Ten

22.6K 2.4K 36
                                    

***

"Rachel lo beneran gak papa kan?" Tanya kimmy untuk kesekian kalinya. Rachel menghela nafas lelah, ia memutar dirinya sendiri.

"Gue gak papa. Gue udah bilang juga, liat gue gak lecet." Ucap Rachel malas.

"Iya fisik lo emang gak lecet. Tapi batin lo lecet kan?" Tanya Kimmy. Rachel mengangguk, batinya memang sudah terluka dari dulu. Tapi ini batin dirinya—caramel, bukan tubuh ini.

"Kan, harus nya gue gak ninggalin lo tadi." Sesal Kimmy. Ia menunduk dalam.

"Bukan salah lo, udah gak usah pasang wajah kaya gitu. Gak cocok sama muka lo." Ucap Rachel.

"Rachel! Lo di panggil sama pak dodik tuh." Ucap salah satu teman sekelasnya.

"Kenapa chel?" Tanya Kimmy.

"Di hukum gue pasti, abis bolos soalnya." Ucap rachel menampilkan deretan giginya. Kimmy menggeleng pelan, dasar rachel.

"Ya udah, gue ke sana dulu ya. Bye!"

---

Caramel melupakan pak dodik menjadi guru favoritnya. Ia kesal dengan pak dodik, padahal tadi pak dodik bilang sendiri bahwa ia tak akan menyerahkan muridnya pada ketos macam Arthur.

Sekarang? Ia malah berhadapan dengan ketos ini di ruangan perpustakaan. Bahkan ia tak berhenti menatap tajam Arthur. Ia kesal, sangat kesal.

"Lo bersihin perpustakaan." Titahnya. Dengan misuh misuh kesal rachel berjalan sembari membawa kemoceng yang menganggur.

Ia membersihkan debu debu di rak buku. Tak lupa ia merapihkan tatanan buku, sesekali ia melirik ke belakang. Ia tak bodoh untuk menyadari bahwa Arthur sedari tadi memperhatikan nya.

"Ngapain sih lo? Liat liat gue. Udah sana ah, gue juga bakal jalanin hukumannya. Gak bakal kabur gue." Ucap Rachel kesal karna di perhatikan.

"Gue gak percaya." Ucap Arthur tenang. Ia kemudian duduk di kursi, menegakan duduknya. Matanya tak pernah luput dari gerakan kecil milik rachel.

"Ck. Iya juga, lo emang pada dasarnya gak pernah percaya gue kan." Cibir rachel sembari berdecak. Arthur diam. Karna tak kunjung dapat jawaban, rachel meneruskan pekerjaannya.

Hening beberapa saat, hanya gerakan buku yang di tumpuk rachel yang terdengar. Sesekali jam dinding mendominasi suara di ruangan itu. Rachel mengelap keringat nya yang bercucuran. Ia melihat setiap ujung ruangan. AC hidup, tetapi kenapa ia merasa gerah. Tak sengaja matanya menatap Arthur yang masih mengawasinya.

Pantesan, hawa dari setan. Rachel membatin.

"Kenapa?" Tanta Arthur saat rachel terus menatapnya.

"Lo kenapa masih disini? Kenapa lo gak keliling. Tuh si laskar di lapangan, bisa aja kabur dari tugasnya." Ucap rachel. Memang benar, laskar juga di hukum sama seperti dirinya. Tapi anehnya, mereka dipisahkan. Padahal ruangan perpustakaan itu tidak kecil untuk di bersihkan seorang diri.

"Dia gak bakal kabur." Ucap Arthur.

"Dih percaya banget lo. Dia kabur tau rasa." Ucap Rachel.

"Dia sahabat gue. Gue tau dia." Ucap Arthur. Oke, kali ini Rachel kalah. Biarkan Arthur menang kali ini, tapi aslinya ia hanya mengalah saja. Kasian gak pernah menang, pikirnya.

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang