06 | Rayuan dalam Rindu

139 47 43
                                    


Ada kalanya semua tidak ada yang perlu tahu. Dibiarkan rapat dalam kelabu.

Ada kalanya kita hanya bisa berbagi tawa saja.
Tak harus bercerita luka.

...


RAMAI penduduk yang sedang berlalu lalang mencari makan adalah hal yang biasa terjadi di kantin sekolah. Semua menikmati bakso dan mie ayam kantin, tidak terkecuali Louis yang sedang makan siomay di kantin ditemani es jeruk dan ketiga temannya: Fajar, Refan dan Aldo.

Mereka memang biasa pergi ke kantin bersama ketika jam istirahat telah bergema. Di sini, status Fajar adalah teman sebangku Louis. Saat Gadis pertama masuk, Fajar libur dan bangku sampingnya kosong. Hampir saja Gadis ingin sebangku dengannya, untunglah Bu Mia cepat menyodorkannya pada Lilis. Pyuh, untuk pertama kalinya Louis merasa guru matematika itu ada gunanya untuknya. Walau setelahnya dia di marahi karena lupa bawa buku tugas, sih.

Kalau Fajar teman sebangku, maka Refan adalah teman yang Fajar temukan karena satu organisasi satu tahun yang lalu, dan Aldo adalah sahabat sehidup sematinya Refan. Jadi, tidak perlu dijelaskan lebih lanjut kenapa mereka duduk bersama untuk mengisi perut kosong setiap harinya, bukan?

Tangan Louis memasukkan potongan siomay di piringnya ke dalam mulut. Sambil mengunyah, matanya memandang lurus ke satu arah. Pada dua anak perempuan yang berdiri tegak dengan mata yang sedang celingukan. Entah kenapa, ada rasa tidak nyaman saat melihat salah satunya nampak gelisah. Ingin hati mengajak bergabung agar perempuan itu bisa lekas menelan baksonya tapi lagi-lagi hatinya bertanya; Apa sih peduli Lo?

Fajar, Refan, dan Aldo mengikuti arah pandang Louis bermuara. Refan dengan wajah kagetnya, Aldo dengan raut kebingungan karena tidak pernah berkenalan dengan salah satunya dan sepertinya hanya Fajar yang menahan tawa di hadapannya karena cuma Fajar yang tahu kalau Gadis kan pacarnya Louis —Gadis bilang begitu, omong-omong.

“Buset, ieu budak. Woy, Louis.” Aldo melambaikan tangannya di depan wajah Louis ketika dia menenggak es jeruknya.

Fajar tertawa di samping Aldo dan berbalik untuk melihat ke arah mana mata Louis berujung dan tawanya semakin keras saja.

"Itu Gadis kan? Siswa baru yang bikin heboh angkatan kalian bahkan sampe merembes bikin meleleh angkatan gue?" tanya Aldo berapi-api.

"Yoi!" Fajar mengangguk semangat.

“Gadis nggak akan kenyang kalo cuma lo liatin. Tenang, we. Gue panggilin aja biar join di sini.”

Benar. Louis sejak tadi memang memandangi Gadis yang sedang berdiri bersisian dengan Lilis. Keduanya sedang celingukan dengan semangkuk bakso di tangan. Mereka sedang menunggu siswa lain keluar agar mereka mendapatkan tempat duduk dari ramainya kantin sekolah. Perempuan itu terlihat kebingungan sementara Lilis di sampingnya terus menggerutu sebal karena penghuni kantin tak kunjung beranjak.

“Gadis, Lilis, sini!”

Fajar memanggil, sontak membuat arah pandang keduanya berbelok dan berhenti pada Louis dan kawan-kawan. Karena tidak ada tempat duduk lain, Lilis segera menyeret Gadis untuk ikut mendekat. Dia meletakkan mangkuk baksonya berhadapan dengan Refan sementara Gadis di sampingnya jadi berhadapan dengan Louis.

Saat Gadis mengumbar senyum, Lilis justru menyikut Fajar di sampingnya. “Kenapa nggak dari tadi aja, sih? Keburu melar kaki gue.”

Bukannya kesakitan, Fajar justru tertawa. “Sorry, gue mana tau kalau bukan Louis yang ngasi tau.”

“Kapan gue ngasi tau?” Louis menyahut protes. Dia memang tidak mengatakan apa-apa. Hanya dengan memandangi mereka, apa termasuk dengan ingin mengajak mereka duduk bersama?

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang