Pemakaman itu berjalan dengan lancar dan disaksikan oleh semua keluarga, kerabat dan sahabatnya Lula. Namun hanya satu orang yang tidak menampakkan puncak hidung nya, Brian. Entah kemana laki laki itu perginya, para sahabat Brian yang turut hadir pun sudah menghubunginya namun tak ada jawaban.
Lihatlah betapa banyaknya air mata yang hadir di sana, dari sahabatnya Lula, Lika dan Ica. Mereka tak menyangka Lula akan pergi secepat ini dan setragis ini. Bayangan akan kebersamaan mereka dulu masih terlihat jelas di depan mata. Dan sekarang semuanya tidak akan terulang lagi.
Hanya satu orang yang bahkan terlihat bergembira dan tersenyum penuh kemenangan seolah ia mendapatkan hadiah besar, siapa lagi kalau bukan tata.
"Mereka bodoh telah mengeluarkan air matanya hanya untuk Lo yang nggak ada artinya itu, gue harap arwah Lo bisa lihat bagaimana kemenangan yang gue dapatkan sekarang" gumamnya dengan senyumannya liciknya.
Di tempat yang berbeda namun waktu yang sama, seorang laki laki sedang duduk sendirian di salah satu ruangan. Dengan sorot mata yang tak pernah berubah sejak kemaren.
"Maaf pak, saya tidak menemukan kejanggalan dalam kematian buk Lula bahkan polisi pun sudah memberikan keterangan dengan kecocokan mayat itu dengan buk Lula" ujar seorang laki laki yang umurnya tak jauh berbeda dengan Brian
"Lo boleh pergi" perintah nya
Setelah laki laki suruhannya itu pergi, Brian kembali menggeram marah. Apa ini akhir dari segalanya?, Apa ini tidak terlalu cepat untuknya dan Lula?. Bahkan ia belum memberikan kebahagiaan pada wanita itu.
"Apa ini kebebasan yang Lo inginkan sejak dulu" tanya Brian pada foto Lula yang ia pegang
"Kalau pun kita di pertemukan di kehidupan selanjutnya, gue pastiin Lo nggak akan pergi bisa lepas dari gue bahkan maut sekali pun" laki laki itu berujar seolah ia tuhan saja, padahal nyatanya tidak ada yang lebih berkuasa dari pada Allah SWT.
Brak
"Abang kenapa sih, aku tau kakak sedih ditinggal kan tapi nggak gini juga bang, setidaknya abang ada di saat saat peristirahatan terakhirnya kak Lula, aku kecewa sama Abang" ujar ana dengan tatapan kekecewaan yang mendalam pada abangnya itu
"Abang nggak sanggup dek" ujarnya pelan
"Iya aku paham kak, kalau pun aku mengalami hal yang sama, aku nggak akan pilih jalan abang yang hanya diam seolah menikmati kematian kakak ipar, Abang sadar nggak apa yang Abang perbuat nggak akan bisa kembaliin kakak ipar, kalau pun ia melihat dari atas sana aku pastikan ia akan kecewa dengan Abang" lanjut ana
Ana kembali ke Indonesia setelah mendengar tentang kemalangan keluarganya. Ia mendasar daddynya untuk membelikannya tiket kembali ke Indonesia begitupun ava yang ikut bersamanya.
Saat melihat tidak ada Brian di pemakaman tadi, amarah dan kekecewaan ana tersirat. Hatinya tergores melihat abangnya yang tidak ada di saat saat peristirahatan kakak iparnya yang memang itu akhirnya. Setidaknya Brian ada kalaupun cuma diam dan menyaksikannya.
"Abang minta maaf udah buat kamu kecewa, tapi Abang nggak bisa untuk sekedar melihat semuanya, Abang seolah menjadi laki laki bodoh yang hanya menyaksikannya kepergian istrinya tanpa melakukan apa apa" balas Brian
"Dan menurut Abang, Abang pintar dengan berdiam diri di sini?, Apa menurut Abang kakak ipar akan kembali hidup setelah melihat Abang seperti ini?, Apa itu yang kakak tunggu" ana sudah tak tahan lagi dengan kebodohan Brian yang membuatnya emosi
"Maaf" gumamnya pelan namun mampu didengar oleh ana
Gadis itu pun tersenyum, ia senang Brian sadar akan situasi. Ini yang ia inginkan, abangnya kuat dan kembali seperti dulu lagi, bukan lemah seperti orang bodoh. Bukan apa apa, ana tau Brian sedih tapi kesedihannya itu nggak akan membawa apa pun, lebih baik ia memperbanyak berdoa akan keselamatan kakak iparnya di alam kubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasse es zu Lieben
RomanceHasse es zu Lieben adalah bahasa Jerman benci untuk mencintai "Apa aku anak kalian"tanya gadis itu dengan air mata setengah mengering "Bukan, karena kami tidak pernah memiliki seorang anak yang berani membantah perintah orang tuanya" ujar Alberto t...