Fourty Two

9K 982 12
                                    

***

Rencana yang ia susun sedemikian rupa harus berantakan karna hadirnya makhluk yang sedang ia hindari. Dirinya heran mengapa lelaki ini jadi hobby sekali menginap di tempatnya. Padahal tempatnya bukan lah tempat penginapan untuk anak hilang.

"Apa lo liat liat?" Tanya Rachel dengan julid. Arthur hanya menaikan satu alisnya, sudah biasa baginya dengan perubahan sikap Rachel yang tiba tiba ini.

Melihat respon Arthur, Rachel jadi kesal sendiri. "Udah lah, nggak peduli gue. elo! jangan ganggu waktu tidur gue oke?! Gue mau tidur sekarang, gue ngantuk Bye!"

Gue harus lakuin rencana gue. Gue nggak bisa nunda lagi. Batin Rachel.

Arthur memandang kepergian Rachel dengan heran. Ia sudah biasa dengan sikap julid Rachel, tapi kali ini, seperti ada hal yang aneh. Arthur mengangkat bahunya acuh, mungkin hanya perasaannya saja.

---

Berpakaian serba hitam bak mafia. Sebenarnya style-nya jauh dari kata mafia, namun untuk memperkeren dirinya, ia bisa menyebutnya style mafia kan.

Rambut yang biasa ia gerai kini ia cepol asal asalan. Tak lupa ia memakai masker hitam dan topi hitam. ia juga membawa satu barang di tangannya, entahlah, ia harus selalu membawa barang dengan random ditangannya.

Setelah puas melihat penampilannya di cermin, ia tersenyum lebar. Ia segera menutupi guling dengan selimut. ia membuka pintu balkon, tak lupa ia menutupnya. ia segera menjulurkan seutas tambang kebawah, ia mengikat satu tambang nya di pagar balkon. Ia menepuk pelan tangannya, ia segera menaiki pembatas balkon, ia bergelantugan di tambang. Tambang itu bergoyang kesana kemari, nampaknya sedang menyeseuaikan dengan berat orang itu.

Srett .

Rachel menepuk dadanya bangga, Ia mendongkak dengan senyum puas di wajahnya. Ia segera pergi keluar dari halaman rumahnya dengan menggendap endap. Tak lupa ia mematikan CCTV rumahnya, sebelum ia beraksi.

Rachel berhasil keluar dari rumahnya tanpa ketahuan. Ia segera berjalan ke tempat motor besar yang di parkir di ujung jalan. Ia sudah membeli motor ini sebelumnya, Ia tau akan membutuhkannya suatu saat nanti, dan hari inilah ia membutuhkannya.

Brum .. brum

"Wait a moment, Two-faced devil."

---

Menatap langit langit kamar yang nampak polos dengan cat putih. Lelaki itu tersenyum miris, ia kembali mengingat percakapannya dengan dia di mobil tadi. Dia tak mempercayainya. Ia tahu, ini semua salahnya. Kepercayaan gadis itu hilang karna sikapnya. Sikapnya yang selama ini terlalu semena mana padanya.

Ia memejamkan matanya dengan sirat kesal yang meluap luap. Ia sungguh menyesal. Tak mungkin gadis itu akan memaafkannya meskipun ia berusaha.

Tring

Suara notifikasi handpone membangunkan jiwanya, ia segera bangkit lalu mengambil handponenya yang berada di nakas. Matanya menajam kala melihat isi teks yang dikirim sang pengirim.

Papah

Pulang sekarang, atau mamamu akan saya siksa.

Arthur mematikan handphone nya dengan kasar. Ia segera mengambil jaket denim miliknya. Ia keluar dari kamarnya. Ia turun dengan tergesa, Ia segera pergi menuju bagasi, untungnya motor yang ia bawa di parkir paling belakang.

Arthur segera menghidupkan motornya, ia pergi dari pekarangan rumah Rachel.

