Eight

22.1K 2.9K 66
                                    

***

Disini lah rachel berada sekarang, ruangan BK. Sejam yang lalu Arthur sudah mengadukannya ke pada guru BK, mereka sudah bertanya ah lebih tepatnya mengintrogasi Rachel. Rachel, menjawab dengan sejujurnya, tetapi kedua orang yang berada di ruangan yang sama dengannya itu tak percaya. Jadilah mereka sedang menunggu Dinda untuk meluruskan semuanya.

"Permisi Pak." Munculah dinda dengan wajah yang polos dan mata yang bergetar saat berpandangan dengan Rachel.

"Berhenti bikin dia takut." Bisik Arthur tajam tepat di telinga rachel. Rachel hanya mengibaskan tangannya seolah yang berbisik padanya tadi adalah nyamuk yang sedang terbang.

"Silahkan duduk Dinda. Ceritakan semuanya secara jujur." Ucap guru BK.

Sebelum bercerita, dinda menatap takut ke arah rachel. Padahal Rachel sedari tadi tak melihat ke arahnya, ia sibuk menerawang pajangan yang di pajang guru BK itu.

"Cerita aja, gak usah takut. Ada aku." Ucap Arthur lembut. Dinda menenangkan wajahnya. Ia menarik nafas, sebelum bercerita.

"C-ceritanya... Ak-aku,

Sebelum melanjutkan ceritanya, arthur memegang telapak tangan dinda dibawah meja. Menyalurkan kekuatan kepadanya, dinda pun tersenyum dengan manis. Dalam hati ia bersorak senang.

Aku, ada di keridor. Terus aku lagi cerita sama temen aku ros. Tiba-tiba kak rachel dateng, dia marah marah, aku juga gak tau kenapa kak rachel marah marah. Kak rachel bentak aku, terakhir aku di dorong sama dia." Ucapnya.

Arthur mengepalkan sebelah tanganya yang tergantung bebas. Ia sudah duga, bahwa semuanya ulah Rachel. Sementara guru BK itu sedang bingung. Cerita keduanya bertolak belakang. Cerita dinda, menjelaskan bahwa rachel mendorong nya dan menyebabkan dirinya terluka, itu bisa di sebut perundungan. Tapi di cerita rachel, Rachel hanya sedang berjalan, lalu ia berhenti saat ada seseorang yang menghampiri nya, orang itu pun jatuh dengan sendirinya, bahkan dengan rachel sendiri pun hanya bersentuhan 1 cm saja.

"Bapak bingung cerita mana yang benar." Jujur guru bk itu menghela nafas. Karna setiap kali datang kasus, kasus mereka berdualah yang sering dia tangani. Tetapi selalu menang dengan Dinda. Guru bk itu adil, meskipun ia sudah memiliki hasil tindakan Rachel sebelumnya ia tak bisa menyimpulkan sebelum semuanya jelas terlebih dahulu.

"Kalau bapak gak keberatan, kita bisa panggil ros kesini." Usul Arthur. Guru BK itu pun mengangguk, ros pun di panggil kesana. Ros berdiri dengan kaku, penampilan nya cukup terbilang cupu.

Cih, membosankan. Rachel membatin. Ia sudah melihat lihat pajangan di ruangan ini sedari tadi, tetapi diskusi mereka belum selesai juga.

"Ros tolong ceritakan kejadian tadi." Titah guru BK. Dengan wajah yang menunduk ros mulai bercerita.

"Aku lagi di keridor sama Adinda tadi. Kita lagi asik bercerita, tiba tiba kak rachel dateng. Marah marah tentang dinda yang di anter pulang sama kak Arthur. Dinda gak ngelawan, dia terlalu polos buat ngerti apa yang di bilang kak rachel. Karna kesal akhirnya kak rachel bentak dinda, terus dorong dia." Ucap ros dengan cepat.

Gue tandain lo ros. Batin Rachel.

"Rachel, apa ada pembelaan dari kamu?" Tanya guru BK itu. Sejujurnya ia bisa langsung menjatuhi rachel hukuman, tetapi dengan sikap tenang dan tak berminat milik rachel itu. Membuat guru BK ragu. Rachel yang dia kenal bukan seperti ini ketika sedang ada di ruangan BK. Gadis itu akan diam, dan dia akan berbicara keras dan menyentak menyanggah semua hal yang berkaitan dengannya.

"Pak, semuanya udah jelas. Dia harus di beri hukuman." Ucap Arthur.

"Sabar Arthur. Saya gurunya disini, hanya saya yang bisa memutuskan. Meskipun kamu ketua OSIS disini, itu tak akan berlaku apa apa. Saya tak seperti guru lain yang menyerahkan semua masalah ke kamu." Ucap guru BK itu dengan wajah yang tegas. Karna sedikit tertarik dengan gaya bahasa guru BK barulah Rachel berdiri tegak. Ia melihat papan nama di meja. Dodik Sidik S.Pd.

"Saya boleh ambil saksi juga pak?" Tanya Rachel. Pak dodik mengangguk.

"Kalo gitu saya pinjem leptop bapak boleh?" Tanya Rachel.

