Cinta itu harusnya seirama
Saat kau jatuh cinta, harusnya dia pula suka.
Saat kau mendambanya, harusnya dia turut memuja.Tapi, kenapa justru cinta tidak seadil kenyataannya?
...
KEGIATAN belajar untuk adik kelasnya sudah selesai, tepat saat waktu sekolahnya telah menunjukan pukul lima sore. Selepas selesai berkutat dengan koreksi jawaban matematika, Gadis yang merasa haus memutuskan untuk membeli minum. Kakinya melangkah ke arah kulkas di sudut koperasi sekolah. Tempat yang akan sangat ramai di waktu istirahat itu tentunya sudah kosong. Pada jam-jam seperti ini biasanya hanya tinggal anak-anak yang sedang mendapat jam pelajaran tambahan seperti Adella, Friska, Mila, Dodi dan Reihan—murid-muridnya—atau kegiatan ekstrakurikuler-lah yang akan ada di sekolah.Tangannya terulur membuka kulkas koperasi untuk mengambil minuman kaleng ketika di saat yang sama, ada tangan lain yang terulur untuk mengambil kaleng minuman yang tinggal satu itu.
Gadis menoleh untuk melihat siapa yang hendak mencuri minumannya dan dia mengerjab ketika manik matanya bertabrakan dengan manik mata cokelat milik ....
“Refan?”
Dengan cepat Gadis menarik kembali tangannya dan mundur dua langkah. Terdengar suara tawa kecil Refan sebelum lelaki itu mengambil minuman yang tadi hendak Gadis beli seraya membayarnya.
Gadis memperhatikan Refan, lelaki itu sedang berkeringat. Kemeja putihnya tidak serapi pagi tadi. Bajunya sudah dikeluarkan dari celananya dan dia tidak memakai dasi. Gadis yakin Refan pasti habis main basket.
“Nih!” Suara Refan menghentikan aktivitas memerhatikan Gadis. Jangan-jangan dia baru saja tertangkap basah sedang memerhatikan Refan.
Mata kecoklatan terang milik Gadis turun ke arah tangan Refan yang sedang menggenggam kaleng minuman lain yang sebenarnya tidaklah dingin. “Gue udah beli yang ini, jadi ini buat lo aja.”
Gadis tertawa pelan sebelum mengambil minuman itu dari tangan Refan. “Thanks.”
Refan membuka kaleng minuman miliknya. “Lo belum balik, Dis?” Lagi ngapain?”
Gadis ikut membuka minuman kalengnya. “Gue habis ngajarin adik kelas untuk menutupi dua bulan sekolah gue yang bolong biar nilai gue nggak ikutan bolong.” Gadis kembali melirik ke arah Refan. "Lo sendiri, ngapain?"
“Hah?”
Refan mengerjap. Laki-laki itu berdehem pelan sebelum menjawab, “Eh, anu ..., jadi lo yang ngajarin Dodi dan Reihan?” katanya kikuk mengalihkan pembicaraan.
Gadis mengangguk dua kali, kentara sekali di wajahnya dia penasaran. “Lo sendiri? Kenapa belum pulang? Mana Louis?” tanyanya ulang.
Alisnya bertaut. "Kok cuma Louis yang lo cari?" tanyanya dengan nada tidak suka. cepat-cepat Gadis mengubah pertanyaannya, "Ih, maksud gue tuh, mana Louis dan kawan-kawan?"
Gadis duduk dan laki-laki itu menurut, dia duduk tepat di sampingnya seraya tersenyum. “Gue hobby banget sama basket. Sehari nggak main basket, gue bakal migrain.”
Bohong!
Meski salah satu sudut bibirnya terangkat. Tapi senyum kali ini sangat berbeda dengan senyum pertama yang Refan berikan saat bersedia mengantarnya ke ruangan kepala sekolah. Untuk sepersekian detik, Gadis bahkan melihat tatapan lirih di mata Refan. Entah Gadis yang terlalu peka atau karena ekspresi Refan yang terlalu mudah ditebak, perempuan itu tahu kondisi Refan sedang tidak baik saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Together
Teen FictionAda banyak cara untuk bersama. Sebagian akan mengejar dan mengatakan secara lantang. Pada sebagian lainnya, berupa amarah dan cemburu yang disembunyikan. Ada yang mengekang ada pula yang masih gamang. Kita telah menemani satu sama lain, menutupi ma...