20. Bidikan revolver

2.5K 246 9
                                    

Terhitung sudah seminggu Benedict membawa Chelsea ke negeri paman sam, mengurus segala keperluan juga kepentingannya, dan sekarang sudah saatnya ia kembali ke Indonesia. Ia menoleh ke sisi kirinya, memperhatikan jemari gadis itu yang tak lagi terbungkus perban.

Benedict tentu sadar bahwa gadis itu tengah gugup dan takut, ia juga tahu bahwa pikiran gadis itu sedang tidak ada bersama raganya. Mungkin saja gadis itu tengah memikirkan cara untuk membawa wanita ular itu ke hadapannya.

"Bagaimana pekerjaan Grace?"

Meski tak menyebutkan nama, Bastian tahu jika pertanyaan itu ditujukan Benedict padanya. "Dia sedang mengurus semuanya, Tuan. Pengiriman beberapa hari lalu lancar, mereka sudah menerima barangnya, dan sisa uang telah di transfer dalam rekening," terangnya.

Benedict mengangguk-angguk. "Aku ingin kau sendiri yang mengurus masalah pabrik yang terbakar setelah tiba di Indonesia. Aku akan mengurus yang lain. Dan Grace, setelah semua yang wanita itu lakukan, suruh dia kembali ke asalnya," tuturnya lagi.

Bastian menoleh sekilas, ia mengangguk. "Baik, Tuan.

Chelsea mencuri tatap pada pria di sampingnya yang tengah memejamkan mata, ia tidak menyangka bahwa Benedict memiliki masalah dengan pekerjaannya. Apa yang ia dengar tadi? Terbakar? Pabrik? Tak bisa Chelsea bayangkan bagaimana perasaan Benedict mendapati usahanya terbakar, meskipun ia tidak tahu bidang apa yang digeluti pria mengerikan itu.

"Bagaimana dengan Luke?" tanya Benedict tanpa membuka mata.

"Dia benar-benar marah, Tuan. Dia juga semakin murka saat mengetahui apartemen itu milik anda."

Benedict tersenyum sinis. "Tentu saja ia akan menggila, karena beberapa bulan yang lalu ia telah membeli beberapa unit kamar apartemen, dan sekarang bangunan itu telah rata dengan tanah."

Bastian membasahi tenggorokannya. "Tapi, Tuan. Bukankah —"

"Aku tidak sebodoh yang kau pikirkan, Bas. Pria itu tidak bisa menyentuhku melalui hukum, kau pasti tidak amnesia bahwa hukum takluk padaku. Dan kau tidak pernah tahu isi dari perjanjian yang telah ia tandatangani," potong Benedict terkekeh.

Punggung Chelsea seakan ditikam pisau tak kasat mata mendengar suara tawa pria di sampingnya, ia tahu bahwa tawa itu mengarah pada sesuatu yang berbahaya berujung nyawa. Lihatlah, bahkan pria itu tidak segan menghancurkan gedung apartemennya sendiri untuk melawan musuhnya, Chelsea menelan salivanya ketika tenggorokannya benar-benar kering. Bagaimana caraku membawa Nadine bertemu Benedict? Ia menggigit bibirnya resah.

Sebuah kendaraan berwarna hitam tiba-tiba menyelip dan menghadang kendaraan milik Benedict, suara decitan ban bergesek dengan aspal terdengar nyaring.

"Fuck!" umpat Benedict marah.

"Kita mendapatkan kejutan, Tuan," lapor Bastian menyadari siapa yang turun dari kendaraan di depannya.

Chelsea melirik takut saat Benedict dan Bastian keluar dari mobil, bisa ia lihat seorang pria yang diperkirakan berumur lebih dari setengah abad turun dan menghampiri Benedict.

"Apa yang kau inginkan, Mr. Fernandez?" tanya Benedict ketus, ia masih ingat kekalahannya dalam permainan domino.

"Apa kau akan kembali ke Asia?"

Benedict memutar bola matanya jengah. "Sebelumnya, iya, tapi sekarang kau menunda perjalananku," sindirnya.

Fernandez terkekeh. "Aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan padamu."

Benedict berdecih, meskipun ia tahu bahwa Fernandez merupakan pria licik dan kejam, tapi Benedict masih berusaha baik dengannya, jika saja ia tidak membutuhkan barang-barang itu, Benedict tidak akan sudi berbasa-basi dengan pria tua itu.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang