Ketahanan setiap manusia dalam mempertahankan perasaan itu tranparan.
Jika kamu dengan dinding tebal, maka akulah yang jatuh hingga terpental.
...
DENGAN langkah cepat, Gadis berlari menuruni tangga di kediaman tuan Hasan. Miranda yang tadinya tengah menonton televisi sampai menoleh karenanya. Gadis membetulkan rambutnya dan mengambil flat shoes berwarna putih polos, senada dengan warna sweater dan jam tangan yang ia kenakan.
“Odis mau ke mana?” tanya sang Mama lengkap dengan panggilan kesayangannya di rumah. “Tumben weekend mau ke luar, udah punya temen, ya di Bandung?” tanya Miranda sambil kembali menonton televisi.
Gadis menoleh pada wanita paruh baya—Nyonya Hasan—di ruang keluarga tersebut kemudian mengangguk walau dia tahu sang Mama sangat fokus dengan film Korea kesayangannya.
“Mau ke Ciwalk, ya, Ma?” katanya dengan menyebut nama salah satu pusat perbelanjaan yang paling terkenal di Bandung. “Sama temen, dia anaknya baik ‘kok. Kapan-kapan Odis ajak main ke rumah, deh. Biar Mama bisa kenal anaknya gimana.”
“Oh, ya udah. Perlu mang Diman anter nggak?”
Mang Diman adalah sopir pribadi keluarganya yang biasa bertugas mengantar mama atau papanya yang sering dinas luar kota. Meski sudah menetap di Bandung, papanya itu tetap saja harus ke sana ke mari dengan jadwal yang amat padat ke luar daerah. Dan saat weekend seperti ini, mang Diman juga akan nganggur karena papa dan mama ada di rumah.
“Papa mana, Ma?” Bukannya menjawab pertanyaan Miranda, ia malah menanyakan yang lain.
“Ada tuh di garasi, paling lagi ngotak-ngatik motor kesayangannya. Kamu kan tahu sendiri papamu hobby otomotif.”
Gadis mengangguk mengiyakan. Meski pindah ke Bandung sekalipun, koleksi motor pretelan sang papa nyatanya tetap ikut juga. Dia bahkan ingat kalau dulu pernah iri pada motor itu kemudian menangis meraung-raung saat papanya menolak ajakan Gadis ke Ancol hanya karena papa memilih mengurusi motornya.
“Nggak usah di antar ‘kok, Ma. Dia bilang udah nunggu di depan gerbang kompleks,” katanya sambil berjalan ke arah pintu.
Setelah mamanya bilang ‘iya’ Gadis melesat keluar dan berjalan sampai persimpangan jalan. Tempat di mana Lilis sudah menunggunya.
“Woy!” kata Gadis mengetuk kaca mobil Lilis ketika dirinya sudah sampai di tempat tujuan. Lilis pun membuka kaca mobilnya kemudian menyuruh Gadis masuk. Perempuan itu tersenyum dan langsung duduk di kursi penumpang di samping teman sebangkunya di SMA Dirgantara itu.
Tanpa panjang lebar, Lilis langsung melajukan mobilnya menuju Ciwalk.
“Kenapa gue nggak boleh mampir ke rumah lo, sih?” Gadis menanggapi pertanyaan Lilis hanya dengan menyengir menampilkan sederet giginya yang ternyata memiliki gingsul kiri kanan dan Lilis baru menyadarinya.
“Habis, nyokap gue itu cerewet. Lo kalo main ke rumah gue bukannya jemput tapi malah bakal terjadi acara talk show dadakan. Bukannya ke Ciwalk, kita malah di booking ngakak.”
Lilis tidak bisa menahan dirinya untuk ketawa. “Its, okay. Lain kali aja kalo gitu. Gue kurang suka emak-emak cerewet soalnya.”
“Iya tau~”
“Tau?”
“Dari Ical.”
“Ical siapa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
About Together
Teen FictionAda banyak cara untuk bersama. Sebagian akan mengejar dan mengatakan secara lantang. Pada sebagian lainnya, berupa amarah dan cemburu yang disembunyikan. Ada yang mengekang ada pula yang masih gamang. Kita telah menemani satu sama lain, menutupi ma...