Hari terus berlanjut, waktu terus berlalu dan bertukar. Sudah hampir satu Minggu Brian tak juga menemukan dimana Lula. Anak buahnya sudah banyak ia gerakkan untuk mencari perempuan itu namun hasilnya nihil.
Kedua keluarga besar belum ada yang tau, karena Brian belum memberitahunya. Lagian mereka juga tak memikirkan hal itu karena apa yang Lula lakukan membuat mereka semua kecewa.
"Lo kenapa kacau gitu sih yan" tanya Revano
"Dia pergi" ujar Brian lirih
"Maksud Lo" sentak El yang baru datang
Ketiganya sekarang berada di kelas karena kebetulan mata kuliah mereka sama, berbeda dengan kedua temannya yang lain.
"Gue nggak tau dia kemana, udah hampir seminggu gue nyoba cari tapi hasilnya nggak ada" ujar Brian
"Kenapa nggak bilang" tanya El
"Percuma gue bilang kalau nyatanya kalian juga nggak akan bantuin gue" sindir Brian yang memang benar adanya
"Tapi setidaknya Lo kasih tau kita, jangan lupa Yan dia adek kita berdua" ujar Revano menenangkan
"Gue tau dan gue pikir bisa cari dia sendirian tapi nyatanya nggak, gue nggak bisa" ujarnya
"Kita akan bantu Lo" ujar El
"Hmm"
Sejak saat itu ketiganya mencoba mencari keberadaan Lula walaupun tidak ada petunjuk. Mereka masih mencari petunjuk yang kemungkinannya seolah disembunyikan. Karena tidak mungkin Lula pergi tanpa ada orang yang ia kenal.
El dan vano pun tak memberitahu keluarganya atas hilangnya Lula. Biarlah ini menjadi urusan mereka saja, tapi mereka janji bila mereka sudah tak sanggup lagi maka mereka akan meminta bantuan.
"Udah ada petunjuk" tanya Brian pada si kembar dan duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana, mereka saat ini berada di cafe dekat kampus mereka membahas kelanjutan pencarian Lula
"Nggak ada" jawab Revano
"Apa Lula di culik" tebak El
"Bisa jadi, dan mereka menyembunyikan keberadaan Lula supaya kita mencarinya" ujar Revano
"Lo benar no, awasi musuh musuh orang tua Lo, dan gue awasi musuh gue" ujar Brian
"Baiklah" balas Revano
Mereka tak menyadari kalau apa yang mereka rencanakan dan ucapkan terdengar jelas oleh seseorang yang tak sengaja mendengarnya. Niatnya memang ingin sekedar nongki tapi malah mendapat berita besar.
Di tempatnya ia tersenyum miring dan penuh kemenangan. Inilah yang ia tunggu, menjadi salah satunya tanpa adanya saingan. Bentar lagi apa yang ia inginkan terkabulkan tanpa harus mengotori tangannya dan buatt rencana, nyatanya ia bisa pergi sendiri.
"Gue pamit" ujar Brian
Si kembar pun mengangguk, keduanya pun sudah tidak membenci adik mereka itu karena penjelasan Brian tentang foto yang pernah El lihat. Mereka belum berniat mencari siapa itu karena hal penting sekarang adalah dimana Lula.
Saat mendengar kesalah pahaman itu, si kembar merasa bersalah dan kecewa dengan diri mereka. Bahkan keduanya menangis di hadapan Brian, mereka merasa gagal menjadi seorang Abang yang harusnya melindungi bukan menyakiti.
"Kita pulang" ujar El berdiri lebih dahulu kemudian di ikuti oleh Revano
Sesampainya di rumah, keduanya langsung di sambut oleh Alberto dan Amelia.
"Mama papa" sapa El dan Revano bersamaan
"Kalian dari mana" tanya Amelia
"Dari cafe dekat kampus ma" jawab El
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasse es zu Lieben
RomansaHasse es zu Lieben adalah bahasa Jerman benci untuk mencintai "Apa aku anak kalian"tanya gadis itu dengan air mata setengah mengering "Bukan, karena kami tidak pernah memiliki seorang anak yang berani membantah perintah orang tuanya" ujar Alberto t...