19. Kesepakatan

2.5K 265 13
                                    

"Selamat pagi, Nona Chelsea."

Sapaan dari seseorang membuat tubuh Chelsea yang masih terbalut selimut tebal berjengit, ia membuka matanya dan menyadari orang lain di dalam kamarnya. "Kau siapa?" tanyanya memperhatikan wanita asing itu dari atas hingga bawah.

"Saya Berta, Nona. Saya akan mengurus semua keperluan anda," jawab wanita itu menunduk hormat.

Kening Chelsea mengerut. "Apa Benedict yang memintamu?" tanyanya ragu.

Berta mengangguk. "Benar, Nona, Tuan Raymond yang meminta saya."

"Raymond?" ulang Chelsea, ia menggeser tubuhnya mendekat. "Apa kau tahu siapa nama lengkap Benedict?" tanyanya pelan.

Berta menggeleng. "Bahkan saya belum bertemu dengannya hari ini, Nona. Bastian yang memberitahu saya," jawabnya.

Chelsea menghela nafas. "Baiklah," ujarnya lesu.

"Anda ingin membersihkan diri, Nona?"

Chelsea mengangguk malas, ia turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi dibantu oleh Berta. Sebenarnya pria itu cukup baik, terbukti meminta seseorang untuk membantunya selagi ia tak bisa menggunakan kedua tangannya, tidak mungkin kan Chelsea akan bergantung pada Benedict ataupun Bastian untuk melakukan kegiatan wanitanya. Dan juga, sepertinya hanya karena terpaksa Benedict waktu itu mau membantunya melepas pakaiannya. Mengingat apa yang ia lakukan dengan Benedict kemarin membuat Chelsea menunduk malu.

***

Benedict meluaskan tatapan pada beberapa manusia yang tengah bersuka ria di sekelilingnya. Papan bulat besar di kelilingi beberapa orang yang tengah berjudi ditemani wanita bayaran, tawa riuh menggema ketika salah seorang dari mereka menjadi pemenang dan mendapatkan dollar juga beberapa perhiasan.

"Dia ada di sana, Tuan," ujar Bastian berbisik.

Benedict mengikuti arah tunjuk Bastian, berjalan menuju seorang pria yang tengah duduk di meja bulat dengan menghisap rokok, ia mengambil duduk di depannya.

"Mr. Raymond?" ucap pria itu tersenyum kecil.

Benedict bersender dengan melipat kakinya. "Mr. Anthony," balasnya.

Mr. Anthony menyodorkan sebungkus nikotin pada Benedict. "Aku menginginkan barang itu di kirim dalam minggu ini."

"Melalui jalur udara. Kau yang mengurus perjalanannya," balas Benedict menyelipkan rokok di bibirnya kemudian memetik korek api.

Mr. Anthony mengepulkan asap dari mulutnya. "Itu bukan masalah besar. Kapan?"

"Lusa," jawab Benedict yakin.

Mr. Anthony mengangguk. "Kau punya yang lebih bagus dari itu?"

Sebelah alis Benedict menukik.

Mr. Anthony mendekat. "Drugs," bisiknya.

Benedict tersenyum remeh. "Nothing."

Mr. Anthony mengangguk-angguk. "Sayang sekali, itu salah satu bisnis dengan untung besar," gumamnya.

"Sayang sekali aku belum tertarik," balas Benedict memetik putung rokoknya, ia beranjak. "Kesepakatan ini tidak bisa dibatalkan, itu adalah konsekuensinya," ujarnya.

Mr. Anthony berdiri. "Sesuai perjanjian," tanggapnya mengulurkan tangan.

Benedict menjabat tangan Mr. Anthony kemudian berlalu. Sedangkan Mr. Anthony tersenyum sinis memperhatikan Benedict yang perlahan menjauh. Ia merogoh saku jasnya mengeluarkan ponsel, mendial nomor seseorang. "Mereka akan mengirimkan barangnya lusa, segera urus semuanya," titahnya. "Jangan lupakan hadiahnya," imbuhnya menyeringai.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang