"Tuan, pengaruh obat penenangnya akan habis beberapa menit lagi."
Benedict menghembuskan nafas pelan, sejak beberapa menit yang lalu ia duduk di sebuah kursi memperhatikan Chelsea yang tergeletak tak sadarkan diri di dalam kandang Harimau. "Buka pintunya," perintahnya yang segera di laksanakan seorang bodyguard.
Benedict menghampiri tubuh Chelsea, mengangkat dan membawanya dalam gendongan bridal. Tepat ketika ia menginjakkan kaki keluar kandang, hewan buas yang tidak lagi terpengaruh obat penenang itu mulai bangkit berdiri dan berjalan di sekitar kandang.
Sebelumnya Benedict telah meminta Bastian menyuntikkan obat penenang pada Harimau peliharaannya, sengaja pula ia memasukkan Chelsea ke dalam kandang Harimau agar gadis itu sadar kalau ancamannya memang nyata dan tidak lagi berfikir untuk kabur darinya.
Meletakkan tubuh Chelsea di atas kasur, Benedict duduk di tepi dipan memperhatikan wajah pucat penuh airmata itu. Tangannya terulur untuk menyelipkan anak rambut yang menutupi wajahnya. Ia teringat panggilan yang Chelsea ucapkan padanya, gadis itu menyebut namanya. Ia tidak mengizinkan orang lain menyebut nama depannya saja. Ia tidak suka. Apa yang baru saja dilakukan Chelsea sedikit mengusik pikirannya.
Menyelimuti tubuh Chelsea hingga batas dada, setelahnya Benedict keluar ruangan. "Bantu dia bergantian pakaian dan bersihkan tubuhnya," titahnya pada pelayan yang berdiri di depan pintu.
"Baik, Tuan."
Benedict menghampiri Bastian yang sudah siap di depan mobil serta membukakan pintu untuknya. "Kita berangkat sekarang."
"Baik, Tuan." Bastian memberi isyarat pada para bodyguard agar segera mengikutinya.
Di dalam mobil, Benedict menyenderkan kepalanya mendongak dengan mata terpejam. Sebelum ia pergi guna menyelesaikan misinya, ia harus memastikan bahwa gadis dalam kediamannya tidak akan berulah. Sebab itu ia memberi sedikit pelajaran untuk Chelsea. Benedict yakin setelah ini gadis itu tidak ingin bahkan tidak akan pernah mempunyai pemikiran untuk kabur darinya.
***
"Kau sudah membawa mereka ke tempat kita, Bas?" Benedict membuka percakapan dalam suasana mobil yang sunyi. Ia tiba di sebuah negara setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam menggunakan jalur udara.
"Sudah, Tuan."
"Bagus, kita ke pabrik terlebih dahulu. Aku ingin melihat seberapa parah kerusakannya."
"Baik, Tuan."
*
Benedict terdiam menatap bangunan yang sudah ia bangun hampir setengah hidupnya kini hancur tanpa sisa. Cukup beruntung karena sisi gedung bagian bahan tidak hangus terbakar. Hanya bagian produksi yang ludes. Meskipun begitu ia sudah cukup rugi puluhan milyar.
"Korban luka mencapai dua puluh, sedangkan tujuh meninggal, Tuan," lapor seorang pria yang mempunyai tanggung jawab atas pabrik tersebut.
"Tanggung seluruh biaya pendidikan keluarganya hingga jenjang sarjana bagi mereka yang kehilangan nyawa. Dan berikan santunan yang layak bagi mereka yang terluka."
Pria berwajah asia itu mengangguk. "Baik, Tuan."
"Untuk sementara pindahkan bagian produksi pada gedung D berdampingan dengan bagian pengemasan. Untuk gedung bahan biarkan saja. Bas, perbanyak keamanan. Segera bereskan kekacauan ini."
"Baik, Tuan."
Seorang pria menghampiri dan berbisik sesuatu pada Bastian.
"Tuan, kita sudah menemukan seorang lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...