45 | Bunyi-Bunyi Patah

15 3 0
                                    

Ada sesak yang begitu pekat. Ada patah yang begitu rusak. Dan ada kamu yang begitu jauh.

•••

"Bunda, sebelah sini."

Mauren melihat ke arah telunjuk Faisal dan membenarkan. Ibu dan anak itu kemudian masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 6 apartemen di sana. Ayahnya sedang ada pertemuan dan Bunda maupun Faisal diminta datang karena kolega ayahnya ingin bertemu mereka. Faisal kurang mengerti dengan dunia kerja ayahnya, ia hanya mengikuti arus.

Apa yang dikatakan ayahnya, Faisal ikuti saja.

"Eh, lo?" seseorang dalam lift menyapa Faisal kemudian setelah melirik Bundanya, laki-laki itu tersenyum cerah. "Ada tante juga rupanya, apa kabar tante?"

Mauren turut tersenyum. "Baik kok, kamu ada apa di Bandung nak' Andre?"

Andre sebelumnya pernah menolong Tyas yang jatuh dari tangga dan ikut mengantarnya juga ke rumah sakit. Saat ditanya kemarin, Andre mengatakan kalau keberadaannya di Bandung karena ingin bertemu teman baiknya, lalu apakah sekarang jawabannya akan sama?

Sebuah panggilan milik Bunda memecah keheningan mereka. Setelah lift sampai pada lantai yang dituju dan pintu lift terbuka, Bunda segera beranjak untuk mengangkat panggilannya. Tertinggal Faisal yang masih diam menunggu jawaban Andre.

Faisal akui, ia cukup penasaran.

"Gue mau ketemu musuh."

Oh, beda.

Faisal mengucapkannya dalam hati. Dia mengangguk-angguk berusaha memaklumi, karena masalah hidup orang memang unik dan bermacam-macam.

Tanpa mengatakan apa-apa, Andre berlalu meninggalkan Faisal. Laki-laki itupun memutuskan kembali ke Bundanya yang sudah selesai panggilannya dengan seseorang di seberang sana. Wanita itu sempat menanyakan ke mana Andre, Faisal hanya bisa mengatakan kalau laki-laki itu punya urusan yang lebih penting lainnya.

Ternyata permainan semesta begitu lucu, baru beberapa waktu lalu mereka bertemu, kini Faisal melihat Andre kembali di depan apartemen seseorang. Dapat Faisal lihat Andre sedang membentak seseorang dan seseorang itu adalah orang yang juga dikenalnya.

Ada nama yang begitu jelas mereka berdua sebutkan: Gadis. Dan Faisal mencoba mengingat perkataan Andre beberapa waktu yang lalu.

"Musuh?"

Ia mencoba mencerna setiap kalimat Andre. Dan setiap kemungkinan yang baru saja melintas di kepalanya membuat Faisal tersentak.

"Karin, musuhan sama Andre atau Gadis?"

•••

Waktu sudah menunjukan pukul enam sore, barulah perempuan itu mau beranjak untuk pulang. Entah pulang yang bagaimana karena sudah bertahun-tahun, Karin merasa tidak punya tempat yang bisa ia sebut sebagai rumah.

Ia menyetir dalam hening, membiarkan dirinya diam tanpa mendengarkan suara apa-apa. Bagi Karin, kepalanya sudah terlalu berisik untuk dijejali suara di luar kepala.

Ketika sampai di sebuah gedung bertingkat, Karin memarkirkan mobilnya di parkiran khusus yang terletak di bawah tanah gedung. Ia naik dari lift menuju lantai 6 gedung untuk bisa sampai di kamar apartemennya.

Baru saja ia masuk dan hendak membuka kulkas karena ingin minum, bel apartemennya berbunyi. Dan saat Karin membuka pintu, telah muncul seseorang yang kehadirannya tidak membuat Karin kaget sama sekali.

"Lebih cepat dari dugaan rupanya. Lo datang sendiri ke sini nyari gue, Re."

"Hmph," Andre mendengus. "Pantes aja gue ngerasa kenapa lo gak pernah nemuin gue lagi di Jakarta, ternyata di sini."

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang