Sesampainya di panti, Lula menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Kakinya tak bisa menapak dengan sempurna lagi. Apa yang Lula lihat sekarang berharap semuanya hanya mimpi.
"Kenapa" tanya nya pelan dengan sesekali air mata menetes di pipinya
"Jangan pernah main main sama gue kalau Lo nggak siap atas konsekuensinya" bisik seseorang yang ada di samping Lula, siapa lagi kalau bukan Brian
Laki laki itu berdiri dengan gagah dan angkuhnya, tak lupa dengan tatapan tajam miliknya. Lula menatap laki laki itu kecewa, tak terasa air matanya turun perlahan membasahi pipinya.
Kaca mata yang selalu bertengger itu ia lepaskan untuk menghapus kasar air matanya. Sebenarnya apa yang Brian inginkan? Kenapa laki laki itu tega melakukan semua ini.
"Dimana mereka" tanya Lula dengan suara seraknya
"Sudah di usir mungkin" jawab Brian entengnya
"Nggak mungkin" Lula menggelengkan kepalanya
Brak
Lula terjatuh pingsan, untung saja Brian mampu menahan tubuh Lula yang tiba tiba itu. Dengan segera Brian membawa tubuh mungil istrinya ke dalam mobilnya dan melakukannya dengan cepat ke rumah sakit.
"Periksa istri saya" ujarnya pada salah satu perawat yang ada di sana
Perawat itu pun mengangguk dan membawa Lula menggunakan brangkar. Brian tak henti menatap Lula panik, ia takut terjadi apa apa pada gadis itu. Jika hal itu terjadi, maka ia tak akan memaafkan dirinya sendiri.
Lula di bawa ke salah satu kamar rumah sakit dan di periksa langsung oleh dokter yang menjaga di sana. Brian yang menunggu di luar tak henti henti memaki dirinya sendiri karena sudah kelepasan.
"Tuan" panggil dokter yang memeriksa Lula itu keluar dari ruangan itu
"Apa yang terjadi padanya" tanya Brian
"Nona baik baik saja, hanya saja ia kelelahan dan banyak pikiran, saya harap tuan bisa menjauhkannya dari hal hal yang membuatnya stres karena itu akan berdampak buruk pada kesehatan nona" jelas sang dokter diangguki oleh Brian
"Apa saya boleh melihatnya" tanya Brian
"Silahkan tuan" jawab dokter mempersilahkan Brian masuk ke ruangan itu
Hal yang pertama kali Brian lihat adalah tubuh malang gadis itu terkapar lemah di atas brangkar. Brian tak percaya kalau Lula bisa menjadi seperti ini akibat dirinya yang memberi tekanan pada gadis itu.
Di tengah rasa bersalahnya, tiba tiba mata Lula mulai membuka perlahan. Brian menatap Lula yang mulai membuka matanya sepenuhnya.
"Ada yang sakit" tanya Brian yang dijawab gelengan oleh Lula
"Maaf" entah kenapa Brian tiba tiba mengucapkan maaf, maaf bukan kata kata yang mudah diucapkan oleh laki laki keras kepala itu
Lula hanya diam saja, ia tak berniat menatap Brian yang ada di sampingnya. Perempuan itu fokus menatap ke depan, entah apa yang ada di fikirannya saat ini yang penting ia tidak ingin berbicara saat ini.
"Please, bicara" ujar Brian sedikit berbisik yang masih tak dibalas oleh Lula
Melihat Lula yang masih tetap pada posisi diamnya, Brian kehilangan akal untuk membujuknya lagi. Takut emisinya memuncak, Brian memutuskan untuk keluar dari ruangan itu membiarkan Lula sendiri dulu.
"Gue keluar bentar"
Setelah kepergian Brian, Lula menangis dalam diamnya. Ia tak tahan lagi menahan air mata yang keluar itu, melihat Brian membuat hatinya hancur. Ia membenci laki laki yang sayangnya adalah suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasse es zu Lieben
RomanceHasse es zu Lieben adalah bahasa Jerman benci untuk mencintai "Apa aku anak kalian"tanya gadis itu dengan air mata setengah mengering "Bukan, karena kami tidak pernah memiliki seorang anak yang berani membantah perintah orang tuanya" ujar Alberto t...
