40 | Berakhir Sebelum Dimulai

50 8 9
                                    

Perihal rasa suka atau perasaan yang mencenderungi seseorang itu adalah tanggung jawab diri sendiri.
Karena sejatinya rasa, itu memang bukan milik berdua.

Rasanya seperti membuka lembaran novel yang berjudul saya suka kamu tapi kamunya udah enggak.
Endingnya kalo nggak selesai ya udah cukup sampai di sini.

...

SEMALAMAN Gadis tidak bisa tidur. Dengan gelisah dia berbaring di atas tempat tidurnya. Matanya terbuka lebar saat cicitan burung pagi hari menyadarkannya pada kenyataan kalau malam telah berganti dan hari pahitnya baru akan dimulai.

Perempuan yang rambutnya acak-acakan itu bangkit. Mengeluarkan kakinya dari rangkuman selimut lalu masuk ke dalam kamar mandi. Selama di sana tidak ada yang dia lakukan selain mengguyur sekujur tubuhnya dengan air dingin.

Gadis sudah mengambil keputusan. Tidak ada alasan lagi baginya untuk bersikap pengecut karena ini demi orang-orang yang dia sayangi. Louis dan Lilis. Mereka semua pantas bahagia, jadi tidak apa-apa jika Gadis harus berkorban sedikit.

Nanar, rasanya meski sudah bersiap ingin melepaskan, tapi kenapa tetap terasa berat.

Di antara sapuan bulir-bulir air dingin yang menjatuhinya, Gadis gemetar. Tubuhnya menekuk, lalu memeluk lututnya sendiri.

Hal pertama yang bisa dia ucapkan di awal hari hanyalah, "Maaf, Louis."

•••

Sekali lagi, laki-laki jangkung itu melirik jam di atas papan tulis, wajahnya semakin gelisah, karena waktu berjalan terlalu lambat.

Fajar dan Aldo hanya bisa saling tatap lalu mengidikkan bahu saat melihat Louis yang bertingkah aneh sejak pagi tadi. Mereka berdua pun tidak perlu bertanya dua kali untuk tahu apa penyebabnya.

Gadis menghilang.

Pagi tadi, Louis menjemput Gadis ke rumahnya tapi kata ibunya, Gadis sudah berangkat setengah jam yang lalu. Tapi sudah sepuluh menit Louis duduk di kelasnya, tanda-tanda kemunculan Gadis belum ditemukan juga. Sebenarnya ke mana Gadis?

"Aduh!" Aldo mengaduh saat ada yang menggeplak kepalanya.

Setelah dilirik, ternyata itu Lilis dan Refan. Keduanya bersisian. Yang satu menyilangkan tangan di depan dada dan satunya lagi berkacak pinggang bak nyonya kediaman aristokrat.

"Ngapain lo di sini?" tanya Refan saat melihat Aldo ada di habitat yang tidak seharusnya.

"Psst!" Aldo meletakkan jari tengahnya di bibir kemudian melirik Louis yang untungnya tidak terusik karena sedang mendengarkan musik dari i-pad nya.

Refan memberikan kode. Bermaksud bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Macan kita kehilangan mangsa empuknya."

"Maksud lo Gadis?" tanya Lilis dan dibalas Aldo dengan anggukan. Refleks, Lilis pun mengedarkan matanya ke seisi kelas dan ketiadaan Gadis menjadi tanda tanya besar untuknya sekaligus jadi kesimpulan tentang sikap gelisahnya Louis barusan.

Perempuan rambut hitam sebahu itu melirik pergelangan tangannya yang mana masih ada lima menit sebelum jam pertama dimulai. Tidak mungkin 'kan Gadis membolos? Benar-benar tidak seperti Gadis biasanya tapi, kalau sudah begitu pasti ada sesuatu yang menganggunya. Lilis sebagai temannya tidak tahu apa-apa bukankah itu sangat kelewatan?

"Nggak biasanya dia gini. Sebenarnya tuh anak ke man—"

Belum sempat Lilis menyelesaikan kalimatnya, Louis bangkit dari duduknya secara tiba-tiba lalu berhenti tepat di depan pintu. Beberapa kedipan mata kemudian, Gadis berdiri di sana. Mereka berhadapan tapi Louis merasa seperti bukan Gadis yang ada di hadapannya saat ini.

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang