46 | Sehancur-Hancurnya

21 4 0
                                    

Kamu yang membuatku percaya, bahwa seharusnya kamu tidak dipercaya.

•••

PAGI hari saat burung-burung bertengger dengan senang di dahan-dahan karena sudah kenyang mencari makan subuh-subuh sebelum menjelang pagi, Louis justru menghela napas berat di meja makan rumahnya.

Amunisi semangat Louis untuk menjalani hari, tidak ia duga harus digunakan saat itu juga.

"Pagi, sayang," sapa Diana ramah dengan senyum yang lebih cerah dari mentari. Tapi bukan itu masalahnya saat ini, melainkan laki-laki yang nampak gagah dengan pakaian formal khas yang akan menambah kesan maskulin untuknya.

Louis menjawab sapaan Bundanya alakadar, "pagi." Yang ia yakini, bahwa anak kecil sekalipun akan menyadari kalau jawaban itu dilakukan dengan susah payah dan napas tertahan.

Setelahnya, tidak ada lagi kalimat yang keluar dari mulut Louis. Hanya Diana yang terlihat begitu antusias bercerita dengan suaminya, sesekali ia akan menanyakan pendapat Louis seperti, "Iya, kan Louis?" dan laki-laki termuda di meja makan itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata lainnya sebagai penambah keterangan.

Sarapan pagi yang sebenarnya tidak sampai sepuluh menit terasa begitu lama bagi Louis. Biasanya laki-laki dewasa itu tidak pernah makan bersama mereka, harusnya begitu saja. Kenapa repot-repot mengatur jadwalnya yang sibuk itu untuk makan bersama segala.

"Sudah makannya?" tanya Diana sambil membereskan meja makan untuk dicuci piring kotornya.

"Sudah," kata Louis dengan tangannya mengangkat roti selai stroberinya, mengizinkan Diana mengambil piringnya. Wanita itu tersenyum setelahnya dan berlalu menuju dapur, meninggalkan Louis dengan Wisnu-ayahnya.

Seketika suasana terasa begitu mencekam.

Wisnu berdehem memecah keheningan. "Gimana hubungan kamu sama Gadis?" tanyanya yang membuat Louis tercengang.

Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa ia begitu blak-blakan. Louis menghela napas kasar sebelum menyahut, "Padahal Ayah sendiri tau gimana keadaannya sekarang?"

"Maksud kamu?"

"Ayah kan yang ngatur semuanya, dari dulu bukannya selalu begitu? Kita gak punya pembahasan antara ayah dan anak karena sejak dulu ayah sudah mengatur semuanya."

"Louis, kamu-"

Tanpa mendengar kelanjutan dari perkataan ayahnya, Louis kembali melanjutkan. "Padahal sebelumnya aku bahagia banget karena Gadis, gak ku sangka kalau hubunganku pun di atur sama ayah." Ia berdiri, mendadak merasa marah pada keadaan.

"Aku kecewa sama ayah," ucapnya terakhir kemudian beranjak dari meja makan.

Baru beberapa langkah ia pergi meninggalkan ayahnya, Wisnu menghentikannya dengan kalimat yang sebelumnya tak pernah Louis duga akan ia dengar dari ayahnya.

"Ayah tidak tahu apa yang membuat kamu marah, tapi kalau kamu merasa harga dirimu tergores, jadi laki-laki yang bisa berdiri sendiri. Dengan begitu, ayah juga akan abai dengan kehidupanmu."

Wisnu berdiri, menghampiri Louis. Ia buka telapak tangan putranya dan memberikan handphone Louis yang tertinggal. Dari sana, muncul pesan dari Gadis yang mengatakan kalau dia ingin bertemu Louis.

"Mengenai Gadis, kamu yakin dia baik-baik aja?"

Sebuah pertanyaan yang juga selalu Louis tanyakan di kepalanya. Dan pernyataan ayahnya selanjutnya adalah apa yang ingin Louis katakan bohong, tapi ayahnya bukan orang yang pintar berbohong jika sambil menatap mata lawan bicaranya.

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang