44 | Bagaimana Semua Bisa Terjadi

13 4 0
                                    

Kapan kamu akan pulang?

Karena sejauh aku memandang kamu hanya tahu caranya menghilang

•••


SEBELUMNYA, hubungan baik antara Andre dan ibunya datang semenjak Gadis juga datang di hidup mereka. Perempuan itu begitu mungil saat ia masih SMP, begitu manis saat mengenakan gaun terusan berwarna krem panjang selutut dengan sepatu warna senada. Terlihat baik-baik saja dan terlihat normal seperti anak perempuan pada umumnya, akan tetapi Yunna a.k.a ibu Andre bukan dokter jika tidak menyadari apa yang ganjal di sana.

Gadis terlihat ceria, atau mungkin terlalu ceria.

Senyumnya tak pernah luntur seolah bibirnya tak pernah lelah melengkung. Justru, begitulah semuanya terlihat mengerikan saat kabar sahabatnya baru saja meninggal dan seluruh keluarga yang sedang berduka menyalahkannya dan menudingnya sebagai pembunuh. Dia tidak terlihat terluka justru karena telah meyakini bahwa memang benar dialah pembunuhnya, bahwa benar kematian sahabatnya oleh dirinya dan bahwa tidak ada tempat di manapun lagi untuknya.

Pada sesi ketiga Gadis, ibunya Andre bertanya, “maaf kalau saya bertanya seperti ini, tapi apa kamu ingat bagaimana Kiran meninggal?”

Gadis sempat memandang dokternya kaget, sedetik kemudian tersenyum jenaka sambil berkata, “loh, bukannya dokter udah tau kalau itu karena aku?”

Setelah menjalani pengobatan selama bertahun-tahun dengan banyaknya sesi dan terapi pun, tetap tidak ada perubahan yang signifikan pada Gadis. Dia masih berpegang teguh pada pemikirannya yang menyalahkan diri sendiri. Alasannya untuk selalu tersenyum juga untuk orang-orang di sekitarnya, agar mereka tidak bersedih dan selalu berbahagia. Sudah sejak lama Gadis tidak peduli pada dirinya sendiri.

Sampai sekarang Andre masih penasaran. Saat makan siang bersama ibunya, Andre pun kembali mengungkit perihal Gadis yang sekarang sudah pergi meninggalkan Jakarta.

“Sisi baiknya, dengan tinggal di Bandung anak itu mungkin bisa pelan-pelan mencari jati dirinya dan menemukan hal baik untuk dirinya sendiri, tetapi juga ada sisi buruknya. Dia seperti sengaja menghindar dari kita supaya menderita sendirian saja tanpa ada yang perlu membantunya. Kamu bisa ingat-ingat kapan terakhir kali dia menghubungi?”

Andre menghela napas. “Terakhir, saat dia sudah kembali ke Bandung setelah selesai sesi terakhir.”

“Itu sudah cukup lama.”

“Dan Ibu tau, ada hal yang selalu membuatku penasaran?” Kalimat persuasif itu memerlukan jeda sebentar sebelum Andre kembali melanjutkan, “Kenapa ia tidak pernah terlihat sedih, sementara di belakang sana ia akan meringkuk dan menangis sendirian?”

“Andre." Yunna meletakkan sendoknya sebelum melanjutkan, "Gadis memilih pergi artinya dia sudah siap dengan segala konsekuensi yang ada. Kamu sebagai temannya hanya harus lebih memerhatikan dia, kalau tidak dihubungi, maka kamu yang seharusnya menghubungi lebih dulu.”

Mendengar apa yang dikatakan Ibunya, Andre langsung menyambar handphone-nya. Tak perlu lama menunggu, panggilan itu segera mendapat jawaban. Akan tetapi, di ujung panggilan sepertinya telah terjadi sesuatu sampai ia tidak sadar telah berlari begitu saja meninggalkan makan siang bersama Ibunya tanpa sempat pamit.

Yunna hanya berharap, semoga Andre bisa mengatasinya. 

•••

Seketika semua mata tertuju pada satu tujuan, bahkan Refan yang biasanya kalau bermain basket akan lupa dunia ikut melihat ke arah yang sama. Sebuah pemandangan yang langka ketika seorang Louis lari-lari di koridor sekolah.

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang