43. Kebebasan semu

1K 85 5
                                    

Mendapatkan izin keluar bukankah hal yang mudah didapatkan, dan ketika anggukan kepala yang berarti boleh dari seorang Benedict tidak disia-siakan oleh Chelsea. Ia gegas keluar dengan didampingi seorang sopir yang merangkap sebagai bodyguard. Jangan memperlambat waktu, ia khawatir jika Benedict akan berubah pikiran. Mengenai tujuannya, ia akan pikirkan selama perjalanan.

"Aku kehilangan nomor ponsel Nathalie dan Elsheva," Chelsea terlihat murung. Namun detik berikutnya ia tersenyum. "Ke kampus saja," ah, ia memang pintar.

Tiba di kampus yang pernah menjadi tempatnya menuntut ilmu, Chelsea meluaskan tatapan mencari dua sahabatnya itu. Ia yakin Nathalie dan Elsheva akan terkejut melihatnya. Entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu, apakah kedua temannya justru tidak lagi mengenalnya.

"Itu Elsheva," Chelsea tampak riang. Ia membuka pintu mobil dan berteriak, "Elsheva!!"

Elsheva yang merasa dipanggil mencari sumber suara, ia menajamkan penglihatan pada seorang perempuan yang melambaikan tangan. Kedua netranya membulat. "Chelsea?"

Chelsea berlari dan memeluk tubuh Elsheva yang terpaku. "Aku sangat merindukanmu, Els," tuturnya serius.

Elsheva masih membeku. "Apa aku bermimpi? Tapi bukankah hantu takut dengan sinar matahari?" gumamnya.

Chelsea menarik diri. "Hei, aku masih hidup," protesnya sebal.

Elsheva berkedip. "Sudah berapa bulan kau menghilang? Aku mengira bahwa kau sudah mati," terselip nada ejekan di dalam kalimatnya.

"Banyak hal terjadi, banyak hal terlewati. Tapi aku masih hidup, aku baik-baik saja."

Elsheva mencubit keras lengan Chelsea.

"Auwhh..." Chelsea meringis sakit.

Pria yang merangkap sebagai sopir dan juga bodyguard menghampiri. "Dia menyakiti anda, Nona?" tanyanya dengan sorot mata tajam.

Chelsea menggeleng. "Tidak, dia temanku, kami hanya bercanda," ujarnya menenangkan.

Elsheva terkejut, bahkan hingga pria asing itu kembali ke sisi mobil ia masih terdiam.

"Els?" Chelsea menginterupsi temannya yang terdiam. "Elsheva!"

Tubuh Elsheva berjengit. Memperhatikan Chelsea di hadapannya ia kembali tersadar. "Kau kemana saja? Hah! Aku setengah mati mencarimu kemana-mana. Lebih gilanya lagi, aku mendaftarkanmu ke daftar orang hilang di kepolisian. Kau tidak tahu bagaimana khawatirnya aku dan Nathalie mencarimu, brengsek!" Elsheva sungguh melakukan hal itu, ia terlampau khawatir dengan keadaan Chelsea yang hilang bak ditelan bumi. Dan sekarang setelah berbulan-bulan lamanya temannya itu tiba-tiba datang bagai hantu tidak diundang.

Chelsea membawa Elsheva ke dalam pelukan. "Maafkan aku, Els. Keadaanku benar-benar rumit," sesalnya haru.

Elsheva menarik nafas menenangkan diri, ia mengusap ujung matanya yang basah. Ia terharu karena pada akhirnya temannya itu baik-baik saja di hadapannya. "Kau ingin bertemu Nathalie, dia sekarang bekerja di tempat magang yang dulu."

"Tempat magang?"

Elsheva mengangguk. "Kau jangan berfikir bahwa kita belum sidang skripsi. Kalau seandainya hari ini aku tidak ada keperluan di sini, kau tidak akan bertemu denganku," ia tengah menyindir.

Chelsea tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Ayo kejutkan dia," ajaknya menarik lengan Elsheva.

Di mobil. Elsheva memperhatikan sopir pribadi Chelsea, ia mendekatkan tubuhnya. "Chels, siapa dia?" bisiknya pelan.

Chelsea turut berbisik, "Dia sopirku."

"Bukankah dia terlalu posesif sebagai sopirmu?" Elsheva semakin merendahkan volume suaranya.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang