Terhitung sudah tiga hari Chelsea dalam kediaman Christian, selama itu pula ia tak berani keluar kamar, dan Christian entah sudah berapa kali membawa seorang wanita untuk ia kencani.
Chelsea bukan gadis polos yang tak tahu apa yang mereka lakukan di luar kamarnya, dan bukan hal tabu melakukan hubungan suami istri di negara tersebut, dan ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Dan hari ini, ia memberanikan diri keluar kamar untuk mengisi perutnya yang terus berbunyi minta di isi nutrisi. Ia berjalan mengendap-endap seperti pencuri menuju pantry, aroma masakan lezat menembus penciumannya.
"Hai," sapa Christian menoleh kehadiran Chelsea di belakangnya.
Chelsea terkesiap. "H-hai," balasnya kaku.
"Kau kelaparan? Sebentar lagi aku selesai memasak."
Chelsea tertegun, ia tak pernah tahu makanan yang selama tiga hari ia masak adalah hasil masakan pria itu sendiri, dan ia sama sekali tak menyangka pria sekelas Christian dan Benedict piawai menggunakan peralatan dapur, sangat jarang sekali, terlebih seorang Christian adalah playboy kaya yang bisa sekali tunjuk untuk mendapatkan semua keinginannya, sama seperti Benedict. Sebagai wanita Chelsea merasa kerdil.
"Kau asli Indonesia?" tanya Christian meletakkan piring berisi makanan pada gadis di depannya.
Chelsea mengangguk pelan.
"Apa hubunganmu dengan Benedict?"
Chelsea bergeming, selain sebagai sandera memang apa lagi hubungan mereka.
"Oh, kau mempunyai rambut coklat?" Christian terkejut setelah meneliti lebih lekat bahwa rambut gadis itu berwarna coklat.
Chelsea menyentuh puncak kepalanya, semua karena ia terlalu lama berada dalam lingkup kehidupan Benedict, sehingga ia tak sempat ke salon untuk mengecat rambutnya menjadi hitam. Tidak ada yang tahu rambut aslinya adalah coklat, sejak kecil orangtuanya akan mengecat rambutnya menjadi hitam, dan ketika dewasa Nadine yang selalu mengingatkannya untuk mengecat warna dua bulan sekali, karena sekarang wanita itu entah dimana, tidak ada yang mengingatkannya.
"Sepertinya kau cocok dengan warna coklat, kenapa kau mengecatnya?"
Chelsea terdiam, pria di hadapannya entah memang cerewet atau sedang menginterogasinya. "Tidak," jawabnya kemudian.
Christian mengunyah makanannya seraya memperhatikan Chelsea lebih lekat. "Wajahmu Asia tapi kau mempunyai rambut berwarna coklat, darimana kau dapatkan keturunan rambut coklat?"
Chelsea benar-benar tak nyaman dengan bahasan Christian. "Ayah dan ibuku asli Indonesia," ia beranjak. "Terimakasih makanannya," imbuhnya gegas masuk ke dalam kamar tak lupa mengunci pintunya.
Christian tersenyum tipis memperhatikan gadis penghuni ruang pribadinya itu, sejujurnya ia tak menyukai gadis Asia, ia lebih suka gadis dengan rambut pirang dan wajah bule, namun wajah Chelsea yang sangat Asia dengan rambut coklat membuat penilaiannya tentang gadis Asia berubah.
"Apa aku boleh menyentuhnya?"
"Jika dia mau disentuh olehmu."
Christian terkekeh mengingat pembicaraannya dengan Benedict tentang Chelsea. "Dia menempatkan gadisnya di dalam kandang bad boy," gumamnya menggelengkan kepala.
***
Chelsea yang mempunyai masalah dengan lambung mengikuti Christian keluar hunian dan menuju rumah sakit yang ada tepat di bawah rumah milik pria itu.
"Kau yakin ingin pergi sendiri?" tanya Christian yang sudah rapi dengan setelan celana jeans robek juga jaket denimnya, tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
Fiction générale(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...