Chelsea terdiam menekuk lututnya di atas kasur, sebuah pesan email yang ia dapat dari laptopnya membuatnya terus berfikir.
Buatlah dia jatuh cinta padamu.
Kalimat itu masih berputar di kepalanya. Bagaimana bisa ia membuat seorang Benedict jatuh cinta padanya? Bahkan ia sendiri sebagai makhluk normal yang menyukai lawan jenis harus berfikir dua kali untuk menyukai pria kejam itu. Meskipun tidak bisa ia pungkiri sering mendapatkan degupan aneh di dalam dadanya tiap menatap pria itu. Entah itu degupan ketakutan atau yang lainnya.
Lalu, apa sebenarnya tujuan Nadine memintanya membuat seorang Benedict mencintainya. Bukankah seharusnya ia memikirkan cara mengeluarkan dirinya dalam penjara mewah itu?
Jemarinya mengusap luka baret di lengannya akibat terjatuh bersama Benedict malam itu. Chelsea tidak tahu apa yang terjadi setelah ia pingsan. Ia tidak seberani itu untuk bertanya. Lagi pula sepertinya tidak ada satupun yang mau memberitahukan padanya.
"Kenapa dia tidak kembali ke Indonesia? Nadine sialan!" gerutu Chelsea kesal. "Apa dia tidak berfikir kalau aku menggali kuburanku sendiri jika meminta seorang Benedict jatuh cinta padaku? Huh! Bedebah sialan!"
Memilih beranjak, Chelsea menghampiri kaca jendela dan melihat seorang wanita yang pernah ia lihat sebelumnya tengah berbicara dengan seorang bodyguard. Wanita itu menatap ke arahnya, Chelsea kembali menemukan tatapan dingin dari kedua netra itu. Ia berbalik memilih keluar kamar. Mencari satu-satunya makhluk hidup yang bisa diajak bicara.
"HAHAHAHAHA!!"
Suara tawa yang seratus persen tidak disebabkan oleh hal lucu menggema sesaat Chelsea membuka pintu kamarnya. Tawa itu justru membuat seluruh tubuh Chelsea merinding. Ia urung melangkah menuju lemari es karena tenggorokannya terasa kering. Ia takut bertemu pemilik suara sekaligus pemilik rumah, tapi ia sangat kehausan.
Chelsea berjalan tergesa hingga tak menyadari seseorang muncul di hadapannya.
"Aduh.."
"Maaf, maafkan aku," sesal Chelsea menyadari wanita yang dilihatnya dari jendela yang ia tabrak.
Grace menatap Chelsea dari ujung rambut hingga ujung kaki, kemudian kembali lagi. "Menyusahkan!" desisnya pelan kemudian berlalu.
Kening Chelsea mengerut, tak paham dengan apa yang diucapkan wanita itu.
"Bibi Jane, siapa wanita itu?" tanya Chelsea seraya menuangkan air dalam gelas.
"Yang bersama Tuan?"
Chelsea mengangguk.
"Dia Nona Grace."
"Pacarnya?"
Bibi Jane menggeleng. "Tidak tahu, Non. Tapi sepertinya bukan. Nona Grace salah satu orang kepercayaan Tuan."
Chelsea membulatkan mulutnya.
"Kau!"
Brrfffff!!!
Kedua bola mata Chelsea melotot hampir keluar menyadari siapa yang mengejutkannya, terlebih siapa yang menjadi korban bekas minuman yang berasal dari mulutnya. Ya Tuhan.. mati aku.
"Apa yang kau lakukan?!"
Bukan, itu bukan suara Benedict, tapi Grace.
"Ya Tuhan.. maafkan saya, saya tidak sengaja, Tuan.." Chelsea pias, ketakutan setengah mati melihat keterdiaman Benedict.
"Kurang ajar!" teriak Grace murka, hendak membantu mengusap wajah Benedict namun segera ditepis oleh sang empu.
"Saya tidak sengaja, saya bersumpah," Chelsea mengangkat kelima jarinya di sisi kepala, jantungnya sudah berdegup tak normal di dalam sana. "Maafkan saya, Tuan," imbuhnya dengan suara bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea : I Want You (End)
General Fiction(18+) Kehidupan Chelsea berubah sejak seorang pria asing membawanya paksa ke sebuah rumah mewah dengan fasilitas lengkap. Entah apa yang mendasari pria asing tersebut menculiknya ketika keadaan kampus bahkan ramai dengan mahasiswa dan mahasiswi. Tap...