"Buat apa? Kamu tidak main main kan?" Tanta pak dodik. Rachel menggeleng, ia menatap pak dodik dengan penuh keyakinan. Barulah pak dodik memberikan laptopnya.

Suara ketikan keyboard terdengar sangat cepat. Mata rachel pun fokus pada layar, membuat orang yang berada disana menatap rachel bingung.

"Saya manggil A,B,C dari kelas 10 IPS 1, Manggil E,Z dari kelas 10 IPS 3, R,Y,U dari kelas 11 IPS 1 dan D,P dari kelas 12 IPS 2." Ucap rachel kemudian sedikit menutup leptop itu. Orang orang yang di sebut oleh rachel pun sudah di panggil oleh Ros, karna di suruh pak dodik. Arthur hanya menyengrit dahi bingung, banyak sekali saksi yang rachel panggil pikirnya. Sementara dinda sudah tak tenang di tempat. Telapak tangannya menjadi dingin, dan itu pun tak luput dari perhatian Arthur.

Setelah semua saksi di panggil mereka pun menghadap langsung pada pak dodik.

"Ada apa bapak panggil kami?" Tanya salah satu dari mereka mewakili.

"Kalian ada di tempat kejadian saat Dinda terdorong oleh rachel?" Tanya pak dodik.

Mereka semua bertatapan bingung. Dinda sudah kalang kabut, dirinya memegang perutnya. Ia memelas kan wajahnya. "Kak, aku sakit perut." Ucap dinda dengan lirih. Arthur pun khawatir.

"Apa perlu di tunda dulu?" Tanyanya pada dinda yang di jawab anggukan. Rachel menggeram di tempat, ia menggebrak meja. Membuat semuanya terkejut tanpa kecuali.

"Rachel!" Tegur pak Dodik.

"Maaf pak. Habisnya saya emosi, masa udah sampe sini mau kabur gitu aja si. Udah saya panggil loh saksinya, tinggal lurusin masalahnya." Ucap Rachel dengan kilatan kilatan emosi.

"Ta-tapi aku sakit kak."

"Gak peduli gue, berak aja disana." Ucap rachel julid.

"Rachel!" Tegur pak dodik lagi. Rachel duduk kembali di tempatnya, tetapi matanya menghunus dinda tajam. Seakan akan mengawasi dinda supaya tak kemana mana. Dinda pun tak bisa berbuat apa apa lagi. Ia akan ketahuan.

"Coba sekarang ceritakan." Titah pak dodik.

"Saya akan mewakili pak." Ucap seorang pria. Dilihat dari gengstur tubuhnya dan cara berpakaian nya ia adalah kakak kelas. Meskipun hanya memakai seragam, mainnya kakak kelas itu sudah beda.

"Saya hanya melihat rachel yang berjalan dengan pandangan lurus. Dan saya melihat Dinda yang diam di sudut awalnya, saat dinda liat rachel, dia mulai jalan. Saya kira dia mau nyapa Rachel, karna saya tahu status mereka itu sepupu. Tapi dugaan saya salah. Dinda malah menjatuhkan diri nya sendiri. Saya yang berada tepat di pinggir mereka pun melihat bahwa bahu dinda hanya bersentuhan sedikit dengan rachel." Jelas kakak kelas itu.

"Benar itu anak anak?" Tanya pak dodik.

"Iya pak." Ucap anak anak serempak. Pak dodik pun melihat dinda dengan marah.

"Kalian boleh kembali ke kelas." Ucap pak dodik. Mereka pun kembali ke kelasnya.

"Gimana pak? Udah percaya kan sama saya. Saya juga punya bukti CCTV pak. Kalo bapak masih gak percaya." Ucap rachel membuka kembali leptop pak dodik.

"Saya percaya rachel. Saksi sebanyak itu sudah membuktikan kebenarannya." Ucap pak dodik. Lain hal nya dengan Arthur, ia sudah menyentak tangan dinda. Ia segera melihat rekaman CCTV di laptop pak dodik. Arthur terkejut bukan main. Dinda membohonginya. Semua ucapan Rachel dan Diego—kakak kelas yang bercerita itu benar. Rekaman berlanjut sampai dirinya datang dan langsung memarahi Rachel. Tangannya terkepal kuat, ia tak suka di bohongi, ia tak suka di permainkan, ia juga tak suka di permalukan. Ia menatap Dinda tajam.

"Kenapa lo bohongin gue?" Tanyanya. Panggilan yang sehari lalu berubah menjadi aku-kamu kini berganti lagi ke semula menjadi lo-gue. Sangat kentara sekali kalau Arthur marah.

"Ma-maafin Dinda." Ucap Dinda dengan mata berkaca-kaca.

"Aduh. Udah dulu deh drama nya, kasian tuh pak dodik dari tadi liatin lo yang ekting Mulu. Nanti lo di masukin ke jurusan ekting lagi sama pak dodik. Ya kan pak?" Tanya Rachel pada pak Dodik. Pak dodik pun hanya tertawa meski sebentar.

"Dinda, kamu bapak skors selama seminggu."

***

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang