Twenty Nine

11.1K 1.1K 6
                                    

***

"Kamu? ..." Pria paruh baya itu menatap sang anak tak percaya. Sang anak hanya tenang dengan wajah datar miliknya.

Sungguh mereka terkejut dengan perubahan drastis yang di miliki oleh gadis itu. Gadis itu, berjalan mendekat, mengambil kertas yang tergeletak di meja sana.

"Seharusnya kalian tahu. Setiap orang punya potensi masing masing. Jangan paksakan hal yang tidak mereka sukai."

Setelah mengucapkan itu gadis itu langsung pergi meninggalkan ruangan itu. Mereka masih terdiam di tempatnya.

"Pah, caramel benci kita?"

---

Caramel, gadis itu menghembuskan nafasnya pelan. Kehidupan caramel, memang jauh lebih suram dengan apa yang ia bayangkan. Benar apa kata Ro-Arwah yang sedari dulu menemaninya. Hidup caramel itu hanya baik di luarnya saja.

Caramel mempunyai orang tua yang gila dengan prestasi. Sementara tubuh ini, caramel tak tahu apa yang bisa dibanggakan dengan tubuh ini.

Itu pemikiran rachel dulu.

Ternyata caramel memang mempunyai potensi. Tetapi potensi itu tak pernah ia kuasai. Caramel begitu menyukai gaya bahasa di dunia, seperti hal nya aksara China, Jepang dan Korea. Bahkan anak itu mempelajari bahasa komputer. Jadilah ia bisa melakukan beberapa hacker yang ringan. Caramel tak mungkin mencolok kan dirinya dengan kemampuan hack nya itu. Tetapi menurut Rachel, caramel benar benar berbakat dalam bidang itu.

"Jangan keseringan melamun."

Caramel tersadar, ia menatap Ro dengan datar. Ro itu sering bergentayangan di dekatnya, apa ro tak ada urusan lain selain mengawasinya.

"Kau benar benar tak ada kerjaan." Ucap caramel.

"Setelah sekian lama kita berbicara, bahasa mu tetap kaku rachel." Ucap Ro.

"Entah, aku juga tak tahu. Bahkan keluarga caramel sendiri bingung dengan gaya bahasa yang aku lontarkan." Jelas caramel.

"Bagaimana dengan Cleo?"

"Anak itu? Dia masih baik pada tubuh ini. Meskipun terkadang ia salah mengartikan perkataan dan sikap tubuh ini. Tapi ia masih menjadi sosok kakak yang baik."

"Bagaimana dengan Ashlan?"

"Pria berengsek itu, mendapatkan hukuman tadi siang."

"Kau yang membuatnya?"

Caramel berdehem pelan. Ia memang harus memberi pelajaran pada calon tunangannya kan. Ia ingin Ashlan benar benar kapok dan langsung memutuskan ikatan yang akan mereka jalin.

Dengan begitu tugasnya akan segera selesai.

"Aku menemui caramel yang asli tadi." Ucap Ro.

Bola mata Caramel palsu itu langsung berpusat pada Ro. Ia sangat penasaran dengan Caramel yang asli, bagaimana ia tak penasaran, menurutnya sosok caramel itu adalah sosok gadis yang kuat. Ia masih bisa bertahan sampai sejauh ini.

"Seperti yang ku duga, ia membawa sifat kelamnya ke dalam tubuhmu." Ucap Ro. Caramel mengangguk mengerti.

"Apa itu akan berdampak buruk?" Tanya caramel.

Ro menggeleng. "Hal kelam itu hanya akan di bawa oleh jiwanya, jika jiwanya sudah kembali ke tubuh ini maka sifat kelam itu juga terbawa."

Caramel menghela nafasnya. Sungguh kehidupan caramel itu begitu sulit, apalagi keadaan jiwa, batin dan raganya. Itu adalah masalah terbesar bagi caramel yang asli.

"Kau tak perlu khawatir, caramel sudah melakukan pengobatan bertahap di dalam tubuh mu." Ucap Ro menenangkan.

"Ya, semoga saja dia tak papa." Ucap caramel.

"Aku baru tahu, kau bisa sekhawatir itu pada orang." Ucap Ro mengejek. Caramel memandang Ro dingin.

"Ya, kau benar." Ucap nya. Ia kembali menetralkan raut wajahnya. "Entah kenapa aku mengidolakan sosok caramel."

---

Di pagi hari, sekolah di hebohkan dengan kedatangan Rachel dan Arthur. Mereka berdua berboncengan ke sekolah, ada yang menduga duga bahwa mereka sudah balikan. Mengingat hubungan mereka membaik akhir akhir ini. Ada juga yang iri pada mereka.

"Lo ke kelas bareng gue." Ucap Arthur menahan rachel yang ingin berjalan duluan.

"Kita beda kelas." Ucap Rachel.

"Gue anter." Ucap Arthur.

"Nggak usah. Gue bukan anak kecil yang perlu di anter sampe ke kelasnya." Tolak rachel.

"Gue anter rachel." Ucap Arthur memaksa. Mau tak mau rachel meng iyakan. Percuma berdebat dengan Arthur itu, bawaan nya bikin emosi, ujung ujung nya gelud. Ia kan tak ingin gelut pagi pagi.

Di sepanjang keridor banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Banyak juga yang berbisik ke arah mereka, rachel jadi jengah sendiri.

"Heh, kalo mau ngomongin gue. Sini ngomong depan gue! Gak usah di belakang, cemen banget ngomong di belakang gue." Ucap Rachel yang langsung membuat siswa di seluruh keridor diam.

"Mentang mentang udah deket sama Arthur lagi, tingkah nya makin menjadi." Cibir perempuan yang membicarakan rachel tadi.

"Songong emang." Timpal temannya.

Rachel maju, ia melangkah tegas ke arah mereka. Tidak terburu buru, tapi tiap langkah yang ia ambil dapat terbilang cepat. Arthur hanya diam, membiarkan. Baginya rachel yang sekarang itu susah untuk di peringati, susah juga untuk di hentikan. Jadi ia hanya perlu diam kan.

"Nah gitu dong ada nyali, ngomong langsung depan gue. Tapi lo ngomongnya jauh banget jadi gue nyamperin lo deh. Enak kan, lo hemat tenaga, gak perlu susah susah nyamperin gue kesana."

Kedua gadis itu menatap heran ke arah Rachel. Bukan kah gadis itu akan memarahi mereka.

Seakan mengerti raut wajah mereka, rachel langsung berbicara. "Gue gak mau marah marah ko. Gue lagi gak mood buat bikin orang jadi breakdown. berhubung kalian udah lakuin apa yang gue bilang jadi gue gak marah." Ucap rachel tedengar sangat ceria.

Kedua gadis itu menganga, Rachel itu tidak bisa di tebak. "Udah ya, gue mau ke kelas buru buru nih. Gue tau kalian ngomongin gue kaya gitu tadi karna kalian pengen kaya gue kan? Tenang, berhubung gue lagi baik, jadi gue persilahkan kalian ada di posisi gue."

Rachel berbalik, menunjuk Arthur dengan tangannya. "Tuh anaknya lagi nganggur, mending samperin gih."

Setelah mengucapkan itu rachel langsung pergi tanpa memperdulikan mereka yang kaget dengan aksi rachel. Mereka benar benar tak habis fikir, kenapa rachel bisa segampang itu menyerahkan Arthur. Dan Arthur? Pria itu tak marah. Ia hanya terlihat kesal disana.

Wajah Arthur langsung masam ketika dua gadis itu menghampiri nya. Apalagi rachel, gadis itu malah pergi ke kelasnya tanpa dirinya. Sungguh Arthur sangat kesal.

"Arthur! Kamu makin hari makin ganteng aja tau."

Arthur tak tahu harus bagaimana, ia hanya menyentak kasar lengan gadis itu yang menyentuh dirinya. Ia menatap tajam keduanya.

"Gak usah jadi cewek yang gak tau malu di depan gue."

***

Transmigration Of Two Souls (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang