45. Dia adalah kelemahanku

1.3K 78 11
                                    

"Nona?"

Chelsea menoleh saat seseorang memanggilnya.

"Anda perlu sesuatu?"

"Aku tidak bisa tidur," Chelsea sudah mencoba memejamkan mata menunggu mimpi menyambut, namun sudah hampir mencapai tengah malam, matanya sama sekali tidak bisa terpejam. Untuk itu ia memutuskan untuk keluar kamar dan duduk di pantry.

"Apa mungkin anda lapar? Tuan meminta saya menyediakan makanan untuk anda, Nona."

"Benedict berkata seperti itu?" Chelsea meragukan.

"Benar, Nona. Kalau anda bersedia saya akan menghangatkannya untuk anda."

Chelsea menggeleng. "Tidak perlu, aku belum lapar. Terimakasih sebelumnya."

"Itu sudah pekerjaan saya, Nona."

"Kau istirahatlah, ini sudah larut. Aku akan melakukannya sendiri nanti," Chelsea tidak ingin maid tersebut terbebani atas dirinya.

"Kalau begitu saya permisi, Nona."

Chelsea mengangguk saja. 'Apa benar Benedict meminta maid menyediakan makanan untukku yang biasa terbangun tengah malam?' ia seakan menyangkalnya. Itu sangat mustahil.

Benedict tidak ada di rumah, pria itu sudah pergi sejak pagi. Diketahui dari Bastian bahwa Benedict tengah melaksanakan misi besar. Chelsea paham apa yang dimaksud misi besar, ia paham pekerjaan yang ditekuni Benedict beserta keluarganya. Namun ia merasa khawatir, ia takut terjadi hal buruk pada Benedict. Ia mulai merasakan takut terjadi hal buruk pada pria itu, mungkin itu sebabnya ia tidak bisa terpejam.

Dimana Benedict? Bagaimana keadaannya? Bagaimana situasinya? Chelsea terbenam oleh pikirannya sendiri yang khawatir akan keselamatan pria itu. Sebelumnya ia tidak takut jika pria itu terluka, namun sekarang, ia sangat khawatir, mungkin itu karena perasaannya yang semakin dalam.

Chelsea mendial nomor seseorang. Ia melakukan video call lintas internasional.

"Aku sudah mengira kalau kau merindukanku," sebuah suara dari seberang menyeru.

Chelsea mencibir.

"Kau terlihat buruk tanpaku, Sea. Pria itu menyakitimu?"

Chelsea mendesah. "Bagaimana kabar Kakek?" alih-alih menjawab pertanyaan konyol sepupunya, Chelsea memilih mengganti topik.

"Kau meneleponku menggunakan sambungan internasional hanya untuk menanyakan kabarnya?" Luke mengejek. "Mau ku beri saran? Sebaiknya kau jangan menanyakan hal itu. Kakek tua itu saat ini tengah bermain dengan para perempuan yang menggilai uang."

"Lalu bagaimana denganmu? Kau mencicipi salah satunya?" Chelsea terlalu hafal tabiat mesum sepupunya.

Luke tertawa. "Aku mencintai, Sea."

"Fuck you," balas Chelsea sebal. "Luke, bagaimana pekerjaanmu?" tanyanya kemudian.

Tatapan Luke menyelidik. "Raymond meninggalkanmu?" tebaknya.

Chelsea ingin sekali mempunyai otak cerdas sepupunya itu. Kenapa Luke bisa langsung mengerti apa yang dimaksudkan olehnya. "Tidak ada yang ditinggalkan," ia meralat.

"Ekspresimu seperti orang yang kesepian ditinggal sang kekasih," Luke tengah meledek.

"Shut up, Luke," Chelsea mulai kesal.

Luke tertawa. "Tengah malam kau meneleponku hanya untuk membahas Raymond yang tidak pantas untukmu? Huh! Aku terluka, Sea."

"Kau sangat menyebalkan, Luke," Chelsea menekuk wajahnya lesu.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang