44. Benedict, aku tidak mauu!!

1.4K 79 8
                                    

Chelsea melenguh dalam tidurnya, kedua netranya menyipit menyesuaikan cahaya. Kepalanya terasa pusing luar biasa.

"Shh.. aku sudah di rumah?" Chelsea bergumam memperhatikan langit-langit. "Bagaimana aku bisa pulang?"

Chelsea menyentuh kepalanya, ingatannya berputar pada pertemuannya dengan kedua sahabatnya, menghabiskan waktu bersama, menghadirkan pesta, hingga ia teringat seorang pria yang hadir tiba-tiba.

"Tidak mungkin aku mendengar Benedict di tempat ini. Lagipula kalau kau benar Benedict kau harus menciumku terlebih —"

Bola mata Chelsea seketika membulat. Tidak mungkin ia mengatakan itu bukan? Dan apakah ciuman itu hanya mimpi? Tapi kenapa sepertinya semua terasa nyata. "Astaga, apa yang telah aku lakukan?" Ia merutuki dirinya sendiri.

"Ben, kau terlalu sering menciumku, sekarang aku akan menciummu lebih dulu."

Chelsea merasa wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Ia ingat, saat di mobil ia mengatakan ingin mencium Benedict dan ia sungguh melakukannya, sedangkan Benedict tidak merespon apapun, pria itu nampak pasrah diciumi olehnya.

"Aaaaaaaaaa tidaaakkkkkkkk!!!" sepertinya tenggelam di palung mariana jauh lebih baik bagi Chelsea sekarang. Ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Benedict nanti.

'Astaga, kenapa aku lepas kendali. Bagaimana ini? Bagaimana bisa aku bertemu dengannya setelah ulah memalukanku semalam?' Chelsea merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa menahan hasrat pada sosok Benedict. 'Kakek, jemput aku, aku ingin ke Amerika sekarang.'

Waktu menjelang siang, Chelsea sengaja melewatkan sarapan karena tidak ingin bertemu dengan Benedict. Apapun akan ia lakukan untuk tidak bertemu pria itu. Ia terlalu malu. Tapi cacing di perutnya sudah tidak bisa diajak bekerja sama.

Chelsea mengintip dari balik pintu, mengintai situasi dan keadaan, dirasa aman, ia membuka dan berjalan tanpa menimbulkan suara menuju dapur.

Grrr!!

Tubuh Chelsea terlonjak hingga ia melompat di atas sofa mendengar suara geraman. "Kau mengejutkanku, Junior King," ia menyalak protes.

Hewan buas berbulu oren itu diam saja.

Chelsea mendengus, kemudian hendak turun dari sofa. Namun netranya menangkap sosok Benedict yang menuruni tangga, terlalu gugup dan panik, ia terpeleset dan jatuh di lantai, punggungnya menyentuh ujung sofa dengan keras. Chelsea menggigit kuat bibirnya guna mengalihkan rasa sakit pada punggungnya. "Aduhh.." keluhnya tanpa suara. Melihat kerasnya ia menggigit bibir, sepertinya itu benar-benar menyakitkan.

Benedict berdiri tepat di hadapan Chelsea yang meringis menyentuh pinggangnya. Ia mengetahui semua yang terjadi pada perempuan itu. "Kau memang pantas mendapatkan julukan perempuan bodoh ceroboh."

Chelsea tidak berani mendongak, sungguh punggungnya terasa sakit luar biasa. Meskipun sebentar lagi sakitnya akan memudar, tapi untuk sesaat setelah benturan itu menimbulkan sakit yang luar biasa, ia tidak berbohong.

Benedict mengangkat tubuh Chelsea dalam gendongan bridal.

"Pelan-pelan, punggungku," Chelsea sepertinya tidak sadar melingkarkan tangan di leher Benedict, ia masih terfokus pada punggungnya yang ngilu.

"Kau selalu tidak berguna."

"Kenapa? Kau akan melemparku ke kandang harimau?" balas Chelsea menyalak, menguap sudah rasa takut dan malunya.

"Kenapa tidak?"

"Kau terlalu menyebalkan, Benedict, aku akan mengadu pada Kakekku."

Benedict mendudukkan Chelsea di meja pantry, ia merendahkan tubuhnya di hadapan perempuan itu. "Seharusnya sejak awal kau menolak tinggal bersamaku," ujarnya meledek.

Chelsea : I Want You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang