Sepasang kelopak mata menampakkan keindahannya, mata dengan warna abu abu gelap itu muncul di permukaan. Dan sang pemilik berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke kornea matanya. Terasa bisa disesuaikan, ia melihat suasana di sini terasa begitu asing baginya.
Dimana dia sekarang? Dan bagaimana bisa ia berada di sini. Kenapa ia merasa takut seketika, apa ada hal buruk yang sudah terjadi padanya. Padahal ia hanya tidur semalam, terus siapa yang membawanya ke sini?
Banyak pertanyaan yang ada di benaknya tanpa ada jawaban. Mungkin nanti ia akan mendapatkan jawabannya. Dengan langkah pelan dan hati hati, perempuan itu mencari tau dimana ia berada.
Lula membuka salah satu pintu yang ada di sana dengan pelan, syukurlah kalau pintunya tidak terkunci. Kaki jenjangnya berjalan menghentakkan tangga yang menurun.
Sesampainya di bawah tangga, ia mencari seseorang yang bisa ia ajak berbicara. Untungnya ia mendapati ada seorang perempuan yang sudah tak muda lagi sedang membersihkan meja. Ia mendekati perempuan itu dengan pelan, takut mengejutkannya.
"Maaf buk" panggil Lula
"Eh iya nya" wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kedatangan Lula, ia pun menghentikan pekerjaannya dan berjalan menghadap sang majikan
"Ini dimana ya buk" tanya Lula sopan
"Ini di rumah nya tuan Brian nya, semalam tuan Brian bawa nyonya yang sedang tidur" jelas perempuan itu yang diangguki paham oleh Lula
"Makasih ya buk , ,"
"Bi Ros"
"Oh iya makasih bi Ros" Lula memperbaikinya
"Panggil Lula aja bi, nggak usah nyonya, nggak enak Lula sama bibinya" ujar Lula dengan sopan
"Eehh jangan nya, nanti tuan marah kan saya"
"Nggak akan bi, panggil Lula aja" pinta Lula
"Ya udah non Lula aja deh"
"Itu juga nggak papa bi"
"Non mau makan, atau perlu apa apa biar bibi siapakan" tanya bi Ros
"Nggak ada bi, Lula cuma merasa asing aja di sini" jawab Lula
Lula kembali ke kamarnya, ia akan bersih bersih terlebih dahulu. Kemudian baru saatnya ia akan mengisi kekosongan terhadap perutnya. Lula pikir pakaiannya tidak ada di sini, namun nyatanya semuanya lengkap. Apa yang ada di kamar lamanya, di sini juga ada, tanpa kurang sedikit pun.
Kamar yang ia tempati sekarang lebih besar dari kamar sebelumnya, mungkin Lula tidak tau kalau di sini ia menempati kamar ini tidak sendirian namun sudah berbagi dengan suaminya.
Balkon kamarnya pun lumayan luas, ada beberapa tanaman juga di sana. Tak lupa dengan sofa dan ayunan rotan juga ada di sana, Lula merasa sedikit nyaman di tempat ini.
Setelah bersih bersih, Lula pun turun ke lantai bawah untuk menikmati makannya. Setibanya di sana, ia tidak mendapati bi Ros ada di sana. Mungkin ada kerjaan lain kali, pikirnya.
Ternyata Lula masih merasakan kesepian di sini, ia pikir kalau bersama suaminya ia akan merasa ada teman, namun nyatanya lebih sepi ini dari pada yang sebelumnya. Jika di rumah Pramatya ia merasa asing, setidaknya ia tidak merasa sunyi karena masih ada suara bentakan yang ia dengar. Lah di sini, jangankan bentakan, bunyi kucing pun tidak ada.
Di tengah makannya, ia melihat bi Ros mendekati dapur. Lula memanggilnya dan membawa bi Ros makan bersama dengannya, namun bi Ros menolaknya, katanya tidak enak.
"Nggak papa bi" ujar Lula
"Saya nggak enak non, saya ambil kursi plastik aja ya"
"Jangan, bibi duduk sini aja nggak papa kok, nanti saya marah loh bi, saya marahnya ngeri, pasti bibi takut" padahal Lula tidak bisa marah, hanya saja menakut nakuti bi Ros
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasse es zu Lieben
Roman d'amourHasse es zu Lieben adalah bahasa Jerman benci untuk mencintai "Apa aku anak kalian"tanya gadis itu dengan air mata setengah mengering "Bukan, karena kami tidak pernah memiliki seorang anak yang berani membantah perintah orang tuanya" ujar Alberto t...
