Eleven

21.5K 2.4K 43
                                    

***

Matanya berceceran melihat kesana kemari. Ia senang saat bisa melakukan ini lagi, saat menjadi caramel dulu, ia sangat menyukai aksesoris dalam lebel ( warna dark ). Bibirnya melengkung tiada henti, ia menarik lengan orang itu dengan tidak manusiawi, sementara orang itu hanya mengikuti dengan tampang yang datar.

"Gila udah lama banget. Anjir, yang ini cantik banget. Tapi yang ini lebih elegan. Yang ini lebih simple si, gue bingung! Pilih yang mana ya anjir." Monolog rachel tiada henti.

Arthur menghela nafas, sudah berapa lama mereka ada disini. Tetapi gadis itu belum memilih satupun. "Ambil semua aja." Ucapnya.

Rachel menjentikkan jarinya. "Ide bagus, gue lupa kalo hari ini lo traktir gue." Ucapnya kelewat senang.

Setelahnya ia membawa aksesoris itu banyak banyak. Ia membawanya ke kasir, Arthur membayarnya. "Mau kemana lagi?" Tanyanya.

"Mau ke restoran jepang, gue ngiler liat Acara di TV tadi." Ucapnya.

Mereka pun pergi ke restoran. Untungnya mall disini sangat besar, semuanya ada. Jadi mereka tak susah untuk pergi keluar gedung. Rachel memesan semua makanan yang menarik seleranya, ia tak perlu memikirkan uang yang akan di pakai. Ia sangat senang, jarang sekali ia mendapat traktiran. Jika mau boros pun ia harus memikirkan nya lagi, karna papanya akan memarahinya habis habisan nanti. Tapi jika jadi rachel ia tak apa boros bukan, baiklah, dirinya sudah membuat keputusan. Masa bodoh dengan rachel yang asli, ia ingin menikmati kehidupan yang sesaat ini. Sebelum jiwa mereka berada di tempat yang seharusnya, ia ingin merasakan kebebasan yang sesungguhnya.

Ckrek

"Gue upload dulu ah." Gumamnya. Setelah meng-upload, ia memakan makanannya. Melupakan orang di depannya yang kini menatap dirinya jengah.

Ia malas sungguh, seharusnya gadis yang berada di depannya ini tidak mengabaikannya. Tetapi sedari mereka masuk ke lestoran, gadis ini mulai melupakan dirinya. Apa seharusnya ia tak masuk restoran saja.

"Ngelamun mulu. Hobi ya?" Ucap Rachel. Arthur mengabaikan ucapan Rachel, ia mulai memakan makanannya.

"Dih." Cibir Rachel pelan. Baginya sikap Arthur itu terlalu gaje untuk di mengerti, jadi ya sudahlah biarkan saja.

"Lo suka banget makanan jepang?" Tanya Arthur. Rachel mengangguk dengan antusias.

"Apalagi sushi gue suka bangett." Ucapnya. Arthur mengerutkan keningnya bingung.

"Bukannya lo dulu gak suka sama makanan jepang? Kata lo, makanan jepang kebanyakan mentah. Dan lo gak suka makanan mentah." Ucap Arthur. Rachel menegang di tempat, bagaimana ini.

"E-euh... Itu .. anu .." Rachel merutuk dalam hati. Kenapa ia menjadi gagap segala, tinggal bilang alibi saja susah sekali rasanya.

"Kenapa?" Tanya Arthur saat melihat Rachel yang gelagapan.

"Selera gue berubah." Ucap rachel cepat. "Iya selera gue berubah." Ulangnya.

Meskipun bingung Arthur tetap mengangguk. Ternyata selera orang dapat berubah secepat itu, fikirnya. "Oh iya, gue juga mau bilang."

Arthur menunggu rachel berbicara. Tetapi gadis itu tak kunjung membuka suara, membuat dirinya kesal, karna menunggu dengan penasaran.

"Nanti aja deh gue bilang nya." Ucap rachel. Arthur merasa di gantung, sungguh.

"Sekarang aja chel. Jangan bikin gue jadi penasaran." Ucap Arthur mencoba sabar. Rachel yang mulutnya penuh dengan makanan, kini mendongkak menatap Arthur. Arthur merasa gemas, tetapi ia menahan tangannya untuk tidak mencubit rachel.

"Ghuwe laghi fokwus mwakan." Ucapnya tak jelas. Arthur terkekeh pelan.

"Yang bener ngomong nya." Ucap Arthur. Rachel segera mengunyah dan menelan makanannya.

"Gue lagi fokus makan. Jadi nanti aja." Ucap Rachel kelewat cuek. Baginya makanan di depannya ini lebih menggoda, dari pada muka masam milik Arthur.

"Rachel?"

Seseorang datang ke meja mereka, dia menatap rachel dengan pandangan cerah. Sementara bingung, siapa orang yang sedang berdiri di dekatnya ini.

"Siapa ya?" Tanya rachel sopan.

"Diego, lo pernah nabrak gue di keridor waktu itu." Ucapnya. Rachel mengingat nya, matanya memicing pelan. Sangat kentara, ia tak ingin memperlihatkan kesan baik bagi Diego. Tapi hal itu justru membuat Diego tertawa karna gemas.

"Ngapain lo ketawa?!" Sewot Rachel. Diego meredakan tawanya, ia kemudian mendekat.

"Gue boleh duduk disini?" Tanyanya dengan wajah yang cool.

"Gak boleh."

Bukan rachel yang menjawab, melainkan Arthur yang menjawab. Arthur sudah menyilangkan tangannya di dadanya, ia menatap diego dengan tajam. Meskipun Diego ini kakak kelas, ia tak takut.

"Doi lo marah tuh." Ucap Diego pada rachel. Rachel menghendikan bahunya acuh.

"Bukan doi gue, sini duduk, berdiri terus ngehalangin jalan orang." Ucap rachel. Rachel memang benar, diego ini membuat jalan orang menjadi sempit. Lihat saja ada ibu ibu dengan ukuran badan yang tidak main main, ibu itu sedang menatap bingung jalanan di depan yang tak lain adalah jalan yang terhalangi diego.

Diego duduk. Mereka mulail berbicara, meskipun pembicaraan itu di padukan godaan diego dan ucapan sewot rachel. Mereka terlihat seperti teman yang sangat akrab, ah lebih tepatnya pasangan yang sangat akrab.

Arthur menatap kesal pada keduanya. Ia yang mengajak rachel kesini, jadi hanya ia yang bisa berbicara dan berinteraksi dengan rachel bukan orang lain. Tanpa ba-bi-bu, Arthur segera menarik lengan rachel. Membuat sang empu kaget.

"Apa sih?" Kesal rachel. Masalahnya ia sedang menikmati hidangan terakhir di restoran ini, sayang sekali kalau ia tidak menghabiskan nya.

"Pulang." Ucap Arthur dingin.

"Loh ko pulang, makanan gue belum abis." Ucap Rachel merengek.

"Nanti beli lagi."

Wih holang kaya. Ucap rachel dalam hati. Meskipun kesal, tapi rachel menurut ketika ia di bawa keluar oleh Arthur, sebelum nya Arthur sudah menaruh beberapa lembar uang merah di meja.

Disana diego hanya menyaksikan kepergian mereka dengan senyuman miring. Entah apa yang akan ia lakukan nanti, tapi sangat jelas, bahwa ia menginginkan Rachel.

---

Di perjalanan mereka diselimuti keheningan, Arthur yang diam karna merasa jengkel, dan rachel yang diam menikmati angin sore yang terasa hangat. Sebenarnya ia kesal karna Arthur main menariknya saja, tetapi mendengar kata lain kali, ia menjadi biasa saja.

Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai di kediaman Rachel. Rachel segera turun, ia melirik sedikit ke arah Arthur. Ia bingung, masalah nya Arthur seperti nya masih marah. Ah, ia tak begitu peduli.

"Gue masuk." Ucap rachel singkat. Rachel masuk tanpa menunggu jawaban Arthur.

Arthur merasa bahwa rachel marah karena nya, ia menghela nafas pelan, ia segera meninggalkan kediaman rachel, tanpa sepatah katapun.

Sementara Rachel di dalam kini sedang memandang datar seseorang yang sedang duduk anteng di ruang keluarga. Orang itu kini memandang rachel dengan remeh. ia mengambil kesempatan ini, karna tak ada siapa siapa di rumah rachel. Kedua orang tua rachel sudah kembali menjalani bisnis.

***

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang