar yang mengangkat sudut bibirnya. Hatinya merasa menghangat kala melihat kedua orangtuanya tertawa karna rachel.

"Ya udah kalo gitu kamu cepet cepet changer hp kamu. Nanti keburu sore, kasian mama kamu nungguin."

"Iya Bun."

---

"Makasih ya kar, lo udah bantuin gue. Gue ngerepotin lo jadinya." Ucap rachel ketika supir nya sudah berada di depan gerbang rumah laskar.

"Iya sama sama, santai aja." Ucap laskar.

"Kalo gitu, gue pulang dulu ya. Nitip salam buat bunda sama ayah, maaf gak bisa pamit langsung gue buru buru soalnya. Takut di marahin mamah sama papah." Ucap Rachel segera pergi menghampiri supirnya.

"Hati-hati." Ucap laskar.

"Iya!"

"Ayo mang pulang." Ucap rachel pada supirnya. Rachel pun pulang, di jalan ia sempat di tanyai oleh supirnya. Ia pun menceritakan semuanya. Ia tau nanti ia akan menceritakan hal yang sama kepada dua orang tuanya. Semoga saja mereka tidak memarahinya nanti.

"Mah! Pah!" Panggil rachel yang langsung memeluk kedua orang tuanya, tak lupa ia mengecup pipi kedua orang tuanya.

"Dari mana aja?" Suara datar dari papahnya membuat rachel meneguk ludahnya kasar. Ia takut, sewaktu dulu saat menjadi caramel ia sering dimarahi dan dihukum karna pulang telat.

"Itu, ponsel rachel lowbat. Rachel gak bisa hubungin supir, jadi rachel minta tolong ke temen rachel buat nge changer di rumahnya. Pas udah penuh baru rachel pulang." Jelas rachel.

"Kenapa gak langsung di anterin aja, kenapa harus ke rumahnya dulu?" Tanya mamanya.

"Kan rachel lupa jalan pulang mah." Ucap rachel. Rachel menutup mulutnya, ia keceplosan. Padahal kedua orang tuanya tidak tahu kalau dirinya di diagnosa hilang ingatan, walaupun bohongan.

"Kenapa bisa lupa?" Selidik papahnya.

"Itu anu..."

"Bicara yang benar rachel." Suara tegas milik papanya membuat Rachel ciut.

"Rachel hilang ingatan pah. Rachel cuma inget papah mamah, keluarga besar sama Kimmy. Yang lainnya rachel gak inget."

Kedua orang tua rachel terkejut bukan main. Mereka baru tau akan hal itu, rachel tidak memberi tahu mereka. Padahal hal itu sangat penting.

"Maafin rachel baru kasih tau kalian, rachel gak mau kalian kepikiran sama penyakit rachel." Ucap rachel menundukan kepalanya. Mama rachel membawa rachel kedalam pelukannya.

"Mama maafin sayang, tapi jangan di ulang lagi ya. Kamu tau kan kita itu orang tua kamu." Rachel mengangguk dalam dekapan mama megan.

"Hal itu sangat penting rachel, jangan memendamnya sendiri. Dan hal itu bukan penyakit rachel, itu hanya diagnosa lain. Bukan penyakit." Ucap papa Robert. Dirinya tidak mau anaknya berfikiran bahwa dirinya penyakitan. Rachel kembali mengangguk.

Oh jangan lupakan nasib Albert nanti. Bisa di pastikan Albert pulang dengan nama nya saja. Besok pagi sekali, ia akan berkunjung ke rumah sakit.

"Maafin Rachel."

"Kami maafkan."

***

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang