One

31K 3K 98
                                    

***

Remang remang cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatan, bau obat obatan menyeruak di indra penciuman. Pendengaran nya yang sedikit berdengung dan kepalanya yang terasa pusing. Kilatan kejadian terakhir kali terbayang di benaknya.

Tembok putih, hal yang pertama dilihatnya. Ia melirik ke segala arah, satu hal yang terlintas dipikiran nya, rumah sakit. Ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

Cklek

"... Kamu sudah sadar ternyata." Ucap pria paruh baya yang memakai jas putih kebanggaannya.

Caramel bangkit dari tidurnya, yang langsung di bantu oleh sang dokter. "Bagaimana keadaan mu?"

"Pusing." Ucap Caramel. Ia menerima air minum yang di berikan oleh sang dokter.

"Keluarga saya gak jenguk saya dok?" Tanya caramel memastikan. Sang dokter tersenyum.

"Orang tua mu sedang sibuk menjalani bisnis nya, saya sudah memberitahunya, mungkin nanti malam mereka akan pulang." Ucap sang dokter membuat caramel bingung.

"Emang orang tua saya pergi bisnis kemana dok? Tadi aja saya masih liat mereka di rumah saya ko." Ucap caramel.

Sang dokter tertawa pelan. "Kamu lupa, bahkan mereka udah dua hari gak ada di rumah kamu."

"Ko dokter so tau si, dokter siapa emangnya?"

"Saya Albert. Teman alumni kedua orang tua kamu." Ucap dokter itu yang membuat caramel bingung. Setaunya kedua orang tuanya tak pernah memiliki seorang teman Dokter.

"Kalo kedua orang tua saya pergi bisnis, kan masih ada kak cleo yang bisa jenguk saya dok." Ucap caramel.

"Apa jangan-jangan mereka marah gara gara gue langsung kabur dari sana." Gumamnya yang masih bisa di dengar oleh dokter Albert.

"Kamu ini bicara apa Rachel, kamu gak punya seorang kakak. Kamu itu anak tunggal. Kamu cuma punya kakak sepupu. Namanya Rean. Kamu lupa?"

"Rean?" Beo caramel bingung. Ia merasa asing dengan nama itu. "Dia siapa dok?" Tanyanya.

Mendengar pertanyaan gadis di depannya ini membuat dokter itu terkejut. Padahal benturan di kepala rachel tak terlalu keras hingga membuat rachel hilang ingatan.

"Kamu inget nama kamu?" Tanya dokter Albert memastikan. Caramel mengangguk pelan membuat dokter Albert menghembuskan nafasnya lega. Tetapi kelegaan itu hanya beberapa detik kala caramel berbicara kembali.

"Nama saya caramel dok. Caramel Xaa Raquel. Anak dari papah Juan Ze Raquel sama mamah Lionel De Raquel, adik dari Cleo Lee Raquel." Perkenalan caramel dengan panjangnya.

Dokter Albert terdiam cukup lama, mengumpulkan spekulasi yang ada. "Kamu inget kenapa kamu bisa di rumah sakit?"

"Inget! Karna kecelakaan, rem nya jadi blong. Gak tau tuh siapa yang blongin, mungkin ada yang nyabotase. Kayanya orang yang nyabotase itu si bajing*n itu dok. Udah saya bilang kan, beberapa kali dok sama mereka. Jangan pernah percaya sama anak bejat itu." Ucap caramel tersulut emosi.

"Mereka?" Tanya dokter Albert.

"Iya dok mereka, keluarga saya. Mereka itu mau jodohin saya sama orang brengsek. Cuma mereka gak tau kalo ia itu orang brengsek. Jadi terpaksa deh saya kabur dari rumah, eh taunya kecelakaan, mungkin karma ya dok."

"Sejak kapan Robert mau jodohin kamu?"

"Robert siapa dok?" Tanya caramel bingung.

"Dia itu ayah kamu. Kamu lupa?"

"Ayah saya namanya juan dok bukan Robert." Ucap caramel dengan kekehan nya. Dokter yang berada di depannya ini sedari tadi memang so tahu.

"Ayah kamu namanya Robert, ibu kamu namanya Megan. Kamu juga gak punya kakak. Kamu anak tunggal dari keduanya." Ucap dokter Albert yang membuat caramel tertawa keras.

"Dokter kalo ngelucu tuh suka gak lucu tau nggak." Ucap caramel menyeka air matanya yang keluar karna kelelahan tertawa. Seketika wajah nya yang tertawa berubah menjadi datar. Hanya satu tarikan nafas saja ia merubahnya.

"Selera humor dokter buruk." Ucap caramel dengan nada dingin.

Perubahan yang di lakukan oleh pasien membuat dokter Albert tersentak kaget. Ia memandang pasien nya itu dengan bingung.

"Kamu itu rachel bukan caramel. Kamu masih lupa?"

"Saya caramel! C-a-r-a-m-e-l. Caramel!" Tekan caramel di setiap hurufnya. Dokter Albert menghela nafasnya pelan. Meskipun hal yang difikirkan nya di luar akal tetapi mungkin hal itulah yang terjadi sekarang.

"Kamu punya riwayat kepribadian ganda?" Tanya dokter Albert yang dijawab gelengan oleh Caramel.

"Alter ego?" Lagi, caramel menggelengkan kepalanya.

"Kamu tau transmigrasi?"

"Perpindahan? Anak SD aja pasti tau dok, karna sering nontonin Upin Ipin." Caramel jadi teringat kartun itu yang berulang ulang dan menampilkan cerita yang sama. Tentang transmigrasi sebuah burung langka yang bentuknya jarang sekali di temukan, bahkan telurnya pun sangat besar.

"Kamu percaya adanya perpindahan jiwa?"

"Jujur nggak sih dok, soalnya mana ada si hal kaya gitu di dunia modern ini. Ya meskipun di sebagian ada yang percaya."

"Kamu harus percaya itu sekarang."

"Kenapa dok?"

"Karna kamu sedang mengalaminya." Caramel membuka mulutnya lebar. Menyerap kalimat yang baru saja dikatakan oleh dokter di depannya ini.

"Maksud dokter?"

"Kamu mengalami perpindahan jiwa. Dengan kata lain, jiwa kamu sedang menempati tubuh orang yang bernama Rachel." Caramel mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha mengembalikan kesadarannya.

"Dokter humor nya makin buruk ternyata, hahahaha." Ucap caramel sembari tertawa garing.

"Kamu harus percaya, karna hanya itu spekulasi yang saya dapat."

"Dokter gadungan ya? Mana ada dokter mendiagnosa pasien nya kaya gitu." Ucap caramel menunjuk wajah dokter Albert dengan tidak sopan nya. Tetapi semua ucapan caramel harus ditepis kala ia melihat papan nama yang menggantung di leher sang dokter.

"Hufhh.... Dokter, boleh saya pinjam ponsel nya?" Tanpa pikir panjang Dokter Albert memberikan ponselnya. Ia tentu tau apa yang akan di lakukan oleh gadis itu.

Dengan takut caramel melihat dirinya di ponsel secara perlahan. Ia melototkan matanya kaget. "AAAAAAA WAJAH CANTIK, PUTIH, MULUS, KINCLONG GUE KEMANA?!!"

"KENAPA GUE KAYA MAS MAS UKE PINGGIR JALAN!!"

"Tenang rac—"

"AAAAA... GUE GAK RELA WAJAH CANTIK BAK BIDADARI GUE HILANG!!!"

"Rach—"

"AAAAA......"

"RACHEL!"

***

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang