Melody malu-malu, lalu mendapatkan Dylan.
Aku malu, lalu mendapatkan senyummu.
Aku hanya mengagumi, bukan memaksa ingin memiliki.
...
CAHAYA kota Bandung pagi ini kurang bersahabat. Gerimis menyapa hingga dingin terasa nyata. Lilis duduk manis di sebelah Faisal yang sibuk mengemudi. Sesekali melirik cowok berbahu lebar di sampingnya, melirik lengan yang terlihat kokoh. Meski bukan lengan berotot bak binaragawan, tapi tetap saja terlihat keren untuk ukuran anak SMA pada umumnya.
"Kok pakai mobil?”
“Hujan.”
Lilis mengangguk-angguk. “Oh ... tumben nggak pakai jaket.”
“Di belakang.”
“Okay.”
Hening. Tak ada lagi pembicaraan setelahnya. Hanya ada suara Ed Sheeran yang menyanyikan lagu “Thinking out loud”. Bahkan ketika mereka sudah sampai di sekolah, Faisal tetap saja diam. Lilis dengan pikirannya—akibat mimpi sialan tadi malam—dan Faisal dengan pikirannya—akibat pesan dari orang asing semalam—jadilah mereka saling diam.
“Jangan diem aja dong! Gue ‘kan manggil dari tadi,” seru seseorang yang tidak Lilis sadari sudah bergabung dengan mereka sejak tadi.
Awalnya Lilis pikir dia salah lihat, tapi beberapa kali mengerjab pun, yang di hadapannya saat ini memang Gadis—teman sebangkunya.
“Mau apa, Dis?”
“Ouh.” Gadis melirik Faisal sebentar. “Gue pinjem Faisal sebentar, nggak apa-apa ‘kan, Lis?”
Lilis mengangguk dan Gadis langsung menyeret Faisal. Samar-samar Lilis dapat mendengar perdebatan kecil mereka.
“Lo kok main tarik-tarik aja, sih?”
“Ya abisnya, lo gue panggil-panggil nggak nyaut.”
“Nggak usah gandeng-gandeng, tapi.”
“Iya iya, bawel lo.”
Lilis masih memperhatikan hingga mereka ditelan koridor kemudian sama-sama naik ke lantai atas. “Mereka dekat, ya?” gumamnya.
Bugh!
“Auh, kalo jalan liat-liat dong.”
“Maaf saya nggak sengaja.”
“Sakit tauk!”
“Sini sini, mana yang sakit?”
Raut wajahnya nampak khawatir. Dia mengelus-elus dahinya yang sakit, sesekali akan meniupnya, persis seperti seorang ayah yang takut anaknya kenapa-kenapa. Napasnya tercekat, lidahnya kelu. Bukan persis tapi ini nyata. Yang di hadapannya memang ....
“Papa?”
Lilis yang membeku dan Wisnu yang tersenyum untuk putrinya. Tanpa keduanya sadari, ada orang lain di sana yang meyaksikan perjumpaan antara anak dan ayah yang secara tiba-tiba ini.
Di tempatnya, Aldo dengan mulut menganga yang rahangnya siap terjun ke tanah dan Refan yang menyadari bahwa akan ada dunia yang runtuh seketika.
“Lis, papa lo itu ....”
•••
Berdua saja dengan sang ayah adalah hal yang tidak pernah Louis suka. Dia tahu ayahnya benci dia meski pria itu tidak pernah mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Together
Teen FictionAda banyak cara untuk bersama. Sebagian akan mengejar dan mengatakan secara lantang. Pada sebagian lainnya, berupa amarah dan cemburu yang disembunyikan. Ada yang mengekang ada pula yang masih gamang. Kita telah menemani satu sama lain, menutupi ma...