Hari terus berjalan, bulan tidak pernah berhenti berputar dan bersinar terang di pertengahan tanggal, matahari tidak pernah berhenti untuk memancarkan cahaya, dan bumi yang tidak pernah berhenti untuk memberikan keteduhan. Nyatanya semua yang kita lakukan pada bumi sangat berefek serius, bukan hanya bumi yang memberikan keteduhan, makhluk hidup terkadang juga memberikan keteduhan dan kehidupan untuk bumi walau kadang kala lebih banyak keluhan yang dirasakan sang planet jika seandainya ia bisa bicara.
Perihal hunian, perempuan berambut yang kini sepenuhnya berwarna coklat tidak jua membuka mata saat kemewahan terpampang nyata di hadapannya. Ia masih belum tersadar dan menyadari hidupnya bukan lagi perempuan sebatang kara yang tinggal di sebuah rumah sederhana, kini ia tinggal di sebuah istana mewah, bahkan kamar yang ia tempati sejak satu bulan yang lalu mempunyai ruang yang sangat luas. Perempuan itu masih terlelap tidak menunjukkan reaksi apapun, walau hampir setiap detik akan ada beberapa pelayan yang mengurus hidupnya, ada dokter yang setiap hari mengontrol kesehatannya, ia masih merasa nyaman dalam tidurnya.
"Sudah satu bulan berlalu kenapa dia tidak kunjung membuka mata?" Neron nampak lelah menantikan sang cucu yang tidak kunjung sadar sejak ia membawanya ke Amerika.
"Dia sudah merespon dengan gerakan kecil pada jarinya, saya juga sangat berharap dia akan segera siuman," balas sang dokter yang tengah melakukan pengecekan.
Neron menarik nafas dalam. "Aku percaya padamu, untuk itu aku tidak membawanya ke rumah sakit lain."
Dokter tersebut mengangguk. "Sadarlah, Nona. Kakek anda sangat menghawatirkan kondisi anda," ujarnya pada tubuh Chelsea yang terlelap. "Anda beruntung bisa bertemu dengannya, Tuan."
Tatapan Neron melayang jauh, teringat masa dimana rumah anak dan menantunya terbakar habis. Ia tidak tinggal diam, ia tidak percaya begitu saja saat media memberitakan penyebab kebakaran adalah konsleting listrik, Neron meminta orang-orangnya guna mencari tahu siapa dalang kebakaran tersebut, dan nyatanya orang tersebut adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai pembantu di rumah Valencia dan Fabrizio.
Neron gegas mencari keberadaan dua orang tersebut, tidak butuh waktu lama, ia menemukan keduanya dan langsung menghabisi nyawa mereka saat mereka membisu perihal cucunya. Nyatanya pasangan suami istri tersebut mempunyai seorang anak yang entah kenapa kala itu sangat sulit Neron lacak keberadaannya.
Neron mendesah. "Ya, Tuhan masih berbaik hati padaku. Dia cucu perempuanku satu-satunya, aku tidak akan membiarkan dia terluka bahkan jika itu hanya seujung jari," balasnya.
Luke masuk ke dalam ruangan tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. "Kek, ada yang perlu aku urus di Indonesia," ujarnya.
Neron menoleh sekilas. "Kejutan apa lagi yang telah kau persiapkan?" sindirnya.
Luke terkekeh. "Tidak ada, aku hanya ingin pamer."
"Ada hubungan apa dia dengan Sea?"
"Hanya sebatas sandera yang diistimewakan," Luke mengangkat bahunya.
"Jangan libatkan Sea dalam rencanamu, Luke," Neron memperingati.
"Kau tenang saja, Kek," balas Luke menghampiri Chelsea serta menepuk pelan tubuhnya yang terbalut selimut. "Saat aku kembali kau harus sudah sadar, Sea, agar aku bisa berpamer pada seseorang," kekehnya.
Neron memukul kepala Luke.
"Ashh.." Luke meringis mengusap kepalanya. "Apa salahku?" protesnya.
"Kau pergi saja sana, bawakan aku wanita Asia saat kembali," Neron berujar.
Luke mencibir. "Dasar Kakek tua," oloknya gegas berlalu sebelum tongkat ajaib milik kakeknya melayang mengenai kepalanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...