Fourty Eight

9.2K 1K 39
                                    

***

Dirinya sedang berada di toilet sekarang, kejadian sebelumnya, ia tak pernah menyangka. Ia diberi kejutan oleh laskar, kejutan yang tak mengenakan. Jika sudah seperti ini ia harus apa? Ia bingung. Ia tahu, jika nanti akan ada pembatas antara dirinya dan laskar.

Ia nyaman bersama laskar, namun perasaan itu bukan nyaman sebagai seorang perempuan namun nyaman sebagai teman.

Lagi pula dirinya bukan Rachel yang asli, ia tak bisa menerima orang sebagai pacarnya dengan semudah itu. Banyak konsekuensi yang harus dijalaninya nanti.

Ia membasuh wajah nya, kemudian ia menatap dirinya lewat cermin. Ketika ia melihat wajahnya yang sekarang, ia selalu bertanya tanya. Kapan ia akan kembali ke tubuhnya, kapan ia kembali ke dunianya, kapan ia kembali ke lingkungan nya.

Ia segera mengelap wajahnya, buru buru ia berpaling dari cermin. Ia harus fokus dengan tujuan nya yang sekarang. Ia tak boleh menyimpang karna perasaan tak enaknya ini. Ia tak akan membiarkan masalah psikologis nya kambuh. Setelah beberapa kali melakukan terapi dengan dokter Albert ia tahu ia memiliki hal yang tak terkendali.

Ia menghirup udara dengan panjang, lalu menghembuskan nya secara perlahan. Setelah perasaan kembali stabil, ia mengangguk dengan yakin. Kemudian ia pergi dari toilet.

Di jam ini, semua orang sedang belajar, namun ia memilih bolos, berkeliaran bebas di penjuru sekolah. Ia tak takut ketahuan, karna sebentar lagi bel istirahat berbunyi. Dengan langkah santainya ia masuk ke dalam kantin, sebelum duduk di bangku kosong ia menengok ke arah stan penjualan. Aman. Tak ada ibu kantin disana.

Kring ...

Yang di tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Kantin sedikit sedikit mulai ramai karna banyak siswa yang mulai berbondong bondong berebut bangku kosong.

Ia menyandarkan tubuhnya dengan santai, satu kakinya di naikan ke kaki yang lain. Ia sedang menunggu seseorang.

"RACHEL!!!"

Rachel tersenyum miring, di tatapnya orang yang meneriaki namanya dengan lantang itu. Sontak semua pasang mata menatap ke arah mereka. Ada juga yang sudah siap dengan handpone di tangan nya.

"LO! LO BERANI BERANINYA MASUK SEKOLAH, SETELAH APA YANG LO LAKUIN SAMA GUE?!" Dinda berteriak dengan kencang.

Seluruh murid di penjuru kantin memandang Dinda dengan kaget, mereka tak tahu kalau Dinda bisa berteriak dan marah seperti itu.

"Lah, lo juga. Lo masih berani nampakin wujud lo setelah semua yang lo perbuat sama gue." Ucap Rachel tenang. Dinda meradang di tempatnya, ia berjalan cepat ke arah Rachel, ia menarik kerah baju Rachel dengan kuat, Rachel terbangun. Meskipun begitu ia masih tetap santai.

Kantin yang sudah penuh semakin penuh saja, mereka bahkan saling mendorong untuk melihat kejadian ini. Mereka ingin melihat dari posisi terbaik tentunya.

Plak ...

"SIALAN LO RACHEL!"

Rachel terkekeh pelan. "Wujud asli lo akhirnya keluar juga ya?" Ucap Rachel.

Ia mendekatkan dirinya kepada Dinda ia lalu ia berbisik pelan. "Lo nggak liat lo sekarang jadi tontonan. Sayang dong, image yang lo bangun selama ini harus hancur." Bisik Rachel.

Dinda yang langsung tersadar langsung menghempaskan cekalannya pada kerah baju Rachel. Detik itu juga Rachel tertawa dengan keras.

Mata dinda mulai berkaca kaca, ia menatap Rachel dengan pandangan kecewa. "Aku-aku nggak nyangka kak Rachel bisa sejahat itu. Hiks ..."

Rachel berdecak pelan. Bisik bisik mulai terdengar, mereka berasumsi bahwa Rachel mengancam Dinda.

"Ak-aku takut kak! Aku takut, aku trauma karna kakak siksa aku kemarin malam! Hiks ..."

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang