16 | Kali Ini Memang Cemburu

74 34 5
                                    

Selama ini aku dibuat tunduk oleh satu kata; takut dan sejauh ini aku malah dibuat tunduk oleh satu kata; cinta.

Apakah cinta memang se-ajaib itu?

...

LANGKAHNYA sangat cepat di sepanjang koridor. Setelah tahu bahwa nama Tyas Krista dirawat di ruang anggrek nomor 105, Lilis tidak pernah berhenti untuk merasa khawatir.

Nampak seorang wanita paruh baya mondar-mandir sedari tadi.

“Bunda!” teriaknya dengan sangat yakin bahwa itu adalah Bunda. Wanita itu berbalik dan didapatinya Lilis tengah berlari ke arahnya.

“Bunda, gimana keadaan Tyas. Dia nggak apa-apa ‘kan?” cemasnya pada sang adik namun Mauren tersenyum hangat padanya. “Nggak apa-apa. Tyas dari tadi nungguin kamu, tuh.”

Tanpa pikir panjang, Lilis masuk ke dalam ruang rawat Tyas, raut wajahnya masih kentara sekali cemasnya. “Tyas!” panggilnya.

Tyas yang dipanggil justru tidak mendengar saat Lilis memanggilnya. Dia masih sibuk berceloteh riang dengan laki-laki di hadapannya. Awalnya dia pikir itu Faisal—kakanya Tyas—tapi saat dia berbalik dan tersenyum padanya, dia yakin itu bukan Faisal.

“Lo ... siapa?”

“Loh, Lis. Udah sampe, ya?” seseorang baru saja muncul dari balik pintu dengan nampan berisi bubur dan segelas susu.

“Faisal. Dia ... siapa?”

Faisal menatap ke depan, pada laki-laki yang tersenyum manis padanya. “Oh, dia?” tangannya meletakkan nampan bubur di atas nakas kemudian menepuk pundak si lelaki yang tidak Lilis kenali itu. “Dia ini yang udah nolongin Tyas. Tadi waktu Tyas jatuh dari tangga, dia yang ada di bawah tangga yang menerima jatuhnya Tyas. Kalo enggak, mungkin Tyas udah patah kaki.”

Oh, Tuhan. Lilis tidak dapat berbohong betapa leganya dia. Dia bersyukur Tuhan masih sayang dengan Tyas.

Seseorang yang katanya sudah menolong Tyas itu berdiri, mendekati Lilis. Entah kenapa, Lilis merasa ada sesuatu yang menganggunya. Bukan karena Auranya sangat luar biasa, tetapi karena senyumnya yang terasa ... familier.

“Kenalin, nama gue Andre Hutama.”

•••


Rere: Awas serangan jantung, gue makin ganteng.

Rere: Kangen nggak, Dis?

Sejak tadi, Louis terus memperhatikan bahwa Gadis nampak terlihat bahagia dengan ponsel genggam di tangannya. Dia subuk mengetikkan pesan entah kepada siapa.

Sepanjang perjalanan pulang, Gadis tidak mengajaknya bicara—seperti sebelum-sebelumnya—seperti kebiasannya.

Sesekali dia akan terkekeh pelan kemudian mengetik pesan selanjutnya.

Arrgh, Louis benar-benar akan mati penasaran.

“Gila, lo?”

Gadis menekukkan muka. “Enak aja, cewek secantik, seimut, semanis, dan semenggemaskan gue, lo bilang gila!”

Louis merotasikan bola matanya. “Terus?”

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang