"Grace sudah ada di lokasi, Tuan."
Rahang Benedict mengeras. "Aku sudah curiga dengannya sejak meminta pengiriman jalur udara, ternyata pria brengsek itu sudah mempersiapkan semuanya," ia terkekeh sinis.
"Grace menelpon, Tuan," Bastian menyerahkan iPhone pada Benedict.
"Hm?" gumam Benedict menempelkan ponsel di telinganya. "Kau yakin tentang itu?"
Jari Benedict mengetuk meja mendengar laporan dari anak buahnya. "Baiklah, aku mengerti. Kau berhati-hati lah."
"Kita ke San Fransisco sekarang, Bas."
Bastian mengangguk gegas melaksanakan perintah mempersiapkan keperluan majikannya.
Benedict menghembuskan nafas panjang, ia tidak berminat atau belum berminat dengan bisnis narkoba yang dijalani salah seorang partner mafianya, namun pengiriman senjata tajam yang dipesan Mr. Anthony di salahgunakan oleh pria itu. Pria itu diam-diam memasukkan barang haram itu dalam pesawat yang melakukan pengiriman di daerah Eropa bagian timur, dan sialnya aparat kepolisian di sana mengetahuinya, mau tidak mau Benedict harus mengurus mereka.
Dan kini di tambah pemberitahuan dari Grace yang menyatakan ada hubungan antara Mr. Anthony dan Mr. Fernandez, entah itu berhubungan dengan pengiriman narkoba atau tidak, tapi kejadian terakhir kali perseteruannya dengan Mr. Fernandez tak bisa di anggap enteng bagi Benedict. Bajingan tua itu tidak akan pernah menyerah dan kalah, sama seperti dirinya.
Ekor mata Benedict memperhatikan gadis yang ia sandera berjalan pelan ke arahnya, kedua jemarinya saling bertaut menandakan gadis itu tengah gugup.
"Benn.." ujar Chelsea dengan degupan jantung yang luar biasa kencang seakan ingin melompat dari tempatnya. "A-aku akan membantumu, a-apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" imbuhnya tergagap, ia telah mencuri dengar pembicaraan Benedict dan Bastian di kapal, sungguh, ia tak sengaja.
Sebelah alis Benedict menukik tajam. "Apa yang kau inginkan sebagai imbalan?" tebaknya.
Chelsea menggigit bibir bawahnya. "Aku, aku hanya ingin tahu ada apa kau dengan kakakku, apa yang sebenarnya kalian rahasiakan dariku," jawabnya gugup, demi apapun ia telah bersabar selama ini untuk tidak mengetahui hubungan keduanya, namun ia merasa aneh dengan sikap kakaknya juga Benedict, ia tidak ingin menjadi orang bodoh karena tak mengetahui apapun tapi menjadi bahan percobaan keduanya.
Sudut bibir Benedict menyeringai, ia pikir gadis itu akan memintanya untuk dibebaskan. "Kau yakin dengan itu?"
Chelsea mengangguk-angguk.
"Kau akan melihat darah lebih banyak, dan aku tidak yakin bahwa kau akan selamat jika masuk ke dalamnya," ujar Benedict enteng.
Chelsea menelan salivanya, ia menggigiti bibirnya sendiri. "Aku yakin," jawabnya tegas, meskipun di dalam hati ia tak yakin, tapi sudah terlanjur, ia ingin semuanya berakhir, dengan mengetahui hubungan keduanya ia akan memikirkan cara berikutnya.
Benedict beranjak. "Ikut denganku," perintahnya.
*
Perjalanan yang panjang kembali mereka lewati menggunakan jalur udara, tiba di tempat tujuan langit sudah berubah warna keemasan.
Benedict melirik gadis disampingnya yang tengah gugup. "Kau tidak bisa kembali lagi, ini adalah keputusanmu."
Chelsea mengangguk. "Aku mengerti," balasnya yang tak juga bisa menghilangkan rasa gugup dan takutnya.
Memasuki kediaman pribadi miliknya, para bodyguard berkumpul untuk membahas rencana yang akan dilaksanakan malam itu, Benedict tengah serius menjelaskan apa saja tugas yang harus mereka lakukan, sesekali ia juga menunjuk pada Chelsea yang tengah meneguk air mineralnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...