42 | Sekeras Hati Menahan Diri

25 4 0
                                    

"Sejatinya, apa yang kau rengkuh pasti akan meluruh. Karena menggenggamnya terlalu erat, menunjukkan kamu yakin pasti ia akan pergi dari sisimu dan selamanya tidak kembali."

•••

TIBA-TIBA saja roomchat empat sekawan itu dimulai oleh Louis dan ajaibnya laki-laki itu mengajak mereka main basket. Aldo sudah menawarkan diri untuk mengajak teman mereka yang lain, namun usulannya ditolak oleh Louis. Jadilah, hanya mereka berempat yang main di satu lapangan outdoor tersebut.

Setelah membagi tim menjadi masing-masing dua orang, kedua tim bermain. Kemampuan Refan bermain basket memang tidak bisa ditandingi, tapi melawan Louis membuat Refan kepayahan juga. Karena cara Louis bermain jauh dari kata mencari hiburan, tapi melampiaskan kegilaan.

Masing-masing dari mereka menyadari kejanggalan tersebut namun tak satupun berani berargumen. Bagi mereka, Louis hanya butuh teman di sampingnya saat ini. Ia butuh ditemani tanpa perlu dinasehati apa-apa. Karena terkadang, ada kondisi di mana kita merasa kalut, butuh pelukan dan hanya ingin ditenangkan tanpa perlu mendengar kalimat apa-apa.

Permainan pelampiasan emosi itu terhenti saat hujan turun. Fajar, Refan dan Aldo memutuskan berteduh tapi rupanya itu tidak berlaku bagi Louis.

"Neduh, oy!" teriak Fajar yang suaranya mulai teredam derasnya hujan.

Refan dan Aldo hanya bisa saling tatap, berusaha berkomunikasi melalui tatapan mata. Semua yang ada di sana berargumen dengan pikiran mereka masing-masing dan semuanya setuju serta sepakat bahwa penyebab kekacauan ini pastilah Gadis. Karena sudah lama sekali semenjak Louis memutuskan berhenti jadi siswa teladan, selama itu juga tangannya tidak pernah menyentuh bola basket lagi. Jangankan menyentuh, menonton pertandingan mereka lagi saja sudah tidak mau.

Mendadak dia mengajak bermain lagi, dengan gilanya di tengah hujan yang entah kapan berhenti.

Fajar tidak menyerah, ia terus meneriaki Louis agar berteduh dan menghentikan permainan gila-gilaannya. Louis bermain sesuka hatinya, tinggal Fajar, Refan, dan Aldo yang harus bersabar menunggu sampai entah kapan Louis akan berhenti.

Fajar melirik jam di tangannya, sudah hampir dua jam Louis berlari, melompat dan menembakkan bola ke dalam ring, walaupun tidak jelas apa tujuannya selain bermain di lapangan basket tanpa penghuni ditambah dengan hujan yang tengah deras-derasnya. Salah salah besok dia bukan hanya demam tapi harus dilarikan ke rumah sakit segala.

Refan meremas bahu Fajar. Saat Fajar menoleh, Refan dan Aldo memberinya kode berupa anggukan. Rupanya mereka tidak bisa diam saja. Ketiganya berjelan ke tengah lapangan, mengindahkan air hujan yang cepat atau lambat akan membuat mereka juga ikut terserang penyakit.

"Udah, Is. Lo butuh istirahat." Susah payah Fajar menangkap Louis agar berhenti sejenak dan mau mendengarkannya. Louis awalnya ingin menolak, tapi setelah dilihatnya raut khawatir teman-temannya yang juga turut serta hujan-hujanan dengannya, Louis memutuskan untuk menurut.

Louis dituntun ke parkiran, lalu ia dimasukkan ke dalam mobil dalam keadaan basah kuyup. Tidak ada satupun dari mereka yang mengkhawatirkan basahnya mobil Louis karena yang punya mobil, lebih mengkhawatirkan. Lagipula itu mobil pemberian ayahnya, Louis tidak pernah suka kalau teman-temannya bersikap hati-hati. Sebegitu benci dirinya. Dan ketika nama ayahnya disebut oleh Gadis, Louis pun runtuh.

Sial, dia teringat lagi.

Empat cup kopi hangat yang dibeli Aldo di minimarket sebrang dia berikan untuk teman-temannya. Louis menenggak minumannya, lalu menyender menatap hujan yang bulir-bulirnya bergerak tidak beraturan di kaca depan mobilnya.

Hening. Beberapa menit berlalu, tapi tidak ada satupun yang mampu membuka suara sampai Louis yang memecah keheningan itu.

"Gue ditolak." Hanya dua kata, namun rasanya terlalu sulit untuk diucapkan. Tenggorokannya tercekat, rasa sesak yang dulu pernah dihasilkan seseorang itu kembali hadir. Meski susah payah Louis lari dengan melelahkan diri, bermain dengan gila-gilaan di tengah hujan dengan dingin yang menusuk. Hatinya tetap terasa panas seolah terbakar. Dia tetap tidak dapat membunuh luka itu.

Entah bagaimana, hidupnya selalu dihadapkan oleh perempuan yang sama. Memporak-porandakan hatinya dengan selalu muncul di depannya lalu menghilang dalam sekejab seolah apa yang pernah terjadi di antara mereka hanya oksigen tak terlihat.

Tapi, apa yang Louis rasakan sebelumnya dengan yang sekarang jelas jauh perbedannya. Dia hadir, setelah menyembuhkan luka lama yang bahkan sampai saat ini Louis tidak tahu bagaimana cara berterima-kasih padanya. Karena belum sempat itu terucap, besi panas sudah menumbuk dadanya dengan kenyataan yang tidak bisa dia terima.

Kenapa? Bukankah selama ini Louis sudah terbiasa dengan sifat sok ayahnya yang selalu berakting sebagai ayah terbaik sedunia. Kenapa saat ayahnya memberikan Gadis untuk hadir di sisinya Louis tidak bisa terima seolah-olah ia masih berharap penuh kalau yang Gadis katakan hanya terjadi di mimpinya saja. Rasanya sebentar saja yang mereka lewati, namun meninggalkan luka yang akan jauh dari kata sebentar lagi hilang.

Nanar, matanya mulai berkabut. Tertutup oleh selaput tipis berwarna bening. Susah payah ia telan bulat-bulat tangisnya sebelum luruh dari sudut matanya.

Dan pada akhirnya, kita terluka sebelum sempat bersama.

•••

Jauh dari tempat Louis berada, Gadis meringkuk di balik selimut tebal. Suara hujan terdengar bergemuruh di seisi kamarnya, mengetuk jendela saat berkali-kali diterpa angin kencang. Lampu kamar ia matikan lalu membiarkan dirinya ditelan gulita.

Di tangannya, ada liontin dengan bentuk setengah hati di tengah bagian. Kalung itu sudah usang, lapuk dimakan tahun. Setengah bagian lagi yang merupakan miliknya telah dibuangnya demi bertahan hidup hingga sekarang. Tapi sekarang, setengah bagiannya datang lagi di hidupnya. Katakan bagaimana dia bisa hidup untuk selanjutnya?

Notifikasi dari handphone mengalihkan atensi Gadis, matanya melirik. Ada satu pesan masuk dari teman sebangkunya.

Key Lilisia : Lo sama Louis sebenernya ada masalah apa sih? Waaupun gue gak suka sejak awal lo sama dia bukan berarti gue gak dukung hubungan kalian berdua.

Tidak, dia akan lebih tidak menyukai saat tahu segalanya.

Key Lilisia : Kalo ada masalah yang lo gak bisa tangani berhubungan sama Louis, kasi tau gue gak papa. Gue bantu.

Tidak, dia tidak boleh terlibat.

Key Lilisia : Lo gak papa?

Gadis menangis. Tanpa sadar air matanya luruh. Kristal bening itu jatuh satu kemudian mengundang yang lainnya. Kini, Gadis menangis sama derasnya dengan hujan di luar. Dadanya terasa sesak, dihimpit oleh rasa bersalah. Gadis tidak baik-baik saja saat wajah Louis membayang di pelupuk matanya.

Ketika Louis yang pernah menatapnya intens penuh dengan kelembutan berubah pucat pasi. Tangannya menggenggam keras kalung yang diberikan Karin, sampai buku jarinya memutih. Sama kerasnya dengan cara dirinya menguatkan hati.

Louis, maaf ....

=====

.

.

.

A/n:

About together insyaallah akan aku selesaikan secepatnya. Mengingat tulisan ini udah ada dari tahun 2020 dan sampai sekarang belum selesai juga :(

Aku selalu berdoa semoga AT suatu saat menjadi sesuatu untukku.

Semoga...

.
.
.

Best regards,
Gadis

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang