Nineteen

16.1K 1.6K 53
                                    

***

Seperti yang di katakan laskar kemarin, rachel kini bersikap tenang seolah olah tak pernah merasakan kejadian apapun. Hal itu pun tak luput dari pengamatan Dinda. Dinda yang geram, ia langsung menelpon ketua preman yang ia sewa. Akan tetapi preman itu susah di hubungi, nomornya sudah tidak aktif. Bahkan ketika ia menghampiri tempat mangkal mereka pun mereka sudah tidak ada di sana dalam beberapa hari. Tiga hari ini dinda di sibuk kan dengan mencari keberadaan preman preman itu.

Tiga hari ini juga rachel selalu berada di rumah, ia di izinkan karna sakit. Awalnya ia ingin masuk sekolah, tapi karna peringatan dokter Albert, ia jadi mengurungkannya. Hari ini, adalah jadwalnya untuk kembali ke rumah sakit, hari ini adalah hari minggu. Jadi ia tidak izin lagi, ia juga akan di antar oleh Arthur. Semenjak Arthur membawanya ke rumah sakit, Arthur selalu memaksa untuk mengantarnya cek up. Dua hari yang lalu pun ia pergi dengan Arthur.

Rachel sudah siap dengan pakaian nya. Ia turun dari tangga, rumahnya sudah sepi, ya mereka semua sedang pergi berlibur tanpa mengajak dirinya. Ah sebenarnya ia tak peduli toh bukan saudaranya.

Ia keluar, di luar sudah berdiri Arthur di samping mobilnya. Rachel sempat heran, kenapa anak itu membawa mobil. Kemarin kemarin Arthur selalu membawa motor.

"Tumben pake mobil." Ucap rachel saat berada tepat di hadapan Arthur.

"Lagi pengen." Ucap Arthur acuh. Ia segera membuka pintu mobil, seakan mengerti rachel segera masuk ke dalam. Sebenarnya ia tak mengerti mengerti amat, tetapi ia sering melihat adegan ini di sinetron-sinetron. Jadi ia sedikit paham. Tapi tunggu, itu kan yang disebut sikap romantis. Wah ia tak menyangka Arthur bisa bersikap seperti itu.

Arthur segera memutari mobil nya, ia masuk ke dalam. Arthur mendekat ke arah rachel, rachel reflek mundur ke belakang. Ia menatap Arthur was was.

"Mau ngapain lo?" Tuding rachel. Arthur tak banyak bicara, ia segera menarik salbet mobil dan mengaitkannya. Arthur kemudian menjauhkan wajahnya.

Rachel berdehem kikuk, wajahnya sudah memanas. Dalam hati ia mengumpat, bisa bisanya ia berfikiran macam macam tadi.

Arthur segera melajukan mobilnya. Di jalan terasa sangat hening, rachel berinisiatif untuk menyalakan lagu di mobil Arthur, Arthur hanya melihat tanpa niat menegur. Tunggu, ada yang aneh.

"Lo kenapa?" Akhirnya rachel memutuskan untuk bertanya.

Arthur tak menjawab, rachel bertambah bingung. Seingatnya ia tak pernah melakukan kesalahan, kenapa Arthur mendiaminya bak patung.

"Sariawan bibir lo?" Tanya Rachel. Arthur tetap tak menjawab, rachel mendengus malas. Ia memilih untuk diam, ia tak ingin bertanya lagi.

Perjalanan itu di habiskan dengan kebungkaman kedua pihak. Hanya lagu yang terdengar di sana, sesekali suara kelakson terdengar sangat keras. Rachel pun sempat mengumpat dalam hati, Arthur ini seperti wanita yang sedang ngambek pada pasangannya.

---

Mereka sampai di rumah sakit. karna Arthur masih mendiaminya, Rachel akhirnya pergi sendiri ke ruangan dokter Albert. Ia tak mau susah susah, untuk membujuk Arthur. Baginya Arthur itu, adalah supir pengantarnya saja.

"Kamu bisa menggambar pohon Rachel?" Tanya dokter Albert.

"Kecil itu mah dok." Ucap Rachel. Rachel segera menggambar pohon di kertas polos yang dokter Albert berikan. Dari kemarin memang ia di tes hal hal seperti ini oleh dokter Albert entah apa tujuannya ia pun tak tahu.

Setelah melakukan tes tes dengan dokter Albert, rachel di suruh pulang. Ia segera keluar dari ruangan dokter Albert. Ia tak menemukan keberadaan Arthur di luar. Ia mencari kesana kemari, bahkan ia sempat menanyakan ke beberapa orang yang berjalan di sekitar sana. Tapi mereka tak melihatnya. Ia jadi kesal sendiri.

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang