Sinar mentari mengintip dari balik tirai yang terhembus angin dari air conditioner. Mata bulat itu mengerjap, gegas bangun dan berbenah karena ada jadwal kuliah pagi.
Hewan peliharaan berwarna oren itu menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk Chelsea jabarkan. "Aku belum memaafkanmu, ya?" ancamnya sebelum berlalu.
Ia mengunyah makanannya dengan sesekali melirik tajam pada hewan buas yang kini mirip seperti kucing itu. Chelsea membuang muka, mengabaikan tatapan aneh yang hewan itu berikan padanya.
"Bibi Jane?"
"Iya, Nona?"
"Tuan Benedict tidak ada di rumah?"
"Tuan pergi pagi-pagi sekali, Nona. Sepertinya ada kepentingan mendadak."
Chelsea membulatkan bibirnya. Sebelum keluar ia sempatkan menghampiri Junior King yang seketika berdiri tegap. "Kau pasti kesepian karena majikanmu meninggalkanmu sendirian, kan? Rasakan! Kau akan sendirian di rumah besar ini." Ia menjulurkan lidahnya mengejek.
Hewan buas itu kembali terduduk sedih melihat kepergian Chelsea. Apakah hewan itu benar-benar merasa bersalah?
"Pak, siang nanti aku harus ke kantor instansi untuk pengajuan magang. Bolehkah?"
"Saya akan meminta izin untuk anda, Nona."
Chelsea mencibir, menendang kursi kemudi namun tidak sampai mengenainya. Meluapkan kekesalannya karena harus mendapatkan izin terlebih dahulu untuk sesuatu hal yang tidak seharusnya Benedict lakukan. Hei, dia bukan siapa-siapaku, catat.
"Kami akan mengantarkan anda, Nona."
"Tidak bisakah aku pergi sendiri?"
"Maaf, Nona. Itu di luar kuasa kami."
Chelsea semakin kesal, ia melipat tangannya dan memandang luar jendela. "Menyebalkan sekali pria bernama Benedict itu. Katakan padanya dia sangat menyebalkan!" hardiknya marah.
"Saya akan menyampaikan padanya, Nona."
"Heii.. aku hanya bercanda," cegah Chelsea panik. "Jangan katakan apapun padanya. Anggap aku tidak pernah menyebut namanya."
"Baik, Nona," balas pria itu, meskipun dari earphone kecil yang ada di telinganya masih terhubung yang berarti seseorang di seberang sana bisa mendengar ucapan Nona Muda di belakangnya. Ia hanya berharap bahwa seseorang di seberang sana tidak ada mengadu.
"Apa yang kau tertawakan, Bas?"
Bastian tersenyum tipis. "Sepertinya Nona Chelsea sedang membicarakan tentang anda, Tuan."
"Apa dia mengumpatiku?" tebak Benedict begitu paham.
"Maafkan saya, Tuan."
Benedict tersenyum tipis. "Biarkan saja gadis itu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Sebelum nyawanya benar-benar terancam."
"Baik, Tuan."
Benedict tersenyum samar, apa yang ia lakukan hanya secuil kehancuran yang Nadine lakukan padanya, membawa Chelsea dalam perangkapnya tidak termasuk dalam deretan masalah besar yang pernah ia lakukan. Benedict hanya menginginkan Nadine sadar akan siapa yang telah wanita itu permainkan dan wanita itu sudah salah dalam mencari lawan. Benedict yakin, Nadine akan keluar dengan sendirinya menyadari adik kesayangannya berada dalam genggamannya.
***
Chelsea makan dengan lahap, menikmati daging steak yang di sediakan sebagai makan siangnya oleh pelayan.
Ekor matanya menatap tajam pada Harimau anakan yang terus menatapnya sejak ia duduk di pantry. Benedict tidak mengizinkannya untuk makan di meja makan. Hanya sekali Chelsea makan di meja makan panjang dan mewah itu. Saat pertama kali datang ke rumah mewah itu, selebihnya ia memilih makan di meja pantry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
Ficción General(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...