Arthur merasakan saku jaketnya bergetar, ia terpaksa menepikan motornya ke tepian. Ia segera melihat sang penelpon, ia mengerutkan dahinya heran saat melihat no tak di kenal. Ia segera menekan tombol merah. Ia kembali memasukan handponenya ke dalam saku miliknya. Namun lagi lagi handponenya bergetar. Ia mengeluarkan handponenya dengan kasar, ia menakan ikon hijau.

"Lo siapa?"

Hening melanda, Arthur segera menutup panggilan itu. Namun orang itu kembali menelpon.

"GUE BILANG LO SIAPA BANGSAT?!"

"Jln, xxx Rumah no 13. Cuma lo yang bisa selametin dia."

Tut.

Arthur menatap heran ke arah handponenya, lebih tepatnya ia menatap heran ke no sang penelpon. Ia tak mengidahkan kata kata sang penelpon. Yang terpenting sekarang adalah mamanya.

---

Gang yang sepi, Lorong yang gelap. Ia memarkirkan motornya di tempat ini. Ia segera melangkah dengan menggendap endap, ia tersenyum kala melihat tangga yang menganggur di gang itu, ia segera membawanya, ia memanjat tangga itu. Ia menyembulkan kepalanya ke tembok yang tinggi. Ia tersenyum senang. Ia segera menopang tubuhnya dengan kedua tangan sebagai tumpuan. Setelah ia berhasil berada di atas, ia segera meloncat.

Ia kembali mengendap endap. Ia mengeluarkan Tab miliknya, ia mengetik angka, huruf dan symbol dengan lincah. butuh waktu beberapa menit sebelum pekerjaan nya selesai. Ia tersenyum puas saat ia berhasil meretas CCTV rumah ini.

"Sistem pertahanan yang lemah." Ucapnya sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Mari kita lihat, dimana target kita." Ucapnya sembari melihat layer dengan sangat fokus. Ia tersenyum miring saat melihat sang target berada di kamarnya. Setelah melihat sang target, ia segera menggulirkan cctv ke ruangan lainnya. Ia ingin tahu seaman apa rumah yang di tinggali sang target.

Kepalanya kembali menggeleng kala melihat keamanan di rumah ini begitu rentan. "Gak papa lah ya, gue kan bisa langsung masuk tanpa harus capek capek."

Ia segera menutup layar Tab-nya. Ia kembali berjalan dengan santai, tak menggendap endap seperti tadi. Mengapa? sudah ia bilang bukan bahwa keamanan di rumah ini rentan.

Cklek.

"Permisi." Ucap Rachel dengan pelan. Dalam hati ia bangga karna ia sedikit sopan saat memasuki rumah targetnya.

Ia kembali berjalan, ia melangkah pelan saat sampai ke arah ruang keluarga. Disana sedang ada kedua orang tua sang target. Ia segera melangkah cepat saat melihat kedua pria paruh baya itu sedang asik bercengkama.

Ia menemukan tangga, ia segera menaiki tangga itu. Setelahnya ia kembali berjalan menggendap endap, sesekali ia berjalan bak detektif yang ingin membuntuti seseorang.

Ia menyeringai kala melihat pintu yang sedari tadi ia cari. Ia segera membuka pintu itu dengan pelan. Ia berjalan dengan santai seolah olah tak ada hal berat yang ia tanggung. "Hai."

"ELO?!"

Rachel segera membekap mulut orang itu dengan kasar, ia tersenyum miring. "Gue udah lama gak ngelepas sosok iblis di diri gue, gimana kalo lo jadi percobaan pertama?"

Gadis itu melebarkan matanya syok, ia tak tahu Rachel bisa senekat ini. ia berteriak keras di dalam bekapan lengan Rachel. "Sstt .. Jangan teriak, ntar tangan gue bau jigong." Ucap Rachel. "Ini tentang kita berdua, jadi cuma kita berdua yang boleh ada di sini. Paham kan My Brother?"

Rachel sialan!

***

Hallo guys boleh kasih pendapatnya tentang chapter dan penulisan author dua hari ini nggak? Soalnya Author ngerasa ada yang kurang di penulisan ini. Author ngerasa feelnya kurang. Menurut kalian gimana?

Terima kasih sudah membaca jangan lupa vote komennya

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang