56. Usai sampai di sini

638 51 1
                                    

"Ben, aku ingin bertemu dengan Nathalie," ucap Chelsea seakan teringat.

"Untuk apa?"

"Aku ingin tahu kenapa dia melakukan itu padaku."

"Apa kau akan memaafkannya jika dia meminta maaf padamu?" Benedict tengah menyelidik dengan sindiran.

Chelsea menggeleng. "Aku tidak akan memaafkannya, tapi.." ia sengaja menggantung kalimatnya.

Sebelah alis Benedict terangkat.

"Tapi, bisakah kau menemaniku, aku perlu penyemangat, hanya kau yang bisa menguatkan serta membulatkan tekadku untuk bersikap kejam," Chelsea melanjutkan, kedua sudut bibirnya terangkat membentuk cengiran.

Benedict menghembuskan nafas.

"Ben, apa kau mendapatkan pria itu?" tanya Chelsea lagi.

"Kenapa?"

"Aku sudah bersumpah akan memotong tangan pria itu yang sudah berani menyentuhku," Chelsea bertekad.

'Aku sudah melakukan sumpahmu,' Benedict membathin.

"Dia sudah salah memilih mangsa, kalau Kakek tahu, dia pasti akan mati. Padahal aku sudah katakan jangan menyentuhku kalau masih ingin hidup, tapi dia mengabaikan. Ah, apa aku harus melapor pada Kakek?" Chelsea mulai mengoceh.

Benedict melenggang pergi. "Buatkan kopi untukku," perintahnya seraya berlalu.

Chelsea mengikuti langkah Benedict. "Aku harus menelepon Luke, aku akan meminta dia menghabisi pria hidung belang itu," gumamnya pelan.

***

Benedict melepaskan bathrobe yang membungkus tubuhnya, ia memperhatikan lekukan tubuhnya dalam cermin besar di hadapannya, banyak bekas luka di sana, bekas luka tanda akan kekuasaan yang harus ia jaga, bekas luka tanda banyak nyawa yang harus ia pertahankan. Selain nyawanya sendiri, ia juga harus menjaga nyawa para bawahannya.

Entah sejak kapan ia menekuni pekerjaan mematikan itu, entah sejak kapan hati nuraninya mati jika harus menyiksa orang-orang yang mengganggunya, dan entah sejak kapan nyawa merupakan mainan menyenangkan untuknya.

Tidak ada satupun yang membuatnya takut, tidak ada satupun yang membuatnya gentar setelah kematian adik kandungnya, —Damien. Dalam pandangannya semua orang yang merusak atau mengganggu hidupnya harus ia singkirkan, siapapun itu.

Namun semua berubah sejak kehadiran seorang perempuan ceroboh yang memporak-porandakan hati dan hidupnya, Benedict tidak menepis rasa khawatir jika berkaitan dengan perempuan itu, Benedict tidak menepis rasa takut jika terjadi hal buruk dengan perempuan itu, dan ia juga tidak sadar sejak kapan perasaan khawatir terhadap perempuan itu hadir.

Semua yang tidak nyata seakan berputar di hidupnya, dan Chelsea yang perlahan membuat bayangan itu terasa nyata. Nyata dan membuatnya ingin memilikinya secara lebih, memilikinya seutuhnya. Tidak akan ia biarkan seorangpun menyentuh serta menyakiti miliknya.

Tok! Tok! Tok!

Bunyi pintu yang diketuk mengalihkan perhatian Benedict. "Katakan," ujarnya.

"Tuan, bagaimana dengan perempuan itu? Haruskah saya membawanya segera?" Bastian berbicara dari balik pintu.

Benedict membuka pintu usai memakai kemeja. "Jangan dulu, tetap awasi pergerakannya, Chelsea menginginkan bertemu dengannya," ucapnya seraya berjalan menuju meja kerja.

Bastian mengangguk.

"Dia sudah dipecat dari perusahaan?"

"Sudah, Tuan," Bastian menjawab. "Tuan, Tuan Christian menawarkan produk barunya untuk dipasarkan," ucapnya lagi.

"Kenapa dia tidak menemuiku di sini?"

"Tuan Christian saat ini sedang berada di Swiss, dia meminta anda bertemu dengannya di Los Angeles satu minggu lagi."

Benedict mengetuk jarinya di meja. "Bagaimana dengan Luke?" tanyanya lagi.

"Pertempuran itu sudah usai, tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang, Tuan Neron selamat."

"Mereka sudah kembali ke New York?"

"Sudah, Tuan. Dan sepertinya Tuan Neron akan meminta Nona Chelsea untuk pulang," Bastian segera membungkam mulutnya ketika menyadari perubahan ekspresi wajah majikannya.

Benedict membuka laci, mengeluarkan sebuah pistol dari sana, namun sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah benda kecil yang ia simpan di dalam sana, ia menyambungkan pada ponsel, dan suara rekaman itu terdengar.

"Ikuti semua perintah pria itu, jangan sampai dia mengetahui bahwa aku yang telah membunuh anak, cucu dan menantunya."

"Sampai detik ini dia mengira bahwa cucunya masih hidup, Tuan."

"Pria bodoh itu belum puas sebelum menemukan jasad cucunya. Neron bodoh."

Benedict dan Bastian saling tatap usai mendengar rekaman tersebut, itu adalah rekaman yang berhasil Chelsea dapatkan ketika menjadi perempuan penggoda untuk Fernandez.

"Apakah yang dimaksud adalah Nona Chelsea, Tuan?" Bastian berujar.

"Sepertinya memang begitu. Selama ini dia yang telah membunuh keluarga Neron, dan dengan bodohnya dia tidak menyadari bahwa perempuan yang menggodanya saat itu adalah cucu dari Neron, perempuan yang hampir ia lenyapkan," Benedict tersenyum samar. "Kita ke Amerika sekarang," perintahnya kemudian.

"Baik, Tuan," Bastian gegas melaksanakan perintah raja.

***

"Semua itu karena kau, Chelsea. Bukankah kau ingin peralihan dari Benedict yang tidak menyukaimu? Kau tidak tahu betapa bosannya aku mendengar kau merengek cinta dari seorang Benedict?"

Chelsea terkejut. "Apa kau bilang? Aku merengek cinta?"

"Ya, kau selalu membanggakan seorang Benedict yang luar biasa di hadapanku, aku muak, aku muak, Chelsea!"

"Aku tidak pernah ingin membahas tentang Benedict kalau kalian berdua tidak memancingku, semua berawal dari kalian yang selalu ingin tahu!" Chelsea turut menaikkan suara.

"Ya, karena terlalu mustahil untukmu bisa bersama dengan dia. Kau bahkan jauh lebih buruk dariku."

"Nath," Elsheva memperingati.

"Pekerjaan ilusi yang kau bicarakan, bagaimana bisa kau menjadi kaya raya kalau tidak merayunya, kau bisa keliling dunia, mendapatkan barang mewah, berlayar di kapal mewah. Apa yang telah kau lakukan sehingga bisa mendapatkan pria idaman seperti dia?!"

Chelsea mengatur nafas. "Apa kau iri denganku karena bisa mendapatkan seorang pria sempurna seperti Benedict?" ia sangat berharap bahwa bukan itu alasannya.

"Iya, dan aku menginginkan Benedict untuk diriku," ucap Nathalie pelan namun penuh keangkuhan.

Elsheva terkejut dengan pernyataan Nathalie, selama ini ia tidak pernah tahu yang sesungguhnya. Begipula dengan Chelsea yang terpaku di tempat mendengar apa yang ia anggap temannya ucapkan.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang