Benedict mengarahkan ujung revolver pada bagian perut Chelsea, namun tak ada yang tahu bahwa perlahan fokus mata revolver itu ada ujung sepatu milik gadis itu.
"Desert Eagle, kau akan mendapatkan mangsa malam ini," ujar Benedict menyeringai.
Ujung bibir Fernandez tersungging, ia juga tahu bagaimana menyakitkan jika itu mengenai tubuhnya, namun ia telah menyiapkan semuanya.
Dorr!!
Tepat saat Benedict menembakkan peluru, sebuah api muncul di depannya. Benedict segera menghindar saat ia sadar Fernandez menarik pelatuk sebelum pria itu pergi. Tatapan matanya menyadari seorang gadis yang tengah tergeletak di tengah kobaran api. Ia yang awalnya berjalan pelan kemudian berlari menghampiri, ia tersenyum samar melihat bahwa pelurunya mengenai sasaran.
Benedict mengangkat tubuh Chelsea dalam gendongan bridal, membawa tubuh gadis itu melewati kobaran api yang menyala-nyala.
Di seperempat kesadarannya, Chelsea melihat wajah ditumbuhi rambut halus di sekitar rahang tegas itu, tatapan dingin yang dipancarkan pria itu membuatnya merasa aman, wajah dingin pria itu perlahan meluruhkan perasaan was-was akan keselamatan nyawanya sendiri. "Benn.." gumamnya begitu lirih, sebelum gelap benar-benar menyelimutinya.
***
Chelsea merasakan kepalanya pening, saat ia membuka mata, seluruh tatapannya seakan berputar-putar, kemudian ia gegas beranjak dari posisi tidurnya merasakan perutnya bergolak, sesuatu ingin keluar.
"Kau—"
Chelsea mengangkat kelima jarinya membungkam kalimat Benedict, ia gegas berlari menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, pakaiannya masih sama saat ia gunakan semalam, mengingat semalam, Chelsea berjongkok menyingkap gaunnya, bernafas lega saat tak melihat kulitnya terluka.
'Tapi, bukankah semalam..'
"Aku akan menagih janjimu untuk menjadi santapan hewan peliharaanku," ancam Benedict melirik pada Chelsea yang berdiri di dalam toilet dengan pintu terbuka, kemudian ia berlalu.
Chelsea mendesah berat. Baru saja ia bisa bernafas lega saat pria tua itu tak menjamah tubuhnya, namun sekarang justru hewan pemakan daging yang akan melakukannya. "Apa aku benar-benar akan mati?" gumamnya parau pada cermin di depannya.
***
Menempuh waktu berjam-jam di udara, akhirnya mereka tiba di bandara Internasional Indonesia. Chelsea tak lagi mengalami mabuk udara, karena yang ia lakukan hanya tidur sepanjang perjalanan, ia benar-benar lelah, lelah dengan kejadian-kejadian buruk yang menimpanya selama di negeri Paman Sam. Ia juga tengah memikirkan cara agar tidak menjadi santapan harimau peliharaan Benedict.
Chelsea yang tak tahan dengan panggilan alamnya meminta izin untuk ke toilet, tentu saja ada dua orang bodyguard yang menunggunya di depan pintu toilet wanita.
Persetan dengan tatapan aneh orang-orang yang melihatnya, Chelsea tak peduli, karena yang ia pedulikan sekarang adalah nyawanya sendiri, entah kapan pria mengerikan itu akan mencabut nyawanya.
Chelsea membasuh wajahnya dengan air kemudian menarik tisu dan mengelap wajahnya, menatap pantulan dirinya di cermin, hingga seseorang keluar dari bilik toilet membuatnya tertarik, tertarik karena pakaian wanita itu yang tertutup juga topi yang menutupi wajahnya.
"Chelsea.."
Tubuh Chelsea berjengit saat wanita yang baru saja ia bicarakan menyebut namanya. "Kau mengenalku?" tanyanya memastikan.
Wanita itu membuka topinya sedikit. "Ini aku."
Bola mata Chelsea membulat. "Nadine?" pekiknya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...