Mencintai sepihak, tak dapat menuntut hak.
Seperti halnya rindu,
Apalagi harus cemburu.
...
TERHITUNG mungkin sudah sepuluh kali Gadis bolak-balik bak setrika milik Mamanya di atas lantai berkeramik koridor sekolahnya. Gadis bukan sedang latihan drama apalagi menari ballet, dia benar-benar bingung."Kenapa nggak minta antar sama Fajar aja, sih tadi?" gumamnya bermonolog sendiri.
Dia tidak tahu harus berbuat apa. Sejauh ini, yang dia tahu kalau ruang kepengurusan siswa ada di lantai dua, tapi siapa sangka kalau koridor lantai dua akan sepanjang ini dengan banyaknya pintu tanpa nama? Dia sedang mencari ruang kepengurusan atau terjebak dalam labirin, sih?
Saat dia berpikir untuk berbalik badan, kembali ke kelas atau pergi ke kantin saja, bayangan wajah pak Jalil yang memerah karena marah, membuatnya bergidik ngeri.
Dia masih mondar-mandir, tidak tahu harus ap—
Bruk!
“Auh, sakit ...” desisnya saat pantatnya berciuman dengan lantai.
Laki-laki yang badannya bersimbah peluh itu mendekat pada Gadis dan membantunya berdiri. “Sorry, gue nggak tau kalau lo bakal balik badan dan menyebabkan kita tabrakan.”
Gadis menggeleng sebagai tanda dia tidak apa-apa. Dia mendongak, menatap laki-laki yang mungkin lima belas senti lebih tinggi darinya. Kausnya yang berkeringat dan tangannya yang terdapat handband bertuliskan captain. Entah kenapa Gadis merasa familiar tapi lupa di mana mereka pernah bertemu.
Mata Gadis bergulir, turun ke bawah dan seketika membola karena siku laki-laki di depannya yang berdarah.
Gadis panik. “Ya ampun, Lo berdarah. Lo nggak papa, kan?” Dia mendekat dan memegangi tangan laki-laki yang dia yakini adalah kapten basket SMA Dirgantara itu.
Sontak saja, saat tangan Gadis itu mengenai epidermisnya, laki-laki itu merasa kalau oksigen sedang menipis. Dengan cepat laki-laki itu menggelengkan kepalanya dan menepis tangan sialan Gadis jauh-jauh dari tangannya. Bisa-bisa, dia kena serangan jantung.
“Gu- gue nggak apa-apa, kok.”
"Bener nggak papa?" tanyanya memastikan dan laki-laki itu mengangguk dua kali, mau tidak mau Gadis harus percaya.
Dia merogoh saku belakangnya, mengambil tissue yang biasa dia bawa kemudian memberikannya pada laki-laki yang sedang terluka sikunya itu. Laki-laki itu mengerjab sebentar kemudian menerima tissue kering pemberian Gadis sambil berucap, "Thank's."
Gadis tersenyum senang. "Yes, udah nggak berdarah," katanya setelah tissue pemberiannya mengelap darah hingga tidak bersisa. "sama-sama," tambahnya setelah itu.
Entah apa yang terjadi, atmosfer terasa begitu awkward saat ini. Gadis tidak sadar kalau senyumnya itu membuat laki-laki di hadapannya lupa cara bernapas dalam kurun waktu cukup lama.
"Bener kata Aldo, senyumnya menawan dan sukses bikin dua angkatan SMA Dirgantara tumbang dalam pesonanya," gumamnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Together
Teen FictionAda banyak cara untuk bersama. Sebagian akan mengejar dan mengatakan secara lantang. Pada sebagian lainnya, berupa amarah dan cemburu yang disembunyikan. Ada yang mengekang ada pula yang masih gamang. Kita telah menemani satu sama lain, menutupi ma...