Sudah menjadi rutinitas tiap pagi dan malam Chelsea membuatkan kopi untuk Benedict. Sudah terhitung selama enam hari. Meskipun Chelsea akan merasakan perasaan takut tiap kali menghidangkan kopi untuk Benedict. Tapi beruntung bahwa pria itu tidak pernah protes yang berarti rasa kopi yang diraciknya tidak berubah.
Pernah suatu hari ia bertanya kenapa Benedict tidak menikmati kopi dari mesin kopi. Bibi Jane mengatakan bahwa pria itu lebih menyukai kopi manual, dan sekarang tugas itu dilimpahkan pada Chelsea.
Setelah meletakkan kopi di atas meja, Chelsea menghampiri Bastian yang tengah merapikan berkas di meja. "Bastian."
"Ya, Nona?"
"Sepertinya hari ini aku akan pulang larut."
"Kemana anda akan pergi, Nona?"
'Orang ini, kenapa selalu tahu apa yang akan aku lakukan?' gerutu Chelsea kesal. Ia menggigit bibir dalamnya. "Aku akan menonton bioskop dengan teman magangku," jawabnya ketar-ketir. Ia hanya berani bertanya pada Bastian. Selama ini Chelsea belum pernah terlibat percakapan dengan Benedict.
"Bagaimana dengan kopi Tuan ketika pulang kerja?"
Chelsea mendengus. 'Itu sebabnya aku bertanya padamu, bodoh!' "Apa aku bisa libur satu hari?"
"Tuan tidak akan menyukainya, Nona. Beliau tidak suka di nomor duakan."
Chelsea bersungut. 'Memangnya siapa yang menomor duakan? Aku hanya ingin menonton bioskop dengan teman-temanku!' Menghembuskan nafas pasrah. "Baiklah, aku mengerti."
Chelsea beranjak merapikan keperluannya yang akan ia bawa ke kantor tempatnya magang. Hingga kemudian ia teringat sesuatu. "Kenapa aku tidak memikirkan sebelumnya." Gegas ia berjalan cepat menuju dapur. Tidak ada Benedict di meja makan, yang berarti pria itu sudah berangkat kerja.
"Bibi, nanti aku pulang malam. Ini sudah aku siapkan racikan kopi untuk Tuan. Kau tinggal menambahkan air panas nanti." Briliant bukan idenya. Dengan begitu ia bisa menikmati waktunya untuk menonton bioskop. Haha. Aku memang cerdas.
"Tapi, Non."
"Aku sudah bertanya pada Bastian. Dia membiarkan aku mencari solusi sendiri."
Pelayan itu nampak ragu.
"Aku berangkat dulu, Bi." Mengabaikan raut wajah khawatir sang pelayan. Chelsea menepuk pelan lengan sang pelayan dan segera berlalu.
***
Chelsea merasa janggal melihat bodyguard yang menemaninya sepanjang waktu kini tinggal dua orang. Karena biasanya ada sekitar lima orang dengan mobil yang berbeda.
Memilih mengabaikan, puas menonton bioskop bersama Elsheva dan Nathalie Chelsea memilih masuk ke dalam mobil, menyenderkan kepalanya dan memejamkan matanya.
Mobil berbelok dan berhenti untuk mengisi bahan bakar.
"Pak, saya ke toilet sebentar."
"Baik, Non."
Tidak merasakan keanehan dan kecurigaan apapun, Chelsea menuntaskan kewajibannya di dalam toilet dan berkaca merapikan diri sebelum keluar. Namun ketika keluar dari toilet ia memekik tertahan merasakan seseorang membekap mulutnya, detik berikutnya ia sudah tak sadarkan diri.
***
"Tuan, mereka membawa Nona Chelsea." Bastian melaporkan aduan dari bodyguard yang menjadi sopir Chelsea selama ini.
"Biarkan saja. Mereka akan mengetahui bahwa gadis itu bukanlah kelemahanku." Benedict sama sekali tak khawatir mengetahui mesin pembuat kopinya berada dalam genggaman tangan orang-orang yang ingin menghancurkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...