32 | Hari Yang Tidak Biasa

40 23 0
                                    

Kamu ada,

Setiap kali aku mengenang.

Kamu hadir.

Setiap kali aku memikirkanmu.

...

SUSAH payah, akhirnya kantung mata itu terbuka juga setelah sepuluh jam tidur. Sudah tiga hari sejak ulangan berakhir, semua siswa SMA Dirgantara diberi libur setelah kemarin pembagian rapor. Nama Gadishya Ayu tercetak jelas sebagai siswa dari ranking lima besar.

Yah, walaupun Louis tidak menunjukan bakat kepintarannya secara mutlak seperti yang pernah Lilis katakan, tapi setidaknya ada peningkatan dengan tidak berada di rangking terendah lagi.

Fajar Oktavian si sekretaris kelas itu sering melaporkan padanya kalau Louis sudah mulai serius lagi bersekolah. Dan perempuan itu tersenyum. Senang rasanya melihat Louis sudah lebih hidup meski apa yang sudah dia dengar dari ayahnya sendiri.

Gadis sendiri tidak tahu harus membela siapa. Dia kasihan pada Louis tapi juga tak tega pada ayahnya setelah pembicaraan mereka hari itu.

•••

Pria dengan rentang usia empat puluhan itu mengajaknya pergi menjauh saat dirinya masih diam membeku di depan pintu yang menghubungkan taman samping rumah dengan ruang keluarga.

"Gadis, ayo ikut sama Om," katanya.

Dengan langkah patah-patah dia mengikut saja. Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Mendengar langsung seorang ayah tidak menginginkan kelahiran anaknya adalah hal yang tidak pernah dia saksikan. Lalu, apa kabar dengan Louis yang anaknya kalau Gadis saja sudah sebegitu tercabik hatinya.

Lidahnya masih kelu, tidak bisa bicara apa-apa. Hingga dia tidak menyadari kalau dirinya dibawa ke sebuah tempat yang sangat asing. Bagian dari rumah ini yang sepertinya sangat spesial karena seberapa sering pun Gadis ke rumah ini, tidak pernah dia tahu ada tempat yang seperti ini.

Menyadari kebingungannya, Wisnu tersenyum teduh. Saat Gadis menatap balik, ia membuang muka, tetapi matanya menyorot sedih.

"Saya membuat tempat ini untuk Louis, tapi dia tidak pernah sudi menggunakannya. Jadi, sesekali akan saya gunakan jadi tempat bekerja."

Gadis masih tidak tahu harus bicara apa, tapi saat Wisnu mengajaknya bicara, ia pun mengambil duduk dekat tanaman bougenville sementara Wisnu duduk di sebuah gazebo.

"Saat saya menggunakan tempat ini sebagai tempat bekerja, dia pun mulai menggunakannya secara sembunyi-sembunyi. Anak itu ... dia pasti menganggap dirinya berhasil mencuri tempat ini padahal 'kan memang saya buatkan rooftof ini untuknya." Wisnu terkekeh pelan. Meski wajah itu sudah mulai keriput tergores usia, tapi wajah yang menurunkan ketampanan pada Louis itu masih terlihat memukau.

"Dia persis saya yang suka melakukan hal yang bertentangan dengan yang seharusnya." Kali ini wajahnya muram. Maka Gadis yang terlalu peka itu menyadari sesuatu yang besar dari raut muka yang sebelumnya terkekeh tapi kemudian muram itu.

"Gadis."

"Ya, Om?" Akhirnya mulutnya bisa bicara juga, meski tidak terlalu lancar.

"Dulu Louis anak yang pintar, dia bekerja keras belajar karena ingin mengalahkan ayahnya."

"Saya tahu dari beberapa orang kalau Louis dulu memang berprestasi, tapi untuk alasan yang mendasari dia yang sekarang saya tidak tahu."

"Karena saya."

